26

12 0 0
                                    

"Clara?" Satu panggilan itu terdengar merdu ditelinganya, Guntur lagi-lagi berbunyi mengalihkan perhatian Clara pada pria itu dan kembali memeluk kedua lututnya, melihat Clara yang ketakutan, pria itu pun menghampiri Clara dan langsung memeluknya.

"What happened?" Tanyanya khawatir, bau alcohol begitu menyengat dihidung hidungnya "membuat Clara sedikit menjauh darinya.

"Kau habis minum? Lalu masuk rumah sakit?"Tanyanya, masih tak bergerak dari tempatnya.

"Begitulah." Ujarnya, ia bun mundur selangkah dan berjongkok, mensejajarkan diri di hadapan Clara.

"Kau sendiri? Bukankah kau memiliki kencan dengan calon tunanganmu pada sore hari, meski ini sudah malam." Ucapnya

"Tidak, aku membatalkannya karena suatu urusan mendadak." Balasnya, mendengar jawaban dari Clara membuat senyum merekah di wajah tampannya meski senyum itu sangat tipis.

"Kau, mengapa disini? Tidak pulang?" Tanya Dion

Dorrrr, suara petir menyambar untuk kesekian kalinya membuat Clara kaget dan reflek memeluk Dion 

"Kau takut pada petir?" Tanyanya sambil menepuk-nepuk punggung mantan kekasihnya itu, ada rasa nyaman di hati Clara saat Dion melakukan hal itu, sangat nyaman sehingga Clara lupa sesaat apa yang Dion lakukan di masa lalu.

"Sepertinya keadaanmu tidak memungkinkan untuk menyetir, aku akan mengantarmu pulang," Lalu Dion pun menggenggam tangan Clara dan membawanya ke arah parkiran mobilnya yang ada di luar.

Ketika mereka hendak melangkahkan kakinya masuk dalam hujan Clara berhenti sejenak, tidak! Lebih tepatnya ia tidak mau kehujanan. Hujan membuatnya sakit, Dion sadar akan Clara yang dengan keras kepalanya tidak ingin ia seret kemobilnya pun akhirnya memakaikan jasnya pada Clara dan menggendongnya masuk ke dalam mobilnya, Clara gemetaran! Walau hanya kakinya saja yang terciprat air hujan, wajahnya pucat, Dion yang tadinya berpikir bahwa Clara hanya takut basah pun menjadi khawatir dengan Clara.

Dion mengulurkan tangannya hendak menyentuh wajah Clara, namun tangannya langsung di tepis oleh Clara, "Jangan Sentuh!" Pekiknya. Seketika itu juga Dion paham sepaham-pahamnya apa yang terjadi saat ini. Ini semua salahnya sehingga Clara menjadi seperti ini, Cuaca ini, Suasana ini dan kondisi saat ini sangat mirip dengan kejadian 8 tahun silam dimana ia membuang Clara. Dion menyesal! sangat menyesal.

Ia pun langsung merenggangkan tangannya dan langsung memeluk Clara tak Perduli rontaan Clara yang ingin melepaskan diri, dengan kondisi yang sepertinya tidak sadar.

"Lepas!" Pekiknya, namun Dion tak bergeming.

"Kamu jahat!" Ucapnya yang masih berusaha melepaskan diri dari pelukan Dion yang tenaga dan tubuhnya lebih besar darinya.

"Aku benci kamu! Kamu nyakitin aku!" Teriakknya sambal memukul dada Dion.

Dion sadar saat itu juga keputusan yang ia buat dulu bukan hanya salah tapi salah besar! Ia menyakiti Hati wanita yang ia cintai, ia juga menggoreskan luka padanya dan meninggalkan trauma pada gadis itu, ia sangat mengingat bagaimana gadis itu sangat menyukai hujan bahkan sampai menari di bawah guyuran hujan, namun kini ia sangat takut pada hujan, seolah setiap rintikan hujan akan menggores tubuhnya.

"Maaf." Lirihnya

"Maaf." 

"Aku tahu aku salah."

"Maafin aku."

"Aku udah nyakitin kamu, aku jahat sama kamu, bukan orang lain yang nyakitin kamu tapi aku! Aku bener-bener nyesel Ra, Maaf." Ucapnya, airmata mulai jatuh dari pelupuk matanya.

"Kamu boleh pukul aku, kamu boleh hajar aku, bahkan kamu boleh bunuh aku! tapi aku mohon jangan benci aku!" Tuturnya dengan isakan tangis yang mulai pecah.

Karena bagi Dion mati lebih baik daripada hidup di dunia yang sudah seperti neraka tanpa Clara di sisinya, Neraka yang menyiksanya setiaphari dengan rasa sakit yang tidak bisa ia tangani, bahkan ia sempat ke dokter hanya untuk mengecek kesehatannya karena dadanya sering merasa sesak, namun hasilnya nihil! Ia tidak sakit, ia sehat, rasa bersalah mulai muncul, ia selalu berpikir bahwa keputusan yang ia ambil untuk melindungi Clara, tapi ia tidak menyangka justu keputusannya menghancurkan Clara. Selama ini, setidaknya ia berpikir bahwa Clara baik-baik saja, maka ia akan mencoba bertahan.

Dion memmbayangkan bagaimana 8 tahun ini ia jalani setiap melihat hujan, ia akan teringat pengkhianatan yang Dion lakukan di depan matanya dan kata-kata jahat yang keluar dari mulutnya saat itu. Dan hasilnya ia tak sanggup membayangkannya.

Clara tak lagi memukul Dion, ia lelah menangis dan tertidur di pelukan Dion. Dion bertekad akan mengembalikan Clara yang dulu, menghilangkan traumanya dari masa lalu danmembuat Clara jatuh cinta lagi padanya.

"I'll make you mine, I'll make you fall again for me, please give me a second chance." Ucap Dion dalam tidur Clara dan mengecup ringan punggung tangan Clara.

Dion tahu ia adalah manusia paling tidak tahu diri di dunia, seharusnya ia berpikir ia tak pantas berada di sisi Clara, tapi berapa kali pun Dion berusaha memikirkan hidup dan masa depannya tanpa Clara, Ia tak bisa! Ia tak mau kalau ia harus kembali ke masa-masa menyeramkan itu.

"I'm sorry, but I can't let you go." Ucapnya sambil mengelus puncak kepala clara.

Dion memacu mobilnya menembus jalan raya, untuk pertama kalinya dalam hidupnya ia sangat menyukai macetnya kota Jakarta, ia berterima kasih pada angkot-angkot yang suka menepi sembarangan,ia juga berterimakasih pada padatnya lalu lintas Jakarta karena ia bias bersama Clara lebih lama.

Sesampainya di Mansion keluarga Edward, Dion tak tega membangunkan Clara dari tidurnya wajahnya menunjukkan betapa lelahnya gadis itu, Dion menyelipkan anak rambut Clara ke belakang telinganya dan menatapnya cukup lama, lalu mencuri ciuman dari bibirnya. setelah dirasa cukup ia pun menggendong Clara ala bridal style, lalu membawanya masuk ke mansion sahabatnya itu.

"Cla-" Ucap mamanya yang langsung terpotong oleh bekapan mulutnya sendiri melihat sang putri di gendong oleh Dion yang notabennya sering main ke rumahnya dulu.

"Tante, kamar Clara masih sama kayak dulu kan?' Bisiknya takut membangunkan putri tidurnya itu, Tasya mengangguk menanggapi pertanyaan lelaki itu.

"Pa! papa mikir yang mama pikirin ga?" Tanya Tasya pada suaminya

"hooh." Angguknya.

Setelah melepaskan Sepatu dan mengeringkan kaki yang terkena hujan dengan handuk kering ia pun keluar kamar dan mendapat sambutan aneh dari kedua orang tua Clara.

"Nak-" 

"Dion om, Reynaldi dion admajaya om." Ucapnya memperkenalkan diri.

"Oh... kamu anaknya si luckyson ya?"

"Bener om, saya denger-denger juga om partner kerja papa saya ya?"

"Eits, bukan cuman partner kerja kita temen satu kampus juga." Ujar Edward

"Duduk nak Dion, mau minum teh? tanya Lina

"Tidak perlu tante, om, saya gak lama kok."

namun rencana tinggal rencana, "Oh kata siapa bilang gak lama, ini akan sangat memakan waktu."

"Kamu tahu gak dulu sebutan papa kamu apa? the son of lucky, sesuai namanya." Ucap Edward memulai pembicaraan.

"Yang bener om?" Tanya Dion tak percaya.

"Kamu tahu kenapa? Dia pacarin mama kamu yang merupakan primadona kampus dengan modal nekad doang, padahal dia tidak berpikir bahwa ia akan di terima jadi kami semua, saya dan temen-temen kami langsung kaget tau-tau mama kamu mau sama dia, padahal dia dulu bukan apa-apa, tapi berkat kesetiaan dan dukungan mama kamu, papa kamu bisa sesukses sekarang"

Senyum merekah di wajah Dion, mengingat bahwa sampai sekarang mama dan papanya masih mesra-mesraan walau usia sudah mulai tua.

"Dion, sekarang om tidak akan basa basi." Ucap Edward yang mulai serius, Udara di sekitarnya pun berubah yang tadi sangat ramah dan bersahabat kini berubah dingin dan membuat merinding, "Ada hubungan apa kamu sama putri saya?"

gulp

NEXT>>>

VOTE YA



























You Are My FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang