Lima orang pemuda berjalan menyisir sungai solokan di malam itu. Dengan berbekal senter di kepala masing-masing, mereka asyik menombak ikan. Dilaluinya pepohonan yang rimbun ke sungai, tidak membuat mereka takut akan keberadaan ular dan makhluk sejenisnya. Merka seperti sudah terbiasa.
"Hari ini lumayan juga tangkapan kita, " Ucap salah satu dari mereka.
"Yup, "
Mereka berjalan di arus air yang tak begitu deras. Sampai pada akhirnya mereka berhenti di sebuah daratan yang menjorok ke sungai. Mereka memutuskan untuk mendirikan tenda untuk beristirahat.
"Eh, jangan lupa diasap segera ya ikan-ikan nya, " Mereka semua membagi tugas. Dengan di temani embusan angin malam itu, mereka menghangatkan tubuh di depan api ungun. Sebagian ikan mereka bakar, dan sebagian lagi mereka asap, untuk di bawa pulang.
"Joe. Kau kan paling muda, apa kau tidak mau bekerja keluar kota? "
"Tidak bang Is. Aku lebih suka hidup di desa saja. "
"Peluang hidup di kota itu tipis, kalau kau tak bisa beradaptasi maka kau akan mati di sana! " Timpal Robet.
"Ah, seperti yang pernah saja kau hidup di kota. "
"Ya, enggak juga sih. Aku cuma lihat di film-film saja. " Semua orang tertawa mendengar kepolosan Robet.
"Ah sudah-sudah, sebaiknya sekarang kita istirahat. Besok pagi, kita akan langsung pulang. "
Semua orang beranjak menuju tenda. Hari ini sudah terlarut malam. Sudah cukup bagi mereka dan waktunya untuk memulihkan diri dengan istirahat.
Namun, Is dan Wanto masih tetap terjaga di luar. Mereka berdua adalah orang paling tua diantara kelima pemuda tersebut.
"Is, aku dengar anak kampung sebelah ada yang mati di sungai, " Ucap Wanto.
"Yah. Aku juga mendengarnya dari tetanggaku. "
"Hm. Aku khawatir. Apakah itu semua ulah hewan buas? Atau, ulah pembunuh berdarah dingin? "
"Yang jelas, di sekitar sini tidak ada hewan bius, ataupun pembunuh. Jadi, tidak usah kau risau! "
Aku hanya khawatir saja, kita akan bernasib sama dengan dia. "
"Sudahlah, kau pasti lelah. Istirahatlah ,aku akan berjaga di sini. " Is menyuruh Wanto untuk beristirahat. Hari mulai terlarut malam. Angin pun mulai terasa semakin kencang. Beberapa kali, api tertiup hingga apinya menyambar kearah angin berlalu.
"Gila. Sepertinya baru kali ini, aku merasakan cuaca sedingin ini.
Ketika tengah asyik menghangatkan diri. Segerombol pemburu ikan lain datang menghampiri tenda mereka.
"Permisi, kami numpang lewat, " Seseorang melambaikan tangannya.
"Iya, silahkan. Hati-hati, cuaca sepertinya sedang tidak baik, "
"Iya, terimakasih. Kami lewat, permisi. "
Nampak empat pemuda itu berjalan dan perlahan menghilang di gelapnya malam.
Is, kembali duduk di depan api. Ia mencoba menambahkan beberapa kayu bakar agar api tidak padam. Suasana kini terasa hening, saat angin yang berembus kini mulai berhenti. Bahkan, saking heningnya suasana, detak jantung pun begitu jelas terdengar.
"Sepertinya ada yang tidak beres dengan malam ini. "
"Rrahhhhhh... " Terkejutlah Is.
Suara teriakan itu memecah keheningan malam. Tidak salah lagi, pasti itu adalah keempat pemuda yang baru saja melewati.