Dia

50 8 0
                                    

Disini aku sekarang. Di perpustakaan—seorang diri sambil menyusun rapi buku-buku ke raknya sesuai urutannya. Ini hukuman untukku karena aku telat masuk kelas. Jangan salahkan aku karena telat tapi salahkan seorang pria yang malam tadi membuatku menangis hingga pagi. Tanpa rasa bersalahnya, dia malah asyik tertawa sambil bermain basket di lapangan dengan teman-temannya. Kini aku tengah menatap kearahnya lewat jendela perpustakaan yang mengarah ke lapangan basket. Suara teriakan para wanita terdengar sangat jelas sampai kesini.

'Ternyata kau bisa tertawa lepas hari ini. Apa kejadian semalam tidak membebanimu?'

"Aku merindukanmu."

"Merindukan siapa?" Aku terkejut tiba-tiba Wonwoo datang dan berdiri disampingku. Kini pandangannya beralih ke arah lapangan basket kemudian tersenyum.

"Merindukan dia? Kenapa tidak menemuinya langsung saja?"

Aku diam dan pergi untuk kembali menyelesaikan hukumanku. "Ku tebak, apa kalian bertengkar?" Aku tidak menanggapinya dan memilih fokus menyusun buku.

Sekarang Wonwoo justru bersandar di rak buku dan menghadap menyamping menatap kearahku. Keadaan di perpustakaan sekarang sangat sepi hanya ada beberapa mahasiswa saja dan ini membuat suasana sangat canggung dan membuatku risih karena Wonwoo terus memperhatikan ku.

"Bisa jangan mengganggu ku? Aku sedang dihukum. Aku tidak mau mendapat hukuman tambahan karnamu."

Sial. Apa dia tuli? Bukannya pergi, Wonwoo sekarang justru tersenyum kearahku dan parahnya lagi jantung ku berdetak tidak karuan setelah melihat senyumannya. Jujur, dulu senyumannya adalah candu bagiku. Kalo aku boleh berkata lebih...

'Dia sangat tampan hari ini. Terlebih dengan kacamata yang dia pakai. Sial. Apa dia sengaja?'

"Kenapa sekarang kau menatapku seperti itu? Aku terlihat manis dengan kacamata ini kan?"

"Kenapa kau sangat percaya diri? Aku menatapmu bukan apa-apa. Hanya saja, apa kau tidak lelah mengejar seorang wanita yang sudah memiliki kekasih, hah?" Ucapku setelah menaruh buku terakhir ke rak dan selesai sudah hukumanku.

"Jae... kau lupa kalau seorang Jeon Wonwoo tak kenal lelah dalam urusan apapun apalagi ini menyangkut dirimu."

"Aku sarankan padamu. Daripada kau terus mengejarku lebih baik kau gunakan waktumu untuk membaca buku. Setidaknya kau tidak buang waktumu sia-sia." Ucapku setelah itu berjalan keluar perpustakaan.

"Kau masih ingat ternyata. Karena kau sudah mengingatkanku untuk baca buku kalau begitu temani aku ke toko buku sekarang."

"Menemanimu? Kau pergi saja sendiri. Aku sudah ada janji dengan Minghao."

Wonwoo terkekeh "Janji? Janji untuk menjaga jarak darinya? Jae... Kau tak perlu bohong, kau sedang bertengkar dengan Minghao, kan? Apa kau tidak ingat bagaimana semalam dia membuatmu menangis dan berteriak keras?" Bagaimana Wonwoo tahu? Apa semalam dia disana? Tapi semalam tidak ada siapapun.

"Kau bicara apa, hah? Jangan ikut campur urusanku. Kita punya kehidupan masing-masing jadi tak perlu ikut campur." Aku sudah berjalan beberapa langkah tapi kemudian aku merasakan tangan Wonwoo menarik lenganku dan dia memeluk tubuhku keras.

"K-kau! Jangan memelukku! Lepas!" Aku berusaha lepas dari pelukannya namun Wonwoo terlalu kuat hingga aku terdiam. Diam bukan berarti aku sudah mengizinkannya memelukku tapi karena aku sudah kehabisan tenaga.

"Jae... Kau begitu marah dan benci padaku? Perlu kau tahu, aku mencintaimu sampai sekarang. Andai kau tahu semuanya dari awal–mungkin kita tidak akan bersikap seperti ini kan? Aku mohon jangan bersikap jahat cukup aku saja yang mempunyai sikap jahat padamu. Jae... Bisa kita mulai dari awal? Dari seorang teman kemudian sahabat lalu kedepannya terserah padamu. Mau kau cukup menganggapku sahabat tak apa, asal aku bisa dekat dengan lagi seperti dulu. Kalau kau membutuhkan ku–datanglah. Aku siap ikut menanggung apapun yang kau rasakan."

'Astaga. Wonwoo... Kau. Kenapa kau membuatku merasa bersalah karena selalu bersikap buruk padamu. Apa kau sudah berubah?'

"Wonwoo..." Kami masih berpelukan. Bahkan sekarang tanganku sudah melingkar sepenuhnya di pinggang kecil Wonwoo entah sejak kapan aku membalas pelukannya.

"Kau menyebut namaku?" Sekarang Wonwoo melepas pelukannya dan beralih memegang kedua bahuku dengan tatapan yang sayu nya.

Aku mengangguk "Kau menyebut namaku dengan lembut untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Jae. Aku senang mendengarnya."

"Maaf... Sejak kau kembali, aku selalu menyebut dirimu dengan kata-kata kasar. A-aku minta maaf." Aku menangis sekarang. Tidak tahu sebabnya, tiba-tiba mataku memanas. "Mungkin seharusnya sejak awal aku yang harus minta maaf padamu. Maaf untuk semuanya, aku tahu kejadian dulu tidak bisa dimaafkan. Tapi bisakah aku berjuang untuk mendapatkan maaf darimu. Hanya maaf, Jae. Tidak lagi cintamu. Aku tahu, kau sudah mencintai kekasihmu sekarang. Jadi aku sudah tidak berharap lebih." Ucapannya membuatku bungkam. Tidak ada satu kalimat atau satu katapun terlintas dipikiranku. Yang ada dipikiranku 'Apa di depanku benar-benar Wonwoo?'

"Kalau itu niatmu. Berjuanglah." Ucapku terakhir kali kemudian melepaskan tangannya dari kedua bahuku dan pergi meninggalkan Wonwoo.

#Kodoknyahao🐸

Summer ☀️ Xu Ming HaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang