Tatapan gadis itu masih menatap pada jemarinya. Dimana jemari itu telah tersemat sebuah cincin pada jari manisnya. Keadaan gelap di kamarnya saat itu tak menyurutkannya untuk tetap menatap pada cincin itu.
"Kau sudah resmi menjadi kekasihku. Jangan sampai kau hilangkan cincin ini."
Rose menutup matanya perlahan ketika suara pria itu membayanginya. Sial, dia bisa gila jika terus seperti ini. Menit selanjutnya, ia kembali membuka matanya. Dan cincin pemberian Namjoon padanya masih menjadi pusat perhatiannya saat ini.
Drrt...Drrt...
Gadis itu terkesiap ketika mendengar suara ponselnya. Melirik pada Neneknya dan memilih untuk beranjak dari berbaringnya dengan membawa ponselnya keluar dari kamar. Ia hanya tak ingin mengganggu Neneknya yang sedang terlelap.
"Yeoboseyo?"
"Kukira kau sudah tidur."
Rose sedikit menjauhkan ponselnya. Menghela napasnya ketika nama Namjoon terpampang disana.
"Ada apa menelponku malam-malam begini?" Terdengar jika nada gadis itu sedikit kesal. Tak mengetahui jika membuat pria itu sedikit menarik ujung bibirnya.
"Apa ada yang salah? Aku hanya sedang menelpon kekasihku."
"Sudah kubilang jangan menyebutku seperti itu."
"Wae? Kau belum terbiasa? Jika begitu, kau harus menyesuaikan dirimu dengan sebutan itu. Oh ya, tanggal dan tahun berapa kau lahir?"
Rose mengernyit. "Kenapa kau harus tahu?"
"Tentu saja aku harus tahu. Itu bisa membuatku tahu apa kau lebih tua ataupun lebih muda dariku."
Langkah Rose telah sampai pada dapur rumahnya. Membuka lemari pendingin dan mengambil sebotol air di dalam sana. Menegaknya dengan cepat. Entah mengapa berbicara dengan pria yang menyebalkan baginya itu benar-benar menghabisi tenaganya.
"11 Februari 1995. Kau puas?"
"Itu berarti kau lebih muda dariku. Mulai sekarang, panggil aku dengan panggilan yang sopan."
"Cih, dalam mimpimu. Aku tidak yakin jika kau lebih tua dariku mengingat tingkah menyebalkanmu."
"12 September 1992. Kau masih tak percaya?"
"Aku tak perduli. Sudah malam, aku lelah."
Tanpa menunggu jawaban Namjoon, Rose mematikan lebih dulu panggilan itu. Meneguk kembali air di dalam botol yang ia genggam dan meletakkannya kembali ke dalam lemari pendingin.
Sementara Namjoon disana hanya tersenyum mendapatkan perlakuan seperti itu dari Rose. Kini mulai mengetikkan sebuah pesan pada gadis itu sebelum akhirnya mengirimnya.
"Kau belum tidur juga?"
Pandangan pria itu beralih. Raut wajahnya bahkan telah berubah ketika melihat Joo Eun disana.
Pria itu tak menggubrisnya. Memilih untuk berjalan melewati wanita itu. Tidak sampai sebuah pertanyaan dari Joo Eun dan membuat Namjoon menghentikan langkahnya.
"Kau sudah memiliki kekasih?"
Namjoon berbalik. Menatap Joo Eun dengan satu alisnya terangkat. "Apa itu mengganggumu, eomma?" Ucapnya. Sedikit menambah nada mengejek pada kata Ibu untuk wanita itu.
"Kau sudah dijodohkan. Jadi, kau harus memutuskan kekasihmu itu."
"Ini hidupku. Dan kau bahkan tak berhak untuk mengusiknya."
Dan setelah mengatakan hal itu, Namjoon berlalu begitu saja. Tak tahu jika perkataannya barusan membuat Joo Eun mengepalkan kedua tangannya.
"Ibu dan anak tak ada bedanya." Dan beralih menatap Namjoon disana yang telah menjauh. "Baiklah. Kita lihat apa kau masih akan keras kepala ketika aku melakukan sesuatu pada gadismu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
can you see my heart? ❌ namrose
Fanfic[18+] ✔ Ia masih duduk di pojokan sudut kamarnya. Luka di bibirnya telah mengering sejak beberapa menit yang lalu. Namun tangisannya bahkan masih terdengar. Ia mendongak ketika melihat sepasang kaki yang kini berdiri di hadapannya. Berlutut untuk me...