EPISODE 11

2.2K 105 45
                                    


Keadaan Yuuki sudah cukup membaik. Kami sekeluarga merayakan kepulangan Yuuki. Tak terasa waktu sudah di penghujung waktu. Tak lama lagi hari natal akan datang. Tentu saja bukan berarti aku dapat bersenang-senang. Sejak aku bekerja part-time, dapat ditebak akan sesibuk apa aku nanti. Lagi pula perayaan natal bukanlah hal menarik bagiku.
Seperti biasanya, Kotoko mampir ke tempat aku bekerja. Ia hanya membeli kopi dan air ringan hanya sekedar untuk mengganguku, seperti ini.
"Ano... pemuda yang di sana. Tolong isikan airnya!" seru Kotoko sambil melambaikan tangan. Meyebalkan, "Kamu mau sampai kapan berada di sini hanya dengan membeli kopi dan air saja?" mendengar itu Kotoko hanya tersenyum seperti orang bodoh. Apa dia ini tidak punya kerjaan lain? Hh...
"A-ano!" panggilnya dengan senyum dan nampak ragu-ragu. "Irie-kun, apa yang akan kamu lakukan saat malam natal? Kau akan pulang ke rumah?" tanyanya penuh harap.
"Bekerja," bukankah sudah jelas?
Bisa dibilang ini adalah natal pertama yang aku (mungkin)akan rayakan dengan Kotoko. Sayangnya aku tidak bisa kerena pekerjaanku. Setidaknya Ibu akan mengadakan pesta natal semalam suntuk. Mungkin aku bisa datang meskipun terlambat. Baiklah, segera selesaikan pekerjaan ini.
Seusai kerja aku mendapat pesan dari ayah ke bar. Sepertinya ada hal penting yang ayah ingin bicarakan. Tidak biasanya. Akupun segera pergi menemui ayahku. Ia duduk menunggu di kursi bar.
"Tidak biasanya, ayah sangat jarang memintaku bertemu di tempat seperti ini," kataku setengah menyapa dan basa-basi, meskipun aku tidak pandai dalam basa-basi. Entah mengapa rasanya agak canggung. Aku memesan Ginger ales sembari menunggu ayah bicara.
"Dan apa yang ayah ingin katakan?" tanyaku langsung. Sungguh aku tidak bisa basa-basi.
"Ya benar. Bukankah kau sudah dengar pesta perayaan perusahaan dari mama?"
"Iya, sudah," tentu saja ibu sangat heboh akan pesta tersebut. Ya , mau dikata apa. Keluargaku-terutama ibu- sangat menyukai pesta.
"Ayah ingin kamu hadir." Kata ayahku menatapku penuh harap.
Ah, ternyata benar. Inilah saatnya.
" Aku mengerti apa yang ayah pikirkan. Ayah ingin mengenalkan aku pada rekan-rekan ayah sebagai penggantimu. Tapi aku belum memutuskan akan mengambil alih perusahaanmu." Kataku berharap ayah mengerti.
"Iya, ayah mengerti. Tapi kali ini saja datanglah. Ayah tidak lagi berharap apa-apa. Ayah hanya ingin mengenalkanmu. Itu saja," kemudian ayah menunduk,"Ayah mohon sekali padamu."
Aku tau aku tidak bisa menghindari ini. bahkan aku tak pernah sakalipun membayangkan akan merasakan hal seperti ini. Perasaan kosong. Sejak Kotoko mengenalkanku pada emosi-emosi yang merepotkan, salah satunya adalah perasaan ragu. Dulu aku tak pernah ragu. Aku tau jalan hidupku. Lulus, sarjana, dan mengambil alih perushaan ayah . Itulah garis yang aku yakini sejak kecil. Namun kini berbeda. Kali ini aku tidak bisa menerima garis itu. Rasa-rasanya aku bimbang, langkah mana yang aku pilih serta apa yang akan terjadi di masa depan. Tidak ada yang tahu.
Ketika sedang berfikir, aku melihat ada toko buku. Aku penasaran dengan apa yang Kotoko katakan, mengenai menjadi seorang dokter. Aku masuk untuk melihat-lihat. Saat itu terngiang-ngiang setiap kata yang Kotoko katakan pada malam bersalju. Ia yakin bahwa aku bisa membuat obat dan menolong banyak orang. Menjadi dokter dan menyembuhkan banyak penyakit. Mengapa ia seyakin itu? Apakah aku bisa? Ini adalah hal baru. Sesuatu yang baru tapi tidak mudah. Apakah aku bisa?
Malam itu ibu memberitahu jika Kotoko tidak ikut pesta karena Kotoko hendak mengadakan pesta bersama kedua sahabatnya di rumah. Jadi, karena aku tidak ikut ia juga tidak? Merayakan bersama-sama sahabatnya? Hah... sayang sekali. Padahal akan sangat membosankan di pesta. Meski begitu rasa-rasanya memang lebih baik dia di rumah, menghabiskan malam natal dengan orang terdekat. Akupun tidak berhak menuntut apapun. Aku atau sahabatnya? Semua terserah dia.
Ke esokan paginya aku pulang ke rumah. Mama dan Kotoko terkejut ketika akau pulang.
"Irie-ku?! Kenapa kau ke sini?"
"Apa? Apa salahnya aku pulang ke rumahku sendiri."
"T-tidak apa-apa, hanya saja sudah lama juga," ujar Kotoko sambil tersenyum konyol.
"Tapi apa yang membuatmu pulang?" tanya ibu.
"Aku ke sini mengambil setelanku."
"Setelan?" tanya ibu dan Kotoko bebarengan. Mereka benar-benar memiliki reaksi yang sama, berlebihan.
"Aku tidak mungkin datang ke pesta dengan memakai jins bukan?"
"Oni-chan, mau pergi ke pesta natal?"tanya ibu terkejut.
"Aku akan pulang cepat, jadi mungkin agak terlambat. Aku hanya akan datang menunjukan wajah saja."
"Yeah! Kakak datang ke pesta!" seru Yuuki senang.
"Terima kasih. Ayah pasti sangat senang."
"Ano... aku juga akan pergi ke pesta..." mendengar itu aku rasanya ingin memastikan sesuatu.
"Tapi, kau tidak bisa bukan?" tanyaku acuh.
"Apa?"
"Aku dengar kamu mau merayakan malam natal dengan sahabatmu, bukan?"
"Eh.. itu.. anu...," katanya gelagapan.
"Sayang sekali. Akan sangat menyenangkan jika kau ikut." Benar, antara aku dan sahabatmu mana yang akan kamu pilih?
"Ayo Naoki, katakan sesuatu agar Kotoko bisa datang ke pesta juga."
"Ya mau gimana lagi, merekakan sudah punya rencana."
"Tapi kau tidak bisa mempercayai teman perempuan terlebih lagi pada malam natal."
"Tidak benar, pertemenan mereka sangat spesial. Bukankah begitu, Kotoko-san?"
"iya.. itu..anu..." lagi-lagi gelagapan. Dia tidak bisa memilih dengan tegas rupanya. Ya biarlah dia bersenang-senang dengan sahabatnya.
Malam itu ketika di pesta, seperti yang aku duga. Ayah mengenalkanku pada rekan-renaknya. Mereka menyambutku dengan baik juga penuh rasa penasaran. Aku tidak suka situasi ini. Rasanya seperti hanya ada satu jalan di depanku. Seolah-olah hanya ini pilihan yang aku punya. Maka akupun pamit pulang terlebih dahulu. Tentu ayah tidak menyukai keputusanku ini. Tapi aku tidak suka merasa begitu tertekan dengan tanggung jawab yang nantinya akan dibebankan padaku.
Sepulang dari pesta aku melihat salah satu sahabat Kotoko, Jinko kalau tidak salah sedang menemani pacarnya bermain musik. Melihat itu perasaanku jadi tidak enak. Bagaimana dengan Kotoko? Kemudian perkataan ibu terngiang begitu saja, bahwa teman perempuan kususnya saat malam natal tidak dapat di percaya. Mungkinkah sekarang Kotoko sendirian? Tunggu, kenapa aku merasa sedikit senang mendengarnya.
Saat perjalanan pulang aku membeli ayam goreng dan cake. Hitung-hitung sebagai hadiah natal. Meski tidak terduga nampaknya aku bisa merayakan malam natal dengannya. Sesampainya di rumah aku salah memasukkan kunci. Untungnya aku membawa kunci rumah. Padahal rencananya mau langsung pulang ke apartemen dan tidur.
Lampu menyala dan kosong. Dugaanku benar, teman-teman Kotoko tidak datang. Cemilannya tersisa banyak sekali dan ada bungkus mi di meja. Kasian juga dia. Tapi kemana dia?
Ketika aku hendak mencariny, sesorang memukul kepalaku dengan keras.
"PENCURI!" teriak Kotoko sembari memukulku dengan mata terpejam.
"Apa yang kau lakukan?" tanyaku kesal. Ia membuka mata dan terkejut.
"Irie-kun? Ah m-maaf. Kamu baik-baik saja?" tanyanya panik. Ini anak bikin jantungan saja. Tiba-tiba ia tertawa. Menertawakanku.
"Apa?"
"Bukan apa-apa, hanya saja, kau memakai baju rapi tapi kena pukul di kepala apa lagi di rumahmu sendiri," tawanya tanpa henti membuatku jengkel.
"Ini semua salahmu."
"Maaf, hahaha," ia masih saja terus tertawa. Dasar, ranya menyesal sekali aku merasa kawatir. Senang melihat ia masih sama cerianya seperti biasanya. Aku pikir ia akan sedih karena ditinggal teman-temannya kencan pada malam natal. Dia memang luar biasa.
Kamipun duduk di ruang tamu. Aku mengompres kepalaku sendiri karena Kotoko tidak becus mengobatiku.
"Maaf, Irie-kun. Aku mendegar ada yang mencoba membobol pintu depan. Jadi aku kira itu pencuri," sesal Kotoko.
"Aku tidak sengaja salah memasukkan kunci dengan kunci apatemenku dan tiba-tiba terkena pukulan dengan kekuatan penuh bodohmu," rasanya kepalaku masih berdenyut-denyut.
"Sekali lagi aku minta maaf," sesal Kotoko lagi. "ngomong-ngomong bagaimana dengan pestanya? Kamu tidak pergi?"tanyanya penasaran.
"Aku pergi tapi pulang lebih cepat. Aku bosan menyambut tamu bisnis ayah. Ayah pasti marah padaku sekarang." Jelasku. Ia hanya diam mengangguk-angguk.
"Lalu bagaimana denganmu? Bukankah kamu pesta dengan teman-temanmu?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Aku hanya penasaran apa yang terjadi.
"Hehe... sebenarnya Jinko dan Satomi tiba-tiba ada rencana dengan pacarnya."
"Hmm... Persahabatan kalian sangat erat ya," sindirku.
"jangan berkata seperti itu," keluhnya sedih. Kemudian ia mendadak aktif mengendus,"Bau apa ini?"
"Oh ini," aku mengambil kotak ayam.
"Ayam! Kau sengaja membelikannya untukku ya?" tanyanya senang. Benar, karena aku yakin dia akan sangat menyedihkan merayakan malam natal sendirian.
"Bukan," tentu saja aku tidak akan jujur karena hanya akan membuat ia besar kepala,"selama di pesta aku tidak makan banyak, mangkanya aku lapar dan membeli ini."
Kemudian terdengar suara perut Kotoko. Wajahnya langsung memerah malu, "Aku hanya makan semangkuk ramen." Sudah aku duga. Malam natalnya sangat menyedihkan.
Kamipun saling diam. Aku meminum bir dan Kotoko menikmati ayamku. Kami terdiam cukup lama. Rasanya sedikit canggung. Kemudian ia mendadak berdiri. Ia menyalakan lampu natal di pohon natal dan sekeliling ruangan. Ia juga menyalakan lagu natal. Suasananya jadi lebih remang.
"Ini seperti natal yang sesungguhnya. Inilah kali pertama aku bisa merasakannya," kata Kotoko dengan senyum lega dan sedih bersamaan. " kau tahu, ibuku meninggal di saat aku kecil. Di setiap malam natal Ayah selalu sibuk dan pulang larut malam. Tentu saja aku berpesta dengan teman-teman dan lainnya, tapi aku belum pernah merasakan menghabiskan malam natal bersama keluarga. "
Mendengar cerita Kotoko aku merasa malu dan juga beruntung. Beruntung karena setiap malam natal ibu dan sekeluarga selalu merayakan bersama. Malu karena bagiku malam natal bersama keluaraga bukanlah hal yang spesial. Namun kini aku mengerti betapa berharganya hal itu bagi orang lain yang tak dapat merayakan dengan keluarganya. Selama ini aku selalu malas jika harus hadir dalam pesta natal dengan keluarga. Melihat Kotoko, aku merasa sangat bersyukur dan turut sedih akan kerinduan ia pada ibunya. Malam natal adalah malam di mana kami berkumpul dengan orang yang kami sayangi. Seperti sekarang, aku merasakan kehangatan hanya dengan berada di rumah bersamanya.
"Baiklah, aku akan membeli kue natal. Maksudku di sinilah kita, menikmati malam natal. Namun tidak akan lengkap tanpa adanya kue natal. Aku yakin pasti kebetulan ada kue yang tersisa. Aku akan..." ujar Kotoko penuh semangat.
"Kita punya kok," kataku membuat ia menoleh terkejut, "Heh?"
"Kue."
"Wah!" serunya takjub ketika menemukan kotak berisi kue. "Bohong, bagaimana bisa? Apakah ini hadiah dari santa?" katanya menghayal.
"Tentu saja bukan."
"Lalu... apakah kau yang membawa ini?"
"Tentu saja, siapa lagi?"
"Jangan bilang... kalau kau sengaja membelinya karena memikirkanku?"
"Kau itu terlalu pede ya. Ini dari seorang anak, katanya ia tidak bisa pulang kalau belum menjual habis kuenya." Tentu saja aku sangaja membelinya, karena aku tahu kau pasti menyukainya.
Kemudian ia menyalakan lilin di atas kue. "Ayo membuat harapan!" serunya semangat.
"Itu untuk ulang tahun," kataku setengah heran dengan pola pikirnya.
"Oh? Benarkah?" tanyanya belagak bodoh. Menggemaskan...
"Hei, ayo buat harapan," katanya lagi,"Ayolah!" dasar cewek.
"Bagaimana jika kau yang melakukannya?" tanyaku.
"Apa kamu yakin?" tentu saja aku yakin karena kau pantas mendapatkanya. Ia terlihat sangat senang. Entah mengapa suasana serta keadaan malam ini membuat perasaanku meluap-luap. Aku tidak bisa berhenti memperhatikan gerak geriknya. Begitu cantik, lembut dan ceria. Jika aku juga dapat meminta permohonan, mungkin aku akan meminta kepada Tuhan agar Kotoko mendapatkan apa yang ia harapkan dan selalu menjadi yang paling penuh kasih.
♡♡♡♡♡♡♡♡

Maaf lama nunggu.
Terima kasih vote dan commentny♡
Sy akn berusaha next episode. Mff jika trksan pendek. Episode ini aku khlngn bnyk kta mengespresikan perasaan Naoki... krn d sinilh episode d mn perasaan Naoki tergambar ckup jelas

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ITAZURA NA KISS : LOVE IN TOKYO (IRIE NAOKI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang