PART 17

76 3 0
                                    


Bandung, 2018.

Zeina masih duduk di sofa ruang keluarga bersama Clara yang masih setia memangku toples nastar yang siang tadi ia bawa dari Jakarta. Gadis itu seperti tidak bosan terus memasukkan isi dari toples tersebut ke dalam mulutnya satu persatu sembari mendengar cerita sepupunya.

"kau langsung mengiyakan saat kak Lucian mengajakmu menikah? bagaimana bisa kak?"

Zeina terdiam sejenak, memikirkan kembali mengapa ia langsung mengiyakan permintaan Lucian saat itu.

"aku juga tidak tahu, hal itu terjadi begitu saja" balas Zeina akhirnya setelah terdiam cukup lama.

"lalu, mengapa kalian berdua langsung memutuskan untuk menikah? mengapa tidak berkencan terlebih dahulu?"

Zeina kembali terdiam. Benar juga, selama ini ia juga tidak tahu mengapa Lucian langsung mengajaknya menikah alih-alih mengajaknya untuk berkencan terlebih dahulu. Ia tidak pernah menanyakan hal itu pada suaminya.

"aku juga tidak tahu mengapa, dari yang ku tahu, Lucian tidak pernah dekat dengan gadis manapun saat kuliah dulu. Aku juga begitu terkejut saat dia melamarku secara tiba-tiba dulu, tapi aku juga sangat senang, jadi. . ."

"jadi kau langsung berkata 'ya'? kau pasti sangat menyukai kak Lucian ya?" tanya Clara memandang Zeina dengan tatapan menyelidik.

Sementara yang di tanya hanya terkekeh kecil. Memang benar, dirinya begitu menyukai Lucian sejak dulu. Tapi dirinya bukan gadis-gadis lain di kampusnya yang punya keberanian untuk mendekati Lucian bahkan menyatakan perasaan pada pria itu.

"kau benar. Aku memang sangat menyukainya. Ah tidak, sebenarnya semua gadis dikampusku dulu juga menyukai Lucian" balasnya.

"tapi aku hanya mencintaimu"

Zeina dan Clara mengalihkan pandangannya pada sumber suara serempak. Disana, Lucian tengah memasuki ruang keluarga dengan tenang tanpa ada ayah mertuanya di sisi pria itu.

Gadis itu ikut menaikkan kedua sudut bibirnya melihat Lucian tersenyum. Wajahnya pun memanas kala mengingat apa yang suaminya ucapkan tadi. Ia kemudian melirik Clara yang duduk di sampingnya. Sepupunya itu juga tengah memandang dirinya dengan tatapan menggoda.

"apa ibu dan tante Maya pergi untuk istirahat?"

Tanya Lucian setelah menempatkan dirinya di sofa tunggal tepat di samping sofa yang tengah diduduki sang istri.

"eum, kau sudah selesai bermain caturnya? Kemana ayah?"

Lucian mengangguk.

"beliau juga sudah masuk ke kamar untuk istirahat"

"karena kak Lucian sudah di sini, aku juga akan ke kamar untuk istirahat. Aku tidak mau menjadi pengganggu kemesraan kalian" kata Clara jahil sebelum bangkit dan melangkah menuju kamar tamu dimana ada mama nya disana.

Lucian terkekeh kecil. benar kata istrinya, Clara memang menggemaskan. Pantas saja Zeina sangat menyayangi sepupunya itu.

Selepas kepergian Clara, Lucian bangkit. Kemudian mengulurkan tangannya pada Zeina, yang langsung disambut gadis itu. Pasangan suami istri itu berjalan beriringan menuju kamar mereka.

*****

Hari kamis pagi, kota Jakarta di guyur hujan deras. hingga kini pun langit masih ditutupi awan gelap. Suhu udarapun menjadi lebih dingin, menciptakan suasana yang sangat mendukung untuk tidur.

Itulah yang saat ini tengah Zeina rasakan. Entah tidak terhitung lagi berapa kali dirinya menguap. Matanya terasa sangat berat, efek bedagang semalam mengerjakan beberapa tugas kantor yang memang ia bawa pulang.

Zeina melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Pukul 09.14 pagi. Saat ini ia rengah berada di ruang kerja suaminya di kantor. Duduk di sofa panjang yang ada disana. Sedangkan suami tampan nya itu justru tengah berada di ruang konferensi, mengikuti rapat dengan jajaran top management perusahaan.

Gadis itu tidak tahu mengapa suaminya bersikeras menyuruh dirinya untuk tinggal diruangan ini. bahkan Lucian sampai menjemput dirinya di lantai tiga sekitar pukul 08.30 tadi pagi. Membuat kepala departemennya tidak bisa menahan kepergiannya, dan membuat dirinya merasa bersalah karena meninggalkan ruangan pada jam kerja ditengah banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan.

"hoaaaam. . . kenapa Lucian lama sekali?" gumam nya seraya menyandarkan tubuh rampingnya pada sandaran sofa.

Gadis itu menutup matanya yang memang sedari tadi sudah sangat sulit untuk terbuka. Tidak berniat untuk tidur sama sekali. tapi suasana yang sangat sunyi dan nyamannya sofa yang tengah ia duduki membuat dirinya tanpa sadar jatuh ke alam mimpi. Masih dengan posisi duduk dan menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

****

Ceklek

Lucian melangkah memasuki ruangannya. Kedua sudut bibirnya terangkat mendapati sang istri telah tertidur. Ia menggelengkan kepalanya kecil, istrinya pasti sangat mengantuk sampai-sampai tidur dengan posisi duduk di sofa alih-alih tidur di kamar yang memang ada di ruangannya.

Pria itu mendudukkan dirinya di samping sang istri. Satu tangannya terangkat, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik istrinya yang masih lelap dalam tidur. Mengusap lipatan yang tercetak jelas di dahi sang istri, kemudian beralih mengusap kepala Zeina dengan sayang. Lucian mencoba memikirkan kembali apa yang sekiranya tengah menggaggu pikiran istrinya beberapa hari terakhir.

Dirinya begitu menyadari bahwa istrinya tengah memikirkan suatu hal, atau jika bisa ia katakan, Zeina tengah mengkhawatirkan sesuatu. Hal tersebut terlihat jelas dari gerak-gerik istrinya yang beberapa kali terlihat melamun dan tidak fokus.

Bahkan dirinya begitu terkejut saat melihat istrinya membawa pulang pekerjaan kantor semalam. Dan membuat dirinya harus memaksa untuk membantu Zeina menyelesaikan pekerjaannya agar sang istri tidak tidur terlalu larut. Zeina nya bukan tipe orang yang suka menunda-nunda pekerjaan, dan Lucian tahu itu. Bahkan kepala departemen keuangan tempat istrinya bekerja pun selalu mengatakan bahwa Zeina selalu menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.

Lucian mencoba menunggu Zeina untuk menceritakan kekhawatiran itu tersebut padanya, tapi sampai hari ini sang istri sepertinya masih betah menyimpan kekhawatirannya sendiri. sebenarnya, alasannya membawa Zeina ke ruangannya sejak pagi adalah karena hal tersebut. Ia hanya berharap Zeina hanya sedikit lelah dengan pekerjaannya, untuk itulah ia mencoba menjauhkan istrinya sejenak dari rutinitas kantor yang mungkin saja memberatkan gadis yang sangat dicintainya itu.

Setelah terdiam beberapa saat. Lucian memutuskan membopong istrinya menuju ruangan yang memang sengaja ia fungsikan sebagai kamar tidur. Mungkin mereka harus bicara setelah Zeina bangun nanti.

Dibaringkannya Zeina di atas tempat tidur dengan hati-hati, setelah memastikan posisi tidur istrinya nyaman, Lucian melangkah keluar menuju meja kerjanya untuk kembali berkutat dengan tumpukan berkas yang menjadi tanggung jawabnya.

******

Gimana part 17 nya guys?

jangan lupa vote sama comment ya.

makasih :)

Zeina, After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang