Part 7

133 6 0
                                    

sesuai janji nih, aku bawain part 7.

happy reading guys.

*****&*****

Lucian datang membawa dua nampan berisi makan siang untuk mereka setalah sebelumnya telah meletakkan dua gelas minuman di meja. Sebenarnya Zeina ingin membantu, tetapi suami tampannya itu tidak mengizinkannya. Ia menjadi tidak enak, seharusnya itu adalah tugasnya sebagai seorang istri menyiapkan makan untuk suaminya, terlebih lagi ini adalah Cafetaria kantor, banyak pasang mata yang menatap mereka. Meskipun tidak secara terang-terangan, Zeina tahu banyak wanita yang memandang tidak suka padanya, mungkin karena mereka melihat Lucian bolak-balik membawa minuman dan makan siang ke meja mereka atau juga karena wanita-wanita itu tahu Lucian telah menikah.

"nah, ayo kita makan ai, jangan sampai supnya menjadi dingin" Lucian berujar sembari tersenyum begitu manis. Dan lagi, senyumannya benar-benar membuat terkejut banyak orang. Bagaimana tidak, CEO mereka, Meskipun ia bukan tipe pemimpin perusahaan yang arogan atau sangat otoriter terhadap karyawannya, akan tetapi Lucian David Fernandez memang dikenal sangat tenang, jarang berbicara, dan sangat dingin, terutama dengan wanita. Dan sepanjang yang mereka tahu, orang-orang yang ada didekatnya adalah pria, bahkan eksekutif asisten dan sekretaris yang bekerja bersamanya di lantai 65 juga seorang pria.

Ya. Lucian memang menghendaki semua karyawan yang bekerja dekat dengannya adalah pria, bukan, bukan karena ia memandang rendah seorang wanita atau menyepelekan kemampuan wanita. Ia hanya tidak suka dengan cara wanita-wanita itu menatapnya, ia juga tidak suka dengan gaya berpakaian wanita yang ia anggap terlalu terbuka. Lagipula menurutnya, untuk apa mempekerjakan wanita seperti itu, jika ia mengenal banyak karyawan pria yang sangat kompeten seperti ketiga sahabatnya?

"bi, lain kali, biarkan aku yang menyiapkan makan untukmu, itu tugasku sebagai seorang istri bi, dan lagi, orang-orang pasti akan menganggapku sebagai istri yang buruk karena membiarkanmu menyiapkan makan untukku" Zeina menatap Lucian.

"kau tidak perlu melakukannya. Hal-hal semacam itu, benar-benar keluar dari karaktermu" Zeina benar-benar merasa buruk saat ini.

sementara Lucian yang hendak memasukkan sendoknya ke dalam mulut mengurungkan niatnya. Lucian meletakan sendok dan garpunya ke atas piring kemudian menatap Zeina.

"jangan memikirkan apa yang orang lain katakana ai, bagiku, kau adalah istri paling sempurna untukku" ia menjeda kata-katanya sejenak untuk meraih tangan istrinya dan menggenggamnya lembut.

"dan masalah ini, aku sama sekali tidak keberatan menyiapkan makan untukmu. Bagiku ini tidak berarti apa-apa dibandingkan apa yang sudah kau lakukan untukku. Kau memasak untukku dirumah, menyiapkan pakaian kerjaku, menemaniku begadang dan kau selalu ada saat aku membutuhkanmu." Lucian berkata dengan begitu tenang, tanpa melepaskan genggaman tangannya dan tatapan lembutnya pada sang istri.

"sedangkan aku belum melakukan banyak hal untukmu, ini pengalaman pertamaku jatuh cinta pada seorang wanita ai, kau tahu. . . terkadang, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu senang. Dan karena kita menikah tanpa berkencan terlebih dahulu, tolong biarkan aku melakukan apa yang bisa di lakukan pria lain untuk wanita yang dicintainya"

Lagi, kata-kata yang keluar dari mulut Lucian benar-benar membuat Zeina ingin menangis. Ia begitu tersentuh mendengarnya. Matanya berkaca-kaca mendengar penuturan suaminya. Dan Lucian yang melihatnya mengusap punggung tangan Zeina dengan ibu jarinya. "jangan menangis, kau belum makan ai"

Zeina tertawa kecil, mengangguk dan tersenyum begitu lebar pada sang suami. Sebelum kemudian mulai menyantap makan siang mereka. Tentu saja diiringi tatapan orang-orang yang sayangnya tidak akan dihiraukan oleh keduanya lagi.

Zeina, After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang