#2

161 21 45
                                    

Nadia

Aku memang terkejut melihat siapa yang kini berdiri di depanku. Tapi yang membuatku lebih terkejut adalah Maggie dan beberapa teman cewek di kelas spontan menyerukan satu nama seolah mereka sudah mengenalnya.

"Arga!"

Aku menoleh ke arah Maggie yang kini sedang menatap sosok itu penuh binar dan juga dengan sarat keterkejutan yang nyata, "Lo kenal dia, Mag?"

Maggie mengangguk antusias, "Iya lah! Dia Arga!"

Belum sempat aku bertanya lagi, suara Bu Indira sudah mengambil alih suasana, memersilakan orang itu untuk memerkenalkan dirinya.

"Halo, selamat siang," dia berhenti sejenak untuk memberi kesempatan orang-orang didepannya menjawab, "Saya Arga, Angkasa Arga Atmaja, pindahan dari salah satu SMA di Bandung. Saya harap kita bisa berteman baik—"

Dia berhenti seketika, menggantungkan kalimatnya disaat matanya menangkap sosokku yang terduduk kaku beberapa meter di depannya. Setelah beberapa detik lengang, dia kini tersenyum. Senyum yang mampu membuat Maggie meremas rok abu-abuku gemas.

"—yeah, berteman baik. Sangat baik." Lanjutnya dengan tatapan yang tak bisa kubaca.

Aku buru-buru memalingkan pandangan. Setengah kesal, setengah jengah.
Bagaimana bisa? Cowok super duper sok asik itu akan satu kelas denganku dua tahun ini?

Seketika bayangan peristiwa hari sabtu lalu ketika di bus lewat dan langsung membuatku jengah. Dan bayangan Nenek yang menolakku untuk pindah sekolah di Bandung kian terasa menyakitkan saja, mengingat kesialan yang tidak akan kudapat dua tahun ke depan dengan satu kelas dengannya jika aku diperbolehkan pindah disana.

"Baik, untuk perkenalannya bisa kalian lanjut setelah ini, ya, karena kebetulan guru-guru sedang ada briefing. Nah, Arga, kamu bisa duduk disana." Bu Indira menunjuk arahku, tepatnya arah bangku tepat di belakangku yang kosong.

Aku mengernyit kaget plus tidak terima disaat Maggie malah berekspresi kegirangan. Ya Tuhan cobaan apa ini?

Mendengar arahan Bu Indira, dia mengangguk takzim dan tersenyum jahil ke arahku, lantas berjalan menuju bangku di belakangku yang kosong.

Biar kuperjelas lagi. Di belakangku. Belakangku. Persis. Persis. Persis!

Astaga. Demi apapun, aku boleh jadi sosok antagonis dengan menjagal langkah kakinya nggak, sih!?

***


Tentu saja, sudah bisa ditebak, sekeluarnya Bu Indira dari kelas, meja belakangku langsung penuh oleh cewek-cewek kelas—dan juga Maggie—yang ingin mengenal lebih jauh anak baru itu. Bahkan kursiku pun ikut terdesak-desak. Akhirnya aku pun memilih menarik tangan Rena keluar kelas, mencari udara segar dan mengusir segala kesumpekan itu.

"Mereka itu pada kenapa, sih! Norak!" umpatku setibanya di depan kelas, koridor kelas 11 tampak ramai karena jamkos sedang menguasai hari pertama masuk sekolah.

"Biasalah, ketemu idola, ya, gitu."

Aku mengernyit kaget seketika, "Hah? Idola? Idola apaan?!"

Kini Rena yang memasang wajah kaget dengan keterkejutanku, "Jadi dari tadi lo kesel gini tapi nggak tahu dia itu siapa?!"

"Eng, enggak. Hehe."

"Astaga!" umpatnya sambil menepuk jidat gemas, "Lo itu kudetnya kebangetan, ya, Nad! Heran gue, sumpah!"

Aku pun nyengir.

"Emangnya dia siapa, sih, Ren? Sampe pada heboh gitu."

"Males ngasih tahu, ah! Ntar lo jadi gila kayak si Maggie."

#A lettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang