Nadia
"Nad."Aku mendongak ke arah Kak Nadine yang langsung masuk aja, bahkan dia nggak ngetok pintu dulu!
"Masih punya sticky note gak?" tanyanya sambil membuka laci meja belajar.
Asli, punya kakak satu doang, tapi gak sopan banget.
Aku pun membiarkannya mengaduk isi laci itu, mengembalikan mataku di bacaanku lagi, "Enggak, belum beli."
Dia mengembuskan napas sambil menutup kembali laci, menyetujui omonganku karena tangannya tak juga menemukan yang dicarinya.
"Tumben amat. Biasanya kan lo yang paling-wih! Siapa, nih?!"
Aku seketika mengalihkan pandangan ke arahnya yang kini sedang memegang majalah yang kubeli sabtu lalu.
"Ganteng banget, Woi! Gila!" sambungnya terduduk lemas di kursi belajar.
Aku hanya mengembuskan napas malas, kebiasaan.
"Biasa aja."
Mendengarnya, dia langsung menjalankan kursi belajar beroda itu ke arahku dengan cepat, "Mata lo kemana, sih?! Ini ganteng banget tau!! Eh, tapi kok gue kayak gak asing ya sama ni wajah? Kayak pernah liat gitu."
"Iyalah orang satu sekolah." bisikku tanpa melihat ke arahnya.
"H-APAA?!!!!" serunya bangkit berdiri.
"Apa lo bilang?!!!"
Aku mendongak sekilas, "Gue gak bilang apa-apa."
Kak Nadine tak tinggal diam dengan jawabanku yang ogah-ogahan, dan langsung meringsek ke arahku, kian membuat sempit sofa tempatku duduk.
"Gue tadi denger lo ngomong apa ya, jangan kira gue sebudeg itu! Cepet ulangi maksud lo tadi apa!"
"Hih, sanaan, ah! Sempit tau!" seruku mendorong tubuhnya menjauh sambil memundurkan tubuh.
Tapi dia tak menyerah, meringsek ke arahku lagi, "Gak, kasih tau dulu! Apa yang terjadi di sekolah selama gue gak masuk seminggu lalu!?"
Aku pun memutar bola mata malas, dan mendorongnya lagi.
"Dia anak baru, di kelas gue."
"APA?!!!!!! SUMPAH DEMI NEPTUNUS SPONGEBOB, KELAS LO KEMASUKAN COGAN INI?!!!"
"Kak, gausah lebay, deh. Kasihan Neptunusnya."
Dia malah semakin bertingkah gila, kini beringsut mendekat dan mencengkeram kedua pundakku.
"Lo harus dapetin dia!" Ancamnya dengan mata berapi-api, "Biar gue punya adek ipar cogan!!"
Aku pun langsung melepas kedua tangannya dari pundakku dengan kedua tanganku, "Ogah." kataku sebelum bangkit dari duduk dan menuju meja belajar.
"Hih, Dek. Gue kan pengen punya adek ipar ganteng, model lagi..." katanya dari arah punggungku yang sepertinya sudah membuka-bukanya karena terdengar suara halaman dibalik-balik.
"Yaudah, kalo gitu kenapa gak lo aja yang deketin dia?"
"Enggak lah, berondong bukan level gue. Level gue itu yang dewasa."
"Cih, lo itu masih seumuran kali sama dia itungannya." kataku sambil meneruskan kegiatan awalku menata jadwal harian untuk besok, dan ketika aku mengaduk isi tas untuk mengeluarkan buku-buku hari ini, tanganku menemukan sesuatu.

KAMU SEDANG MEMBACA
#A letters
Ficțiune adolescenți"How can i love when i'm afraid to fall?" --- Tentang kisah masa SMA yang sebenarnya biasa aja, nggak antik sama sekali, apalagi romantis. Beneran, kisah ini biasa aja. Tapi, cerita ini cocok untuk kamu yang mendamba kisah kehidupan SMA dengan konfl...