- Mulmed : Nadia -
***
Juna
"Ah, akhirnya masuk kelas juga lo, Bos!" Denny menyapa ketika gue baru aja masuk.
"Lo kangen gue?"
"Iya, gue kangen banget sama temen sebangku gue ini!!" katanya sambil memeluk gue yang langsung aja gue dorong menjauh.
"Jijik."
"Oh, Sayang, kamu medapat penolakan, ya? Sabar, sabar." Martin merangkulnya dan menepuk-nepuk dadanya.
Gue langsung melangkah menuju bangku untuk meletakkan tas, meninggalkan mereka yang masih berdrama ria di dekat pintu.
"Wah, Nadia! Rambut baru, ya?" Suara Denny mampu membuat gue menoleh ke arah pintu seketika.
"Wih, cantik bener, dah, sekretaris galak kita ini!" Martin menyahut, ikut menghadang langkah Nadia yang hendak masuk lebih dalam di kelas.
Seperti biasa, tak ada sahutan dari mulut cewek itu. Gue tebak, dia pasti sedang mendelik kesal.
Gue pun langsung berjalan mendekat dan menyibak mereka untuk berhadapan dengannya.
"Hai, Nadia." Gue menyapanya sumringah yang kini sedang menatap tak bersahabat.
Yeah, seperti yang gue tebak. Dia sedang mendelik tajam, bahkan gak jawab sapaan gue!
"Cantik banget, sih, hari ini? Sengaja buat nyambut kedatangan gue di kelas, ya?"
Dia tetap menatap malas, "Gak jelas." katanya sebelum menyibak barikade kami, dan menyenggol bahu gue.
Gue pun secepat kilat berbalik dan menghadangnya lagi.
"Eit, eit, eit!" Gue berdiri di depannya dengan penuh semangat, tapi dia hanya membalas dengan kernyitan tak suka.
"Apa, sih?"
"Galak amat sih, Nad, elah."
Saat Nadia mau ngomong, tiba-tiba seseorang yang datang dari belakang gue menyodorinya sekotak susu cokelat yang langsung diterima oleh Nadia dengan tatapan kaget, gue rasa si Nadia reflek nerima aja kayak peristiwa Jumat lalu, gak bener-bener mau nerima.
Anak baru itu berdiri di dekat kami sekilas lalu langsung beranjak lagi yang gue rasa mau keluar kelas. Pas ngelewatin gue, dia natap gue sebentar yang tentu aja gue tatap balik. Yang gue herankan, tu anak baru kenapa dah ganggu waktu gue sama Nadia pas lagi berdua melulu. Nggak suka? Atau,...
"Eh, eh, mau kemana?" Gue langsung reflek menghadang ini cewek yang udah mau pergi gitu aja.
"Lo mau apa, sih?" tanyanya kesal.
"Pagi-pagi jangan galak-galak, dong. Masa baru potong rambut galaknya gak kepotong juga?" Gue berkata dengan tersenyum, senyum yang mampu membuat anak-anak kelas 10 takluk. Tapi, sepertinya pesona senyum gue gak bisa naklukkin cewek ini gitu aja.
Nadia tampak terdiam menatap gue, lalu tersenyum miring, dan sedetik kemudian tanpa gue duga sama sekali, kakinya telak menginjak kaki gue dengan kerasnya. Dan lalu berjalan nglewatin gue disaat gue lagi meringis kesakitan.

KAMU SEDANG MEMBACA
#A letters
Teen Fiction"How can i love when i'm afraid to fall?" --- Tentang kisah masa SMA yang sebenarnya biasa aja, nggak antik sama sekali, apalagi romantis. Beneran, kisah ini biasa aja. Tapi, cerita ini cocok untuk kamu yang mendamba kisah kehidupan SMA dengan konfl...