PLANO, TEXAS
_06 December 2008_Cerita ini dibuka dengan bunyi sirene dan suara baling baling helikopter yang menggema di seantero kota pada malam hari itu.
.
.
."BREAKING NEWS... Seorang pria di temukan dalam keadaan tewas mengenaskan di kediamannya pada jam ***** dengan beberapa tusukan di tubuhnya.
Tim forensik mengklaim, terdapat dua tusukan pisau di bagian leher, dua tusukan di paha kanan, satu tusukan di betis kiri. Dan sepuluh tusukan di organ vital. Sayangnya, hingga saat ini pihak kepolisian bersama tim forensik tak menemukan senjata pembunuhan tersebut.
Sebuah replika menggambarkan, bahwa korban berusaha melawan. Hingga pelaku melumpuhkan kaki korban terlebih dahulu.
Korban yang di klaim berumur 50 sampai dengan 60 tersebut tengah di amankan di ****.
Sayangnya data korban dinyatakan tidak valid dengan kata lain tidak diketahui. Tak ada satupun yang mengenali korban. Juga website yang menulis tentang data dirinya. Oleh karna itu, tim forensik kesulitan untuk membongkar identitas korban.
Sementara sampai saat ini, kepolisian juga pihak yang berwajib, tengah menganalisis kasus kejadian pada senin, malam, 06 December 2010 ini.
Demikian dari saya, ****, ***** mengabarkan... "
.
.
.
.Napas anak lelaki itu tak beraturan. Sudah lima jam ia duduk dalam keadaan berantakan di sana. Namun Tubuhnya masih bergetar sejak tadi. Tangannya penuh darah. Wajahnya pucat pasi.
Anak itu meringkuk. Memeluk lututnya erat. Di sampingnya, tergeletak pisau berwarna perak dengan darah yang sudah mengering di kedua sisinya.
Sirene masih terdengar di sepenjuru kota kecil itu. Baling baling helicopter berputar kencang, membuat bunyi angin yang menakutkan bagi anak yang baru berusia sepuluh tahun itu.
Helikopter itu bagai terbang di atasnya. Dan sirene itu bagai mengelilingi raganya.
Pada siapapun ia berharap, untuk membawanya pulang ke rumah.
Anak itu takut. Sangat takut.
.
Ia menunggu di sana. Di tempat pembuangan akhir. Satu satunya tempat yang menurutnya paling aman.
Bayang bayang pria tua itu mengusik pikirannya. Wajah penuh darah nya bagai bergentayangan di sekeliling nya. Menghancurkan mentalnya. Anak itu menangis. Menangis tanpa suara.
Saat di dengarnya sirene polisi semakin dekat di telinganya, anak lelaki kurus itu perlahan memundurkan tubuhnya hingga ia berada di tengah tengah tumpukan sampah.
Suara sirene itu hanya lewat. Tak ada polisi yang memeriksa tempat ini sejak lima jam yang lalu.
Padahal debaran jantung anak itu sangat kencang, saat ia pikir polisi akan segera menemukannya.
Anak kumuh itu menatap nanar pisau yang di penuhi darah kering itu.
Sesuatu yang buruk terlintas di kepalanya.
Ia berjalan duduk untuk mendapatkan pisau tersebut. Meraih genggamannya. Tangannya terasa pas dengan pisau yang cukup kecil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Help Me (Revisi Sebelum Lanjut)
RandomMemasuki masa remaja, bukan cinta yang mereka rasa. Hanya ada tangis dan derita. Juga darah, yang sudah jadi hal biasa.