Rael

633 57 67
                                    


"Namaku..

Rael"
.
.
.

Cercaan tak henti hentinya terlontar pada murid baru di depan. Tapi siapa peduli, toh si murid baru yang tampak keren itu tak berniat menjawab semua pertanyaan mereka yang menurutnya tak penting. Tapi, senyum pamungkas nya tak lepas dari wajah itu. Kenapa ia tersenyum? Apa ia ingin terlihat seperti orang baik? Ah.. Bukankah kebanyakan murid baru melakukannya saat memperkenalkan diri? Atau,, mencari sensasi?

Tidak ada satupun yang peduli dengan senyuman lelaki itu, kecuali si gadis rambut panjang yang duduk di ujung sana, dengan wajahnya yang sangat pucat entah sejak kapan.

"Boleh aku memanggilmu el?" Tanya suara cempreng seorang murid perempuan dari barisan belakang.

Para murid terlihat berpikir dan mengulang ulang sebutan 'el' dalam benak mereka.

Sepertinya cukup keren.

"Tidak buruk, aku tidak keberatan" Tukas yang sedang berdiri di depan dengan wajah sumringah.

"Kyaaa dia tersenyum seperti itu"

"Tampan nyaaa"

"Sudah kuputuskan, aku akan menembaknya setelah ini"

"Tidak dia punyaku "

"Kita lihat saja nanti siapa yang terpilih"

"Hei hei kaliaan"

Suasana kelas gaduh oleh para ciwik ciwik pemuja wajah tampan.

Pak dion selaku wali kelas menenangkan para murid2 cewek dengan pukulan andalannya di meja guru. Dalam hitungan detik para ciwik2 itu menyusutkan suara. Mereka sudah cukup dewasa untuk menyadari bahwa sikap itu memalukan. Tapi mau bagaimana lagi,, wajah dan postur tubuh murid baru itu beneran tipe mereka.

"Huh seperti tidak pernah melihat cowok tampan saja" Desis salah satu murid lelaki, terdengar sirik.

"Jelas jelas kau cemburu.. "
"Huu sirik yaaa"

"HUSH DIAM! " Pak dion menggertak meja sekali lagi. Walaupun dialog yang baru saja tak lebih dari sebuah bisikan, tapi tetap saja. Itu memalukan.

Beberapa detik setelah kelas benar benar diam, pak wali kelas itu mengarahkan pandangannya pada gadis rambut panjang yang duduk di bangku ujung.

"Siren... "

Wajah pucat dengan beberapa keringat yang mengilap di dahi gadis itu terlihat jelas.

Lelaki itu ikut memandang ke arahnya. Semua mata menyorot nya sejak pak guru itu menyebut namanya.

Gadis itu seharusnya tidak peduli. Tapi, sepasang mata itu mengintimidasi nya. Menusuk bahunya yang mulai bergetar.

"Ya.. Ya pak?... " Sayangnya, suara itu terdengar bergetar.

Siren menggigit bibir bawahnya sedikit. Perasaan apa ini?

"Kau baik baik saja?" Tanya pak dion khawatir, walau bukan pertanyaan itu yang ingin ia lontarkan tadinya.

"Kau oke ren? " Bisikan angel dari belakang bangkunya.

Help Me (Revisi Sebelum Lanjut)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang