Istirahat jam pertama. Kelas gaduh. Itu sudah bisa di prediksi saat pak hedar mendatangi tiap kelas dan mengumumkan nama nama yang harus di interview, menunggu kedatangan mereka mereka ini di ruang kepsek sekarang juga.
"Cepat cepat polisi dan pengacara sbentar lagi akan tiba! "
.
Karna sudah pasti tiap kelas memiliki objek dari nama yang tercantum di rekapan. Maka lebih tepatnya, sekolah bertingkat lima berwarna beige itu sedang ramai oleh demo para murid. Kebanyakan dari mereka tentu saja tidak setuju di interview. Bukankah itu terdengar bahwa mereka adalah tersangka?
Mereka tidak Terima.Murid murid berdesakan desakan dan terus berdatangan ke ruang guru lantai dua. Terlihat para pemuda pemudi berseragam yang sedang berkoar koar melawan yang lebih tua dengan seragam dinas mereka.
"Para polisi itu sudah pasti mencurigai kami!"
"Ayolah pak, bu.. Kenapa pihak sekolah menyetujui itu? Apa kalian tidak percaya pada kami? "
"Bu.. Bukan seperti itu.. " Para guru kelimpungan, tak punya sela untuk menjawab.
"Tak perlu di ragukan lagi.. MEREKA HANYA INGIN SEMUA INI BERES! "
"Bukankah mereka memang tak pernah peduli? "
"Mereka hanya mengambil uang kita dan membiarkan ini terjadi"
Guru guru itu tak berkutip. Saling pandang, air muka mereka masih mencerna dengan demo yang sangat tiba tiba ini.
"Hei hei ada apa.. Bicarakan dengan baik. Dimana sopan santun kalian" Guru kimia kelas 12 itu memajukan diri, mencoba menenangkan. Walaupun yang ada malah membuat mereka bertambah geram.
"KAU MEMANG TAK TAHU ATAU PURA-PURA TIDAK TAHU"
"I.. Itu,, perkara yang mana... " Suara guru itu menciut. Melihat murid laki laki yang bertubuh besar berteriak di depannya.
"Masih mau mengelak.. Tidak tahu diri" Sinis murid perempuan berponi yang ada di samping murid bertubuh besar.
Guru bahasa Indonesia keluar dari sekatnya dan berdiri di samping guru kimia yang sepertinya tak berani bercakap lagi. Takut salah ngomong.
Wanita yang di sanggul itu terlihat berwibawa. Tersenyum pada_hampir semua murid yang ada di sana.
"Apa... Ini tentang interview?" Ucapan pamungkas nya terdengar lembut. Menuntut para murid untuk luluh.
Tapi sepertinya tidak.
"TAK USAH BANYAK TANYA, SIALAN" mata murid itu melotot di depan guru bahasa yang terlihat mungil di hadapannya.
"SANJAYA!" Guru olahraga menggertak meja dengan sangat keras. Mengagetkan semua orang.
Si pemilik nama sanjaya, yang bertubuh besar, yang bagai simba di antara yang lainnya, yang baru saja berteriak di depan guru bahasa_mengatupkan gigi hingga dapat terdengar oleh murid perempuan berponi di sampingnya.
"KAU SUDAH KELEWATAN" Guru olahraga itu terlihat murka. Yang tadinya beberapa guru masih bisa berbisik bisik santai. Kini menegang dan tak satupun berani bergerak. Suasana bertambah pelik saat guru olahraga berotot itu menggebrak meja.
"KALIAN SEMUA SUDAH KELEWATAN!" teriak sang guru olahraga lagi. Urat lehernya terlihat jelas. Dia benar benar marah.
"Sudah sudah..." Guru bahasa memberanikan diri untuk menyudahi gertakan guru olahraga yang berdiri di ujung sana.
"Begini, San, teman teman semua.... Mengenai interview kalian ini.. Bukan wilayah kami untuk membantahnya. Ini sudah ketentuan dari tim forensik dan kepolisian. Dan kepala sekolah menyetujui itu.. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Help Me (Revisi Sebelum Lanjut)
RandomMemasuki masa remaja, bukan cinta yang mereka rasa. Hanya ada tangis dan derita. Juga darah, yang sudah jadi hal biasa.