Fenomena hujan

241 20 6
                                    

.

Hujan.

Satu fonemena yang membuat semua momen pada saat itu, detik itu berubah haru, pilu, dan sentimental.

Lihatlah wajah gadis itu,, tak bisa diijabah kan...

"Kau....

... Kau membunuh ayahku"

.

.

.


"DIKARENAKAN HUJAN AKAN TURUN, PELAJARAN OLAHRAGA DI LANJUT DI LAPANGAN BASKET. SEMUANYA MASUK SEKARANG JUGA!"

.

.

.

"hey ay.. Mau kah kau menemaniku ke kelas?"

"Aku lelah sekali angel. Kenapa kau tidak minta tolong sama yang lain saja?"

Angel mendekat, berbisik pada gadis itu yang sedang memijat mijat lututnya.

"Ada yang ingin kuperiksa. Lagipula, bukankah kita harus mencari bukti?"

Angel mendekat ke telinga aya.

"Kebetulan sekali, kelas sedang kosong"

Gadis berwajah oval itu membulatkan mata.
Tiba tiba wajahnya berubah antusias. Sebelum mengangguk yakin, ia melirik anni yang sedang men-dribble bola basket di tengah lapangan.

Ini kesempatan besar.

"Ayo!"

Ya, tentu saja mereka akan memeriksa tas murid yang sudah mereka curigai beberapa hari itu. Anni.

.

.

.

Rael melangkah setelah menggeser hingga tertutup pintu kelas di belakangnya.

"JANGAN MENDEKAT!"

Lelaki itu berhenti. Jaraknya sudah berada dekat dengan siren. Pemandangan jendela di samping mereka menampakkan hujan yang mengguyur bumi.

Namun bukan hanya hujan yang terlihat deras di mata rael. Air mata siren tak kalah derasnya. Amarah siren berada di tingkat yang sama dengan guntur dan kilat yang bermain di luar sana.

Siren tak main kata. Tak banyak drama. Semua ia salurkan dari wajahnya.

Ia marah, sedih, kecewa, terhenyak, tak berdaya.

"Kau pasti orang yang membunuh ayahku... "

Namun, semua emosional gadis itu tak sedikitpun menyentuh jiwa perasaan lelaki itu yang ber notabene_masih menjadi misteri itu.

"Kau pasti sudah gila sejak kejadian itu"

Murid lelaki di depannya mengambil notebook hitam yang di genggam siren_dengan sangat erat karna emosi_dengan santainya.

Lihat, siapa yang gila.

"Siapa nama ayahmu? Apa aku mengenalnya? Kau punya bukti kalau aku membunuhnya?" Tanya nya dengan nada santai namun dingin di saat bersamaan. Ia memeriksa lembaran lembaran di notebook itu sebelum menutupnya kembali. Secara esensial, murid baru itu merasa tak bersalah.

Siren maju selangkah. Du langkah. Tiga langkah. Kemudian mereka berhadapan dengan sangat dekat.

Rael bisa melihat sebulir air mata jatuh dari pelupuk mata yang sejak pagi memang sudah bengkak itu.

Help Me (Revisi Sebelum Lanjut)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang