20. AL

117 10 4
                                    

.
.
ALI POV

aku tersenyum begitu tulisanku tuntas. tulisan yang kusengaja terlihat miring dan bersambung. entah, aku hanya ingin membuatnya terlihat berkesan dan memiliki makna.

hari ini tanggal 21
dua-puluh-satu.

biarkan semuanya berjalan seperti sebelumnya, yang membiarkan hari ini ada.

pelan2, kulipat origami biru tua ditanganku. bukan sesuatu yng spesial. tapi aku tahu, resiko apa yang kudapatkan dari tulisanku tersebut.

aku menulis ini untuk siren. nanti, kuharap ia tak marah ketika membaca tulisan absurku ini.

ah, aku tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. tepatnya hari ini. hari ini.

rael_tepatnya pembunuh berdarah dingin itu_ datang lima menit setelahnya. aku tak tahu bahwa ia akan datang ke sekolah secepat ini.

ia menatapku sekilas saat memasuki ruangan. lalu berjalan ke bangkunya yang lebih di belakang.

kelas terasa menakutkan dalam seketika. atau karna ia menatapku dari belakang? aku tak peduli. yang harus kulakukan adalah pergi dan bersembunyi.

ya, aku harus bersembunyi sebanyak yang aku bisa. tapi aku bukan pengecut.

"kau tak lupa hari ini, kan?" tanyanya saat aku berdiri dari bangkuku. suaranya membuatku terpaku.

tentu saja tidak.
ia selalu menerorku dan mengirim pengingat tanggal tentang hari ini di computerku, beserta suara2 teriakan histeris pembunuhan.

aku tahu,
ia akan_mencoba_membunuhku hari ini.

tapi aku tak ingin peduli. tak ingin terlihat takut. pergi dari kelas adalah jalan keluar terbaik untuk kali ini.

baru dengan satu langkah gerakanku, ia bersuara lagi.

"temui aku di atap saat pelajaran ke dua"

pintanya, dan itu telak.

"tenang, aku tak akan membunuhmu"

dan aku tak bisa membantah.
.
.

"saya mau ke toilet"

guru mengizinkanku. kutatap rael sekilas. tapi ia tenang dengan melukisnya. seakan tak ada janji diantara kita.

dengan pelan, aku mengambil cat air berwarna merah yang masih penuh didalam botol. juga kuas berukuran sedang. aku tak ingin seseorang melihat tingkah mencurigakanku. dan detik setelahnya, siren menahanku untuk tidak keluar.

ia khawatir_sejak tadi pagi ia selalu cemas jika aku berjalan sendirian.
aku tahu kenapa ia seperti itu.
karna siren tahu, hari ini rael akan membunuhku.

mungkin
.
.

dan, disinilah kami. di atap sekolah sesuai janji.

lelaki itu datang lima menit setelahku. dalam hati aku bertanya2, apa siren tidak sadar dengan kepergian rael?

"kupikir kau akan kabur. rupanya kau tak sepengecut itu" sarkasnya dg wajah dibuat takjub.

"aku tak takut" telakku, tersenyum pendek. sudah kubilang, aku tak ingin terlihat seperti pengecut didepannya.

"kau bisa mengatakan apa saja sekarang. mungkin aku masih menerima ancaman" lanjutku.

"dengar, al.." rael maju satu langkah.

aku benci saat ia memanggil namaku dengan sok akrab.

"kau pikir, untuk apa aku membunuhmu jika aku punya sesuatu untuk membuatmu bungkam"

Help Me (Revisi Sebelum Lanjut)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang