- BAB 21

1.1K 99 2
                                    

Matahari sudah mulai naik, aku mengerjapkan mataku, mencoba untuk kembali sadar, semenjak kejadian hari itu, Ayah dan Ibu semakin ketat menjagaku, bahkan tidak semua jadwal panggung mereka ijinkan untuk aku ikuti.

Aku tahu kalau mereka pasti sangat khawatir dengan keadaan ku, tapi aku sendiri yang merasa bosan.

Aku mulai bangkit dari atas tempat tidurku, aku melirik ke arah jam dinding yang kini sudah menunjukan pukul delapan tepat.

Baiklah, sepertinya hari ini aku akan bebas, karena tidak ada jadwal, oh iya, dimana Chanyeol? Biasanya dia sudah membangunkan aku jam begini.

Aku pun mengingat kata-katanya tadi malam, kata-kata yang dia ucapkan dengan tulus, aku bisa merasakannya.

Dan kalau hatiku tidak bermain dengan diriku, ataupun kalau aku mencoba untuk mengalah dari hatiku sendiri, bisa aku katakan kalau sepertinya aku juga mempunyai rasa yang sama terhadapnya.

Aku menatap pantulan diriku di cermin, muka yang sangat kusut karena baru saja bangun tidur, tatapan ku mengarah kepada kalender kecil yang ada di atas meja. "Astaga, minggu depan aku akan berusia 17 tahun," gumam ku sendiri.

Diriku tersenyum, tapi senyuman itu hilang saat handphone ku bergetar menampilkan notifikasi di layar utamanya.

"Siapa yang mengirimkan aku pesan?" tanyaku sendiri.

"Chanyeol," gumamku saat membaca nama pengirim pesan tersebut.

Selamat pagi Sowon, sekarang aku sedang tidak di rumah, mungkin sore nanti baru aku akan pulang, aku sudah meminta ijin di Ayah dan Ibumu, jangan keluar rumah tanpa pengawasan ingat. Jangan lupa membalas pesannya.

Aku langsung membuang handphone ku ke atas kasur tanpa membalas pesannya, aku pun berjalan keluar dari dalam kamar menuju lantai bawah.

"Selamat pagi sayang," sapa Ibuku.

Ibuku langsung berjalan ke arahku lalu memelukku dengan erat, sedangkan Ayahku kini sedang duduk di sofa dengan bacaan paginya.

"Sowon, bagaimana keadaanmu?" tanya Ayah.

"Aku baik," jawabku.

"Oh iya, Kakek mengetahui tentang kejadian waktu itu, dan dia sangat khawatir."

Aku hanya tersenyum setelah meneguk segelas air.

"Bagaimana kalau kau menelfon kakek sekarang," saran Ibu.

Aku langsung mengambil telfon rumah dan dengan senang hati aku menghubungi kakek.

Nada tunggu membuatku tidak sabaran, dan akhirnya orang yang ku telfon itu pun menjawab.

"Halo kakek," ucapku girang.

"Sowon, ap...uhuk...apa kabar?"

Aku terdiam sejenak sebelum kembali menjawab kakekku itu.

"Aku baik, kakek sakit yah?" tanyaku dengan nada penasaran, Ayah dan Ibu yang mendengar pertanyaanku langsung menatap ke arahku.

"Tidak sayang, kakek tidak apa-apa," balas kakek yang aku curigai itu adalah kebohongan.

"Kakek, jika kakek sedang sakit, kakek jangan lupa meminum obat yah," ucapku.

"Iya sayang, sudah dulu yah, kakek sedang ada kerjaan,"

"Baiklah," balasku.

Wajahku berubah menjadi sangat murung.

"Kenapa sayang?" tanya Ibu yang langsung merangkul diriku.

"Apakah kakek sedang sakit?" tanyaku, Ibu hanya tersenyum begitupun juga dengan Ayah, ada apa ini?

"Tidak apa-apa sayang," balas Ibuku.

"Sekarang lebih baik kamu mandi dan kemudian sarapan," celetuk Ayah, aku pun menuruti perkataan kedua orang tuaku itu.

***

Pikiranku tidak bisa tenang, aku sangat khawatir dengan kakek di sana, aku sangat menyayangi kakekku itu.

Setelah aku selesai mandi, aku mengambil handphone ku yang berada di atas kasur lalu mencari kontak Chanyeol.

Aku mencoba untuk meneleponnya, sudah empat kali aku mencoba, tapi tetap saja tidak diangkat.

Menyebalkan sekali.

***

Waktu berlalu begitu cepat bagiku, sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dari tadi aku hanya duduk diam di dalam rumah, seperti pesan Chanyeol tadi aku tidak boleh keluar rumah tanpa adanya pengawasan.

"Kenapa kau baru pulang?" tanyaku sinis terhadap Chanyeol yang baru saja datang.

"Aku banyak urusan Sowon," balasnya.

"Ih...," gerutuku kesal.

Aku langsung saja ingin berlalu masuk ke dalam kamarku, tapi semua itu berubah saat aku tidak sengaja melihat Ibuku menangis di dalam kamarnya.

Pintu kamarnya sedikit terbuka, aku melihat Ayah sedang merangkul Ibu yang kini tengah menangis, "Kenapa, kenapa harus secepat ini ayah meninggalkan kita?"

Satu kalimat itu yang keluar dari mulut Ibu, langsung membuatku membelalakan mata.

"Kakek," lirihku cukup kencang, membuat Ayah dan Ibuku langsung melirik ke arahku.

"Sayang," Ibuku langsung berlari dan memeluk diriku.

Aku pun mulai menangis, Ayah dan Ibuku memelukku dengan erat.

"Kenapa? Kakek tidak apa-apa kan?" tanyaku seraya menangis.

"Sayang, kakek telah tiada," ucapan Ayah membuat tubuhku lemas mendadak.

Aku benar-benar meluapkan tangisanku malam itu.

Update soon

Mr. Bodyguard✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang