- BAB 23

1.2K 86 0
                                    

"Sowon, bagaimana kabar mu?"

"Sowon apakah pelaku penculikan sudah ditangkap?"

"Sowon, kenapa kakek mu bisa meninggal?"

"Apakah kau tidak akan melakukan comeback lagi?"

Banyak sekali wartawan yang menghalangi jalan ku untuk keluar dari dalam bandara.

Beberapa menit yang lalu, aku, Chanyeol, dan keluargaku sudah tiba di Tokyo, tapi aku sangat susah untuk berjalan keluar dan masuk ke dalam mobil karena banyak dihalangi oleh wartawan.

Sedangkan Chanyeol, kini dirinya tengah merangkul diriku yang terus menunduk, tidak berniat untuk menjawab pertanyaan pertanyaan dari para wartawan tersebut.

"Tolong, beri jalan, Nona Sowon tidak bisa menjawab pertanyaan kalian saat ini," ucap Chanyeol yang berusaha membuka jalan bagi kami.

Dan akhirnya, aku pun bisa masuk ke dalam mobil, Chanyeol langsung masuk ke dalam mobil dengan cepat lalu menginjak gas mobil pergi meninggalkan bendara.

Sedangkan Ayah dan Ibuku, mereka sudah jalan lebih dulu.

"Chanyeol," panggilku.

"Ada apa?" jawabnya lembut.

"Apakah, apakah aku sanggup nanti saat melihat jenazah kakek?" tanyaku dengan sedikit bergetar, karena merasa ingin menangis lagi.

Dan tidak perlu waktu lama untuk air mataku turun kembali, Chanyeol menginjak remnya, memberhentikan mobil itu di pinggir jalan raya.

Hal itu membuatku terkejut, karena dia melakukan hal itu secara mendadak.

"Lebih baik aku tidak membawamu ke sana, biarkan saja Ayah dan Ibumu yang melakukan pemakaman," ucap Chanyeol yang terdengar sangat dingin.

"Aku tidak akan kuat melihatmu menangis di sana, jadi tolonglah, berhenti membuatku khawatir padamu," lanjut Chanyeol, kali ini nadanya sangat lembut.

Aku hanya terdiam, akhirnya Chanyeol menginjak gas mobil dan segera pergi ke rumah kakek.

Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam, mengamati wajah Chanyeol, hingga aku tak sadar kalau kita sudah tiba di tempat tujuan.

"Hay jangan melamun," ucap Chanyeol yang membuatku terbangun dari lamunan.

"Aku tidak melamun," elakku gelagapan.

Dia terkekeh, "Jika kau berbohong, hidungmu akan memerah," bisiknya yang membuatku bingung.

"Aku tidak berbohong," elakku lagi.

Tiba-tiba dirinya langsung mencubit hidungku, dan yah, membuatnya merah.

"Ihh...kau menyebalkan," gerutuku.

Chanyeol pun keluar dari mobil begitu juga diriku, aku melihat keluar, bahwa gerbang utama telah ditutup agar tidak ada masyarakat lain yang bisa masuk dan melihatnya.

"Chanyeol tolong bantu saya mengangkat barang-barang di sana," ucap salah satu pelayan meminta tolong kepada Chanyeol.

"Sowon, jangan kemana-mana yah," pintahnya padaku, aku hanya tersenyum sebagai balasan.

Aku pun tidak tau harus berbuat apa, diriku hanya berkeliling taman belakang, lalu masuk ke dalam rumah, lalu keluar lagi.

Aku benar-benar sangat bosan, aku memilih duduk di kursi taman yang ada di bawah pohon.

Aku pun teringat saat dimana aku, nenek, dan kakek sering menghabiskan waktu bersama-sama di sini, saat aku masih kecil.

"Aku merindukan kalian," lirihku.

"Jangan katakan kalau kau ingin menangis lagi?"

Suara itu benar-benar membuatku langsung menoleh ke arah belakang, "Aku tidak mau menangis lagi," ucapku.

"Ehm...benarkah?" tanya Chanyeol.

"Karena aku tidak mau membuatmu khawatir lagi," balasku tulus.

Dia tersenyum, lalu menggandeng tanganku masuk ke dalam rumah.

Di sana sudah ada Ayah, Ibu, pelayan lain, dan juga peti.

Mataku mendadak perih saat melihat peti berwarna putih itu, tapi Chanyeol langsung mempererat genggaman tangannya.

"Sowon lebih baik kau bersiap sekarang," ucap Ibuku.

Aku pun hanya menunduk lalu berjalan ke arah kamarku saat itu.

Aku memakai baju terusan berlengan panjang, dengan warna hitam yang mendominasi, aku berjalan keluar dari dalam kamar, di depan Chanyeol sudah menungguku.

Dia mengulurkan tangannya, dan aku pun hanya membalasnya, "Jangan sedih, aku tidak mau perempuan cantik di dekatku ini sedih."

Kami berdua hanya saling bertatapan, dan astaga, aku sangat malu, saat melihat dia tersenyum manis padaku.

***

Pelaksanaan upacara pemakaman diadakan secara tertutup, hanya keluarga-keluarga saja yang bisa datang.

Sedangkan para wartawan ataupun yang lainnya, dilarang untuk meliput ataupun melihatnya.

Aku tidak bisa berkata apa-apa, di sebelahku Ayah dan Ibu setia memelukku, tidak hanya mereka berdua, di belakangku Chanyeol dan juga pelayan lainnya juga turut bersedih.

Ayah dan Ibuku akhirnya menunduk untuk memberi salam perpisahan untuk kakek, tidak bisa ku tepati janjiku untuk tidak menangis lagi.

Chanyeol langsung menarik diriku ke barisan belakang.

Tepat di bawah pohon besar dia memelukku, aku tidak menolaknya, tapi aku lebih dalam menumpahkan semua air mataku.

Aku terus-menerus menangis di dalam pelukannya, pelukan yang hangat, dia mengusap punggungku, mencoba untuk memberi ketenangan.

"Aku tau rasanya seperti apa, kehilangan orang yang kita sayangi memanglah berat," bisiknya padaku.

Dia menangkup wajahku dengan kedua tangannya.

"Kali ini aku tidak akan melarangmu untuk menangis, tapi, menangislah di pelukanku, agar aku tetap bisa merasa tenang," ucapnya sembari mengusap wajahku, lalu kembali menarikku ke dalam pelukannya.

***

Selesai dari upacara pemakaman, aku hanya duduk berdiam diri di dalam kamar, rasa bosan melanda diriku saat ini.

Aku pun melangkah keluar dan berniat untuk pergi ke taman belakang.

"Tidak akan aku biarkan kamu menyakiti orang-orang yang Sowon sayangi lagi. Ingat itu baik-baik Bora."

Aku menghentikan langkahku saat mendengar suara itu, Chanyeol.

Bukan suaranya yang menghentikan diriku, namun kata-kata yang dia katakan itu membuatku terdiam.

Aku memilih untuk mengendap-endap.

Sepertinya Chanyeol mengetahui apa yang terjadi di balik semua ini, begitu pikirku.

Update soon

Mr. Bodyguard✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang