01.

64 8 12
                                    

Matahari telah kembali ke tempat nya semula, ketika anak nomor dua dari keluarga Seta melengkingkan suaranya.

"DANIELLL! JAUHIN KUCING BUDUK LO INI DARI KAMAR GUE!!"

Cowok bernama Daniel pun berlari menghampiri kamar kakak kedua-nya.

Daniel meraih kucing berjenis kelamin betina itu, "Oriiiii, sini nak main sama Papa Daniel aja. Jangan main sama Papa Jae, dia emang jahat."

Jaeden mendecih pelan mendengar adiknya berkata seperti itu.

"Halah pencitraan, padahal cuma sama Ori doang lo baik. Coba sama kumbang atau kupu-kupu. Kabur juga kan lo?!"

"Ori sama makhluk tak kasat mata itu beda ya Bang!!"

"Makhluk tak kasat mata dari mana anjir? Mereka berbentuk ya kalau lo belum tahu?"

"Mereka itu musuh dalam selimut tahu nggak? Mereka itu diam-diam menusuk dari belakang."

"Kebanyakan nonton sinetron sama Bu Ina lo Niel!"

"Yeee... Sorry dory strawberry nih ya.. Level gue bukan sinetron-sinetron lebay berjudul alay yang sering Bu Ina tonton. Level sinetron gue masih di atas itu bung."

"Bodo amat, yang jelas hidup lo itu drama banget."

Mereka berdua masih saja berdebat di lantai dua —dalam kamar Jaeden— sehingga tidak mengetahui jika Nerissa dan Zion tengah menghela nafas lelah mendengar mereka berdebat dari ruang makan.

"Ma, Mama ngidam apa sih pas hamil Jaeden sama Daniel? Kaya nya anak Mama yang waras cuma Ong doang deh."

Nerissa memukul punggung Zion pelan, "Husst, kamu itu kalo ngomong suka ndak pakai bismillah dulu sih Bang?"

Zion tergelak, "Lagian tiap hari kerjaan nya berantem mulu, nggak ngajak-ngajak lagi, kan Ong juga mau ikut."

"Lah ya tugasmu misahin mereka dong bang jangan malah ikutan berantem. Mama sudah capek misahin mereka berdua dari kecil, tapi teteeeeep aja ndak pernah mau nurut sama Mama. Harus di kutuk emang mereka itu."

Zion kembali tergelak, kali ini cowok bertubuh tinggi itu sambil memegang perutnya, "Aduh Ong nggak kuat Ma, kamera mana kamera?"

"Buat apa tho ?"

"Mau melambaikan tangan Ma, kan nggak kuat. Hahaha."

"Haduh, kam---"

'Prangggg'

"Ya ampun gustiiiii, apa lagi itu yang pecah. Adek-adek mu itu kenapa hobi nya mecahin barang sih Bang? Mbok ya hobinya masak, mijat, bersih-bersih rumah, jadi kerjaan nya Bu Ina ndak berat-berat banget, ada yang bantuin." Nerissa menepuk dahi nya.

"Yee Mama, kalau mereka begitu yang ada Bu Ina nggak kerja lagi di rumah kita. Udah Mama duduk aja biar Ong yang ke atas."

Zion pun melangkah menuju lantai dua. Dimana kamarnya, kamar adik pertamanya —Jaeden—, kamar adik keduanya —Daniel—, dan kamar tamu berada.

"EH ANJIR ITU GUCI BOLEH KREDIT KESAYANGAN NYA MAMA!! WOY DOMBA GARUT! LO BERDUA PADA NGAPAIN SIH?!" Zion berteriak ketika melihat pecahan guci kesayangan Nerissa bertebaran di dalam kamar Jaeden.

"Eh Bang Ong.." ujar Jaeden dan Daniel kompak sambil menyingkirkan pecahan guci dengan kaki yang beralaskan sandal.

"APA LO?! GUE BILANGIN MAMA YA LO BERDUA! KOK BISA PECAH SIH, LO BERDUA APAIN INIII?!"

"Daniel nih Bang, nggak becus ngurus anaknya." Jaeden menunjuk Daniel yang ada di sebelahnya.

"Kok gue sih Bang? Kan yang mecahin guci nya Mama itu Ori."

"Lo kan bapaknya Ori, otomatis lo lah yang gue salahin. Ngurus anak kucing aja nggak becus lo, gimana mau ngurus anak orang."

"Dih pembahasannya udah sampe anak orang , lo ngebet kawin ya bang? Gue bantu bilangin Mama sama Papa deh."

"Ap--"

"BUSET DAH, ini pecahan guci kapan mau kalian beresin kalo masih aja pada ngebacot?!"

Melihat kakak sulung nya marah seperti itu, Daniel menekuk wajahnya, "Ih abang galak, Nyil nggak suka."

"Bodo amat, mau lo suka apa nggak yang jelas cepet beresin ini pecahan guci sebelum gue laporin ke Mama."

"Berarti lo nggak akan bilang ke Mama kan kalo guci kesayangannya Mama pecah?" Jaeden menatap Zion penuh harap.

Zion mendekatkan wajahnya kearah dua adiknya, "Lo berdua berani bayar berapa?"

"Kan tai, lo mah nggak pernah pro sama adek sendiri bang!" Jaeden protes.

"Ya, ter--"

"Es kepal milo depan komplek bang." Daniel berujar sambil menatap Zion harap-harap cemas.

"Apa-apaan es kepal milo? Yang ada nanti gue flu abis makan es serut campur susu gitu ."

"Martabak anaknya pak presiden?"

"Gue lagi diet."

"Es buah depan SMA 07."

"Gue lagi nggak mau es buah."

"Seblak Lada." kini Jaeden yang berbicara, berusaha untuk membujuk kakak nya.

"Lo mau bikin gue sakit perut?"

"Nasi Goreng Asoy?"

"Baru kemaren gue dari sana."

"Kwetiau Bu Ina."

"Ogah ah, kwetiau mulu sogokan lo berdua. Bosen gue."

"Dih pemilih banget sih lo bang jadi orang, nggak boleh tau! Mama juga sering bilang jangan milih-milih makanan!" ujar Jaeden protes

"Ya terserah sih, gue tinggal turun ke bawah terus bil--"

"Magnum deh!!" Daniel berseru kencang.

"No!"

"Cornetto!!"

"Iie!"

"Aice!!!"

"Niet!"

"Cilor!!!"

"Nein!"

"Coklat!!!"

"Lo kira gue cewek lagi galau di kasih coklat?"

Jaeden menghela nafas lelah, sedangkan Daniel masih berkutat dengan ponselnya mencari menu makanan di sebuah restoran yang tersedia di aplikasi ojek online.

"Susah banget deh nyogok lo bang, lama-lama gue kasih beng-beng lima nih!" Jaeden menggerutu.

"Deal!" Zion berseru senang sambil menatap Jaeden.

"Ha? Deal apaan bang? Bang Jae nawarin apa?" Daniel menatap kedua kakaknya bergantian.

Jaeden mengerjapkan matanya berkali-kali, "Gue nggak salah denger kan bang?"

Zion menggeleng penuh keyakinan.

"KAMPRET LO ANJIR! KENAPA NGGAK BILANG DARI TADI?!" Jaeden berteriak emosi.

"MAS JAEDEN MULUT KAMU MAU MAMA PUKUL PAKE RAKET NYAMUK?!" Nerissa berteriak dari bawah.

"Nggak Ma, maaf."

∞∞∞

Tentang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang