15.

11 1 0
                                    

10 Februari 2019

Di siang menjelang sore hari itu seorang pria tengah mengobrak-abrikan isi lemari di kamarnya, tak lupa menggaruk kepalanya kasar saat barang yang ia cari tidak terlihat dimanapun.

"BU INAAA..." suara itu melengking dari lantai dua, sang empu nya pun berlari dari kamarnya ke dapur tempat asisten rumah tangga nya berada.

"Nggih, kenopo tho mas?" perempuan paruh baya yang bernama Ina itu pun mengernyit, pasalnya baru pertama ini ia melihat tuan muda nya sangat panik saat mencari barangnya.

"Lihat Jaket Jeans aku nggak Bu?" 

Mendengar pertanyaan si tuan muda, Bu Ina kembali berfikir. "Baru Bu ina masukin mesin cuci Mas, itu."

Pria itu pun menoleh ke arah mesin cuci yang masih menggiling baju di dalam sana.

"YAHHH, BARU BANGET DI CUCI BU?" teriak pria itu tanpa sadar, membuat Nerissa dan dua saudaranya mendekat ke arah pria tersebut.

"Apa sih Mas? Suara mu itu lho, berisik."

"Tau ih mengganggu ketenangan tidur siang gue aja lo!"

"Bang Jae ngapain sih?" Daniel menggaruk kepalanya dengan mata yang belum terbuka sempurna dan sesekali menguap.

"Lo berdua punya jaket jeans gak?"

"Ada, tapi tadi pagi gue masukin ke keranjang baju kotor," sang kakak berujar enteng.

"Idem.. Huaaah," Daniel menguap untuk yang kesekian kalinya.

"AELAHHHH!" Jaeden mengerang frustasi.

"Kenapa sih?? Bu Ina, Jaeden kenapa?"

"Kaya'e Mas Jaeden mau pake Jaket Jeans Bu, tapi tembe mawon tak kumbag." (Kayanya Mas Jaeden mau pake jaket jeans Bu, tapi baru aja saya cuci.)

"Cari yang lain emang nggak bisa apa Mas?"

"Kan tadi Mama denger sendiri, jaket jeans duo bagong ini di cuci juga,"

"Jaket kamu kan banyak sih Mas, kaya ndak ada yang lain,"

"IHH MAMA.... Dresscode nya tuh biru dongker gitu,"

"OH..." seruan tiba-tiba dari Daniel membuat yang lain menoleh menatap nya di tambah tatapan gembira dari Jaeden, "Pak Asep tetangga sebelah punya tuh baju biru dongker,"

"Lah keren banget Pak Asep punya begituan," Jaeden berfikir sejenak, karna setahu dan sepenglihatannya selama —ia menjadi tetangga Pak Asep yang bekerja sebagai guru— ini, Pak Asep belum pernah memakai Jaket Jeans.

"Jaket jeans?" kini Zion yang menimpali.

"Bukan lah, ya kali,"

"Terus?"

"Korpri," dengan wajah polos nya Daniel melenggang masuk menuju lemari pendingin dan meraih sebotol jus.

Nerissa dan Bu Ina terkekeh pelan, sedangkan Zion sudah terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Jaeden? Tentu saja tambah kesal.

"Lo napasih Bang? Receh banget jadi orang," ujar Daniel yang kini sudah duduk di salah satu kursi makan.

"Gue bayangin si Jaeden ke SMP pake korpri nya Pak Asep yang kedombrangan kalo di pake dia," Zion masih terkekeh lalu melanjutkan, "Kan lo tau badan Jae seberapa, badan Pak Asep seberapa. Kaya lidi sama batu kali."

Tukk...

"Awww.. Maaaa, kok kepala Abang di getok sih?"

"Kamu tuh, ndak ada sopan-sopan nya sama orang tua," kali ini Jaeden dan Daniel yang terbahak-bahak.

Tentang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang