05.

14 4 0
                                    

Hari Sabtu, bagi sebagian mahasiswa Universitas Sidharta hari sabtu dan minggu adalah hari khusus bermalas-malasan di kost atau rumah mereka, tapi tidak untuk pengurus Musdan Universitas Sidharta. Pada hari sabtu ini mereka sedang sibuk berlatih untuk pagelaran musik minggu depan yang di adakan oleh kampus sebelah. Mereka di undang di pagelaran tersebut dengan tawaran fee yang tinggi, karena memang kemampuan para anggotanya yang bisa dikatakan luar biasa.

"Abang lo nggak dateng lagi Jae?"
Pria tinggi berahang tegas itu mendekat kearah Jaeden yang sedang bermain gitar di gazebo dekat sekre.

"Ha? Oh Bang Zion? Nggak tau deh kalo dia bang. Masih molor kali di rumah, tadi pagi sih gue nggak ngeliat dia di depan TV. Lengserin aja nap-"

"Gue di sini, main lengserin-lengserin aja lo Jae." Zion datang membawa sedus air mineral gelas.

"Hehe eh Bang Ong dateng." Jaeden tersenyum lebar.

"Oh gini ya kelakuan lo di belakang gue, sukanya ngehasut orang."

"Ihh nggak bang, sumpah dah baru kali ini. Tanya aja sama Bang Daru, ya kan bang?"

"Haa apa? Nggak tau deh Jae, nggak ikut-ikutan gue." pria tampan itu pergi begitu saja meninggalkan dua bersaudara itu.

"DIH KOK GITU SIH BANG! LO NGGAK PEDULI BANGET SAMA NASIB ANAK BUAH LO?!" Jaeden berteriak karena memang pria -bernama asli Chandra Evandaru Wutama- yang ia ajak berbicara sudah jauh dari pandangannya.

"Chawu udah males nganggep lo jadi anak buahnya, apa perlu lo gue yang lengserin?"

"Idih jangan gitu dong bang, kan gue juga yang paling sering nyumbangin piala ke Musdan."

"Songong betul kau nak."

"Iyalah, adek nya siapa dulu. BANG ZION OPIVNOCHIIII."

"Berisik anjir, gue di depan lo ngapa pake teriak segala dah. Kal-"

"AAAAAA ADA KAK IONG NYA NARAAAA!" gadis cantik berpipi tembam itu berteriak dari dalam Sekre.

"Baru aja gue mau bilang kalo ini anak satu denger gue ada di sini, apa kabar nasib gue? Ehh sekarang udah teriak-teriak aja, padahal baru denger nama gue doang." Zion menatap Jaeden kesal, sambil berujar lirih.

"Haha, ya maap bang. Jangan kesel gitu napa sama Nara, ntar kalo lo suka sama dia gimana?"

"Buat lo aja dah dia mah, biar lo cepet move on dari mantan lo pas SMP itu."

"Di bilang dia bukan mantan gue!"

"Widihh selo dong bro, kok ngegas sih?"

"Ya ab-"

"Kak Ionggggg!! Udah dari tadi?" Minara memeluk lengan Zion saat sudah berada di gazebo.

"Hmm..."

"Udah makan belom?"

"Ud-"

"Belom? Ya udah yuk Nara temenin ke warung nya Pak Dodo. Kata ini anak iguana ada menu baru di sana." Minara menunjuk Jaeden dengan dagunya.

"Sejak kapan dia jadi anak iguana?" Zion menatap Nara yang hanya sebahunya.

"Tau nih sar-" Jaeden mencoba membela diri, tapi sebelum itu Zion sudah memotong ucapannya.

"Dia kan anak kadal."

"HUAHAHAHA LEBIH PARAH!" Tawa Minara memenuhi gazebo dengan mata yang seketika menghilang.

"Melek weh Sarimin! Puas bener lo ngetawain gue! Berasa ada yang belain ya lo?! Tunggu matkul nya Pak Nunu aja lo, baru tau rasa." mendengar ucapan Jaeden, sontak Minara melepas lengan Zion dan berganti merengkuh lengan Jaeden.

Tentang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang