...
Yui tidak berniat berdandan awalnya. Namun sekarang ia keluar dari flat dengan rambut tergerai panjang sepinggang. Tubuh rampingnya dibalut dress cokelat muda selutut, dengan motif bunga-bunga kecil yang tampak begitu cantik saat ia kenakan.
Ia menunduk sekilas, memerhatikan sepatu heels-nya yang kini sudah berubah jadi sepatu flat, lantas mendengus pelan.
"Apa ini terlalu berlebihan?" Gumamnya seraya meneliti penampilan. Jujur saja, ia tidak tahu kenapa harus serepot ini. Ayolah, ini bukan kencan buta. Ia tidak perlu berdandan, bukan? Namun baru saja berbalik hendak kembali masuk ke dalam flat, seseorang menyentuh bahunya. Refleks Yui menoleh dengan kelopak mata membulat.
"Menunggu lama?"
Laki-laki di hadapannya tersenyum begitu manis. Tapi alih-alih menjawab, Yui justru menatapnya penuh tanya. "Dari mana kau tahu rumahku?"
Keingin tahuannya ditanggapi kekehan kecil oleh Hanbin. Memang ada yang aneh? Tentu Yui heran. Dia tidak pernah memberitahu Hanbin tentang di mana ia tinggal, tapi laki-laki itu sudah berdiri di depan pintu rumahnya tepat pukul tujuh malam, seperti yang ia janjikan.
"Apa kau percaya kalau aku bilang sudah lama tahu kau tinggal di sini?"
Dahinya mengernyit. "Maksudmu?"
"Aku hanya kebetulan sering lewat sini, dan kebetulan juga sering melihatmu. Apa itu masih kurang cukup?" Hanbin menatap arloji di pergelangan tangannya, membiarkan Yui termangu dalam pukirannya. "Atau kau ingin aku jelaskan lebih detail? Sayangnya sekarang sudah jam tujuh lewat lima menit. Aku akan memberitahumu nanti."
.....
Kedua manusia itu tengah berjalan menyusuri malam kota Seoul di bawah langit dan bulan yang menggantung, setelah menghabiskan dua porsi ramen yang Hanbin belikan di pinggir jalan. Suara kendaraan serta angin berembus menemani mereka yang kini seolah bisu. Baik Yui maupun Hanbin masih sibuk dalam pikirannya masing-masing.
"Kenapa kau suka memakai sepatu dengan heels tinggi?" Hanbin memulai obrolan. Pertanyaannya sukses membuat Yui tersenyum tipis seraya memerhatikan langkahnya saat berjalan.
"Karena semua perempuan memang menyukai sepatu yang cantik," jawabnya jujur.
"Menurutku cantik tidak melulu harus sepatu heels. Bukankah begitu?"
Yui mengangguk menanggapinya. Ia tidak memungkiri pernyataan Hanbin barusan. Namun, ada hal-hal dan kesenangan yang tidak bisa ia jelaskan pada lelaki seperti Hanbin perihal sepatu bagi wanita.
"Kau tahu, sepatu adalah simbol kebanggaan wanita," katanya. Hanbin menunggu dan mendengarkan dengan seksama, sementara mereka terus berjalan dengan kedua bahu yang saling bergesekan. "Saat perempuan berjalan dengan heels dan sepatu cantik, mereka akan merasa percaya diri. Setidaknya itu yang aku rasakan."
"Kau nyaman dengan sepatu seperti itu?" Hanbin belum puas dengan jawabannya.
"Aku rasa begitu."
"Kau tidak sayang kakimu? Setahuku, memakai heels kurang baik untuk kesehatan. Selain kakimu bisa terluka, efeknya akan terasa nanti saat kau tua."
Yui tanpa sadar terkekeh. Ia mencibir pada Hanbin. "Kau tahu lebih banyak tentang wanita. Apa kau seorang playboy?"
"Banyak yang mengira begitu. Tapi percaya atau tidak, aku belum pernah pacaran."
Langkah Hanbin terhenti. Begitu juga Yui. Gadis itu menatap ke arahnya, sedikit mendongak karena Hanbin lebih tinggi darinya. "Kenapa menatapku seperti itu? Memang belum pernah pacaran itu suatu kesalahan?" Hanbin tertawa kecil, menampilkan dua gigi depannya yang sedikit menonjol. Dan itu menggemaskan.
"Kenapa belum pernah?"
Hanbin tidak menjawab, justru menggenggam tangan gadis itu. "Ngomong-ngomong, kita sudah sampai. Ayo masuk," ajak Hanbin berhasil membuyarkan lamunan gadis di sebelahnya. Ayolah, ia masih terkejut dengan perlakuan tiba-tiba Hanbin yang membuat jantungnya harus berolah raga selarut ini. Dan Hanbin menyadari itu.
"Tidak apa-apa kan seperti ini?" Tanya laki-laki itu seraya mengangkat tangan mereka; menunjukkannya pada Yui. "Kalau kau keberatan, boleh kau lepas." Ia berjalan, tidak menunggu gadis itu menjawabnya.
"Tapi jika berat, seharusnya sih dibawa bersama seperti ini, kan?"
Sungguh gadis itu merasa kakinya lemas. Hanbin mengatakannya seraya tersenyum berkali-kali lipat lebih manis dari sebelumnya.
Jika kau jadi Yui, apa yang kau rasakan saat seorang laki-laki setampan Hanbin memperlakukanmu semanis ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberries & Cigarettes
Fanfiction[COMPLETED] Saat aroma strawberry bertemu dengan rasa rokok. Saat rasa manis itu melebur dengan mint dari nikotin. Saat itu, dia memulai cerita baru dalam hidupnya. Cerita yang tidak akan bisa ia lupakan. HR (181010) #493 Ikon #255 hanbin #63 kimhan...