...
Kaki jenjang berbalut jeans hitam serta sepatu heels wanita itu mengetuk-ngetuk tidak sabar pada pinggir trotoar. Lampu belum merah, berbanding terbalik dengan suasana hatinya. Salahkan debu dan jarum jam yang berputar terlalu cepat hari ini. Ya, dia kesiangan.
Manik hitam yang dibingkai apik oleh kelopak mata yang cantik miliknya, tidak pergi dari tanda merah kuning hijau di atas sana. Ia mengawasinya seperti dosen saat sedang ujian semester. Benar-benar tidak sabar. Langkahnya begitu cepat ketika mobil-mobil dan kendaraan lain berhenti, memberi ruang bagi pejalan kaki.
Sebenarnya tadi dia naik taksi, tapi sepertinya nasib baik sedang tidak berpihak padanya pagi ini. Taksinya mendadak pecah ban, mengharuskannya berlari karena halte bus cukup jauh. Dan dengan sepatu tujuh centi meter, itu cukup sulit.
Rambutnya yang diikat tinggi bergoyang kala ia berlari. Ia tidak peduli dengan kemeja putihnya yang sedikit basah karena keringat, setidaknya dia harus tepat waktu di kencan buta pertamanya, meski nanti penampilannya bisa saja merusak segalanya.
Ia berhenti sejenak di depan sebuah kafe. Merapikan anak rambutnya di sekitar pelipis dan telinga, merogoh cermin dalam tas selempangnya lalu menilik wajahnya apakah baik-baik saja. Tidak lupa, membubuhi bibir cherrynya dengan lipstik warna merah muda.
Ia memastikan penampilannya sebelum menarik napas dalam-dalam dan masuk ke tempat itu. Aroma khas kopi seketika memenuhi rongga dadanya, membuatnya ingin segera mencicipi sambil mengobrol santai dengan orang yang akan ia temui. Itu ekspektasinya saat menoleh ke kanan dan kiri.
Eunbi ㅡsahabatnyaㅡ bilang, laki-laki yang akan ia temui itu cukup tampan, seorang reporter televisi swasta dan cukup mapan tentunya. Entahlah, dia tidak bisa memikirkan atau membayangkan apapun. Ini benar-benar pertama kali untuknya.
Lamunannya buyar saat ponselnya berdering. Buru-buru ia merogoh tasnya dan menjawab tanpa melihat siapa pemanggilnya.
Terdengar suara Eunbi di seberang sana. Beberapa detik kemudian raut wajahnya berubah muram, tapi ia memaksa tersenyum.
"Tidak apa-apa. Aku juga ada urusan hari ini sebetulnya. Jadi, tidak masalah." Tentu saja dia berbohong.
Setelah mengatakan beberapa kalimat basa-basi, ia menutup obrolan tersebut dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Gadis itu menghela napas panjang, menoleh sebentar pada bagian kasir karena sepertinya ia harus melupakan soal minum kopi. Mood-nya sudah hilang untuk sekedar menghibur diri sendiri, sehingga ia memilih keluar.
Ya, Eunbi mengatakan temannya tidak bisa datang. Dan artinya, kencan buta pertamanya sudah gagal sebelum dimulai.
.....
Ia mendengus tepat setelah mendudukkan bokongnya di halte, meneguk sebotol air mineral yang ia beli di mesin minuman pinggir jalan, lalu menunduk memperhatikan sepatunya. Ia tersenyum tipis, melihat sepatu itu sedikit lecet pada ujungnya. Pasti karena berlari.
Tiba-tiba suasana hatinya memburuk. Ia ingat sudah menyiapkan semuanya sejak kemarin. Memilih baju dan sepatu berwarna peach itu demi seseorang yang belum pernah ia temui. Lucu sekali memang.
Pelan-pelan dia meringis perih seraya melepaskan sepatu itu. Ada luka pada bagian belakang kakinya. Lagi-lagi pasti karena berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberries & Cigarettes
Fanfiction[COMPLETED] Saat aroma strawberry bertemu dengan rasa rokok. Saat rasa manis itu melebur dengan mint dari nikotin. Saat itu, dia memulai cerita baru dalam hidupnya. Cerita yang tidak akan bisa ia lupakan. HR (181010) #493 Ikon #255 hanbin #63 kimhan...