Daydream

1.1K 199 32
                                    

...

Bagian tersulit adalah menentukan bagaimana akhirnya. Ada setumpuk gagasan yang bisa ia jadikan cerita dengan awal yang begitu baik, tapi lagi-lagi ia kehilangan minat saat sudah mencapai titik klimaks. Yui tidak ingin membuat siapapun kecewa dengan hasilnya. Ia tidak mau gegabah menentukan ujungnya. Seperti itu lah ketika menekuni pekerjaan sebagai penulis naskah.

Kepalanya terlalu penuh. Ia butuh bertemu dengan Hanbin. Setidaknya, feromon laki-laki itu cukup untuk membuatnya tenang.

Enam bulan berlalu sejak kejadian malam itu, Yui tidak pernah bertanya pada Hanbin tentang status hubungan mereka. Keduanya bukan lagi remaja belasan tahun, jadi segala bentuk perhatian serta kecupan singkat di bibir setiap bertemu, sudah cukup mempertegas hubungan mereka.

Selama kurang lebih seratus delapan puluh hari menghabiskan waktu bersama, Yui juga berhasil mengingat kebiasaan serta apa-apa yang Hanbin suka dan tidak suka. Hanbin sangat menyukai telur goreng yang gadis itu buat. Jadi, malam ini ia membawakan sekotak makanan untuk laki-laki itu.

Yui baru saja membuka pintu studio dan mendapati Jaewon. Laki-laki itu hanya tersenyum sekilas, lantas membuat isyarat kalau Hanbin ada di dalam sebelum bergegas meninggalkan Yui. Selain Hanbin, Yui juga sedikit tahu kebiasaan teman-temannya. Mengenakan parfum menyengat seperti barusan, Jaewon pasti mau bertemu kekasihnyaㅡJennie.

Gadis itu tidak acuh, ia memilih mengendap-endap ke dalam studioㅡberniat memberi Hanbin kejutan. Namun ia justru mendapati laki-lakinya sedang tertidur lelap di atas sofa.

Yui mendengus lirih. Pelan-pelan ia meletakkan kotak makanan di atas meja, lalu mengambil selimut yang terlipat di pinggir sofa dan memberikannya pada tubuh laki-laki itu. Satu kebiasaan yang Yui tidak suka, Hanbin sering tidur tanpa mengenakan bajunya.

Ia duduk berjongkok, memerhatikan wajah tenang Hanbin serta deru napasnya yang hangat juga menenangkan; cukup untuk membuat sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas. Gadis itu tidak berniat membangunkannyaㅡmungkin nantiㅡsebab ia tahu Hanbin lelah karena pekerjaan.

Masih segar dalam ingatannya ketika pertama kali mereka bertemu, hingga Hanbin mengajarkan tentang indahnya jatuh cinta. Laki-laki itu juga mengenalkan Yui pada kehidupannya. Dimana cinta bukan hanya perkara bahagia, melainkan juga mengerti dan memberi dukungan pada apapun yang menjadi pilihannya.

Yui pernah mengira kalau Hanbin adalah seorang produser terkenal, tapi beberapa minggu berlalu ia baru tahu kalau laki-laki itu dan teman-temannya mengerjakan lagu, lalu menjualnya pada beberapa agensi. Dan itu cukup sulit, karena tidak semua agensi mau membeli lagu dari produser jalanan seperti mereka. Setidaknya, Hanbin harus kurang tidur selama seminggu lebih demi membuat apa yang agensi butuhkan. Bagian yang kadang membuat gadis itu sedih, ketika apa yang sudah mereka kerjakan dengan susah payah justru dihargai tidak senilai dengan usahanya.

Dia pernah bertanya pada Hanbin, perihal kenapa ia tidak mencoba menekuni pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Jujur saja, terkadang ia takut jika roda kehidupan laki-laki itu tidak berputar sesuai angannya. Tapi Hanbin menjawab dengan santai, "Aku tidak mau mengerjakan apa yang tidak aku suka. Aku ingin menjadi penulis lagu, karena itu cita-citaku. Meski sulit sekali pun, aku akan berusaha. Suatu saat, aku akan membelikanmu rumah dengan uang dari lagu-lagu itu."

Yui tahu laki-lakinya berbakat. Bahkan ia cukup terpukau dengan lagu-lagu yang Hanbin ciptakan. Tidak jarang ia berpikir kalau suatu saat Hanbin pasti akan menjadi orang hebat. Jadi sesulit apapun, ia mencoba menerima keputusan laki-laki itu. Baginya, uang bukan segalanya. Hanbin sehat dan berada di sisinya seperti sekarang, itu sudah cukup membuatnya bahagia.

"Aku tahu aku tampan, jangan melihatku seperti itu."

Yui tersadar dari lamunan panjangnya. Kelopak matanya mengerjap, mendapati Hanbin sudah terjaga seraya tersenyum sangat manis ke arahnya.

"Sudah lama, hm?" Tanya laki-laki itu dengan suara serak khas bangun tidur. "Kenapa tidak membangunkanku?"

"Tidurmu nyenyak. Aku jadi tidak tega membangunkan."

Hanbin tersenyum lagi, lalu menarik dan mendekap tubuh Yui di atas sofa. Ini adalah hal biasa. Meski begitu, Hanbin selalu menyukai reaksi gadisnya. Yui masih sama, selalu salah tingkah ketika Hanbin memeluk atau menciumnya. Seperti gadis remaja.

"Hanbin," rajuk gadis itu malu. Namun Hanbin justru menariknya ke dalam pelukan semakin erat. Ia membenamkan wajah gadis itu pada dadanya. Membiarkan Yui menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam.

"Aku merindukanmu," kata laki-laki itu seraya mengecup lembut surai kecokelatan gadisnya.

"Kita bertemu setiap hari, dan kau masih merindukanku?" Yui merasakan pipinya memanas. Hanbin selalu bisa membuat degup jantungnya bekerja tidak normal.

"Aku bahkan masih merindukanmu ketika kau berada sedekat ini."

Yui tersenyum, wajahnya mendongak dan mengecup singkat ujung hidung Hanbin. Hal yang sangat sering ia lakukan. Lantas sebelah tangannya mengusap lembut pipi laki-laki itu. "Akhir pekan ini kau ada waktu?"

Hanbin kembali membuka kelopak matanya, menunduk menatap manik bening gadisnya. "Kenapa?"

Yui tampak ragu. Sejujurnya, ayahnya menelepon tadi pagi dan memintanya berkunjung ke Busan akhir pekan ini, karena ia sudah lama tidak pulang. Tadinya ia berniat pergi sendiri, tapi mendengar Hanbin bilang merindukannya setiap hari, ia jadi tidak bisa meninggalkan laki-laki itu.

Gadis itu memainkan kukunya. "Aku harus pergi ke Busan. Sudah lama aku tidak pulang. Dan, kalau kau mau, kau bisa ikut."

Hanbin terdiam sesaat. "Apa tidak apa-apa aku ikut?"

Yui menangkap raut khawatir di air muka Hanbin. Ia tahu, mungkin ini terlalu cepat untuk mengenalkan laki-laki itu pada keluarganya. Namun, cepat atau lambat sama saja menurutnya. Ia pasti akan memberitahu soal Hanbin pada ayahnya.

"Tentu saja. Lagi pula, aku ingin Ayah tahu kalau ada laki-laki lain yang aku cintai selain dia saat ini."

Hanbin tersenyum sebelum mengecup bibir gadis itu singkat. "Baiklah. Ayo pergi ke Busan," ujarnya lalu memeluk erat tubuh gadis itu.

Namun entah kenapa, ada sesuatu yang mengganjal di hati Hanbin. Ia merasa belum siap. Entahlah, ia hanya takut. Bagaimana jika keluarga Yui tidak bisa menerima kehadirannya.

.....

Halo :D jangan lupa vote dan comment ya. Jujur, aku masih berharap ada yang baca cerita ini walaupun cuma satu dua orang yang kasih respon. Terima kasih buat yang udah mau baca dan ninggalin feedback. Xoxo.

Strawberries & CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang