"Ayo saya antar pulang" Ajak Arga kepada Agatha dengan lembut.
"E.. anuu kak tapi tadi gue bawa mobil" Ucap Agatha gugup dia mencoba menstabilkan detak jantungnya yang tak terkontrol akibat bisa ngobrol sedekat ini dengan Arga
"Yauda saya nganterin kamu pake mobil kamu, mata kamu pasti masih perih kan, jadi udah ayo saya gak nerima penolakan" Ucap Arga dengan nada memaksa yang mampu membuat Agatha semakin Deg degan.
"Yauda iya" Ucap Agatha pasrah. Karna nada bicara Arga benar benar memaksa. Setelah mengambil tas Agatha dari kelas,mereka langsung masuk ke mobil milik Agatha lalu pergi meninggalkan halaman sekolah.
"Nanti lo balik ke sekolahnya pake apa kak?" Tanya Agatha disela sela keheningan yang menghampiri mereka berdua.
"Gampang itu mah" Ucap Kak Arga dengan mata yang tetap mengarah ke jalanan
"Nama kamu Agatha ya? Anak kelas berapa?" Tanya Kak Arga basa basi agar suasana tidak menjadi Awkward.
"Iya kak. Kelas XI Ipa 2" Ucap Agatha yang diangguki oleh Kak Arga
"Maaf ya,soal tadi. Saya tau sikap Delia keterlaluan. Sekali lagi maafin Delia ya" Ucap Kak Arga dengan menatap wajah Agatha beberapa menit lalu beralih kembali menatap jalanan
"Iya kak" Ucap Agatha singkat,dia merasa senang karna Arga ingin mengantarnya pulang tapi disisi lain hatinya sakit karna dia mengantar Agatha mungkin hanya untuk menebus kesalahan Delia.
Setelah itu hening. Tidak ada yang bicara lagi. Sampai akhirnya mobil Agatha pun sampai dihalaman rumahnya. Agatha dan Arga pun turun dari mobil yang tadi ditumpangi mereka
"Btw, makasih ya kak" Ucap Agatha kepada Arga lalu tersenyum
"Iyya sama sama Tha" Balas Arga lalu membalas senyum Agatha. "Yauda saya balik ke sekolah dulu ya. Kamu jangan lupa mandi" Ucap Arga lalu terkekeh
"Iyaa kak. Hati hati ya kak" Ucap Agatha dengan canggung
"Iyaiyaa udah sana masuk" Ucap Arga lalu diangguki oleh Agatha dan Agatha pun langsung masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu Arga pun pergi dengan berjalan kaki keluar dari komplek rumah Agatha untuk mencari Taksi.
***
Suasana kelas XI Ipa 2 sangat ramai karna tidak ada gurunya. Para siswa siswi pun sedang asik di dunianya masing masing. Ada yang sedang ngupil,ada segerombolan siswi yang sedang bergosip dan curhat curhat manja,ada yang sedang memejamkan matanya sambil ngiler dan masih banyak lagi.
Aurel dan Iren sedang berbincang dan kadang tertawa disela sela pembicaraannya namun ada yang aneh,sejak tadi Aurel dan Iren mengobrol dengan heboh namun Afrin tetap nyaman dalam lamunannya. Seperti ada yang aneh.
"Afrin" panggil Iren namun tidak ada respon dari Afrin
"Afrin.."
"Rinn.."
"Afrin" Kali ini ucap Aurel lebih keras sehingga dapat membuat Afrin tersadar dari lamunannya
"Ehh...emmm.. iyaa kenapa?" Ucap Afrin dengan bingung. Padahal seharusnya Iren dan Aurel yang bingung dengan tungakah Afrin yang aneh.
"Lo kenapa sih? Ngelamun mulu,lo lagi ada masalah?" Tanya Aurel dengan raut wajah bingung karna tidak biasanya Afrin menjadi diam seperti ini.
"Iyaa Rin, lo kalau ada masalah cerita dong ke kita siapa tau kan kita bisa bantu" Ucap Iren dengan suara halus namun mampu membuat hati Afrin bergetar dan membuat mata Afrin berkaca kaca. Namun Afrin sangat pintar dalam menahan tangis sehingga kedua temannya tidak tahu kalau Afrin sedang menahan air matanya agar tidak meluncur.
"E... enggak kok, gue gapapa" Ucap Afrin lalu melukiskan senyum dibibirnya.
"Yakin Rin gapapa?" Tanya Aurel lagi kepada Afrin karna mereka yakin pasti ada yang disbunyikan oleh Afrin
"Afrinn" Ucap Aurel dengan nada yang penuh dengan selidik
"Kita tau pasti ada yang disembunyiin sama lo. Cerita Rin cerita sama kita" Titah Iren dengan nada sedikit memaksa. Namun Afrin tetap bungkam
"Afrin. Lo udah gak nganggep kita ini temen lo ya?" Ucapan Aurel ini yang membuat Afrin langsung menangis. Air mata yang sudah Afrin tahan sejak tadi pun sia sia hanya karna ucapan Aurel.
"Tukan pasti ada apa apanya. Kenapa Rin ayoo cerita sama kita" Ucap Iren lalu menarik Afrin kedalam pelukannya.
"Gu... gue mau pindah Ren,Rel" Hiks..hiks ucap Afrin disela sela isak tangisnya
"Lo mau pindah kemana Rin?" Tanya Aurel kepada Afrin
"Ke Australi, bokap nyokap gue ada kerjaan disana jadi terpaksa gue juga harus ikut. Gue gak mau pisah dari lo bertiga. Hikss hikss" Ucap Afrin
"Afrin kenapa lo baru bilang sekarang. Lo kapan mau perginya?" Tanya Iren dengan wajahnya yang sudah campur aduk
"Gue mau bilang ke kalian tapi gue gak sanggup. Gue gak mau pisah, gue gak mau" Ucap Afrin dengan terus menangis.
"Yauda pulang sekolah nanti kita ke rumah Agatha. Kita omongin bareng bareng" Ucap Aurel lalu diangguki oleh Afrin dan Iren
"Lo mau berangkatnya kapan Rin?" Tanya Iren kepada Afrin yang sudah agak tenang
"Besok"
"What? Besok? Ini sih gila. Kok dadakan sih?" Tanya Aurel
"Sebenernya gak dadakan. Tapi gue yang bilang ke kaliannya yang dadakan. Sorry guys" Ucap Afrin menunduk dan merasa bersalah
"Mending kita sekarang aja ke rumah Agatha nya" Usul Iren yang dibalas tatapan Aneh dari kedua temannya
"Iyya sekarang. Kita cabut maksudnya" Jelas Iren yang dibalas tatapan tajam dari Aurel
"Apa? Cabut? Gila baru masuk udah cari gara gara aja lo Ren" Ucap Aurel
"Tapi demi temen mah ayok aja deh" Lanjut Aurel, Iren yang mendengarnya pun hanya memutar bola matanya malas"Ayok" Ucap Aurel lalu mengambil tasnya dan diikuti oleh Afrin dan Iren. Teman teman sekelasnya pun hanya menggelengkan kepala melihat tingakah Putri Sejagat ini. Yaa Aurel,Agatha,Afrin dan Iren terkenal sebagai Putri Sejagat disekolahnya.
Saat Aurel dan kedua temannya ingin meninggalkan kelas Daniel si Ketua kelas pun menegurnya. "Eh lo pada mau kemana?" Tanya Daniel yang membuat langkah mereka pun terhenti
"Mau cabut" jawab Aurel enteng
"Rel lo itu Wakil Ketua kelas. Kasih contoh yang baik napa si" Ucap Daniel kesal
"Sekarang gue kasih contoh yang buruk dulu. Besok baru contoh yang baiknya" Ucap Aurel lalu berlari keluar kelas. Kedua temannya pun ikut berlari.
Cewek gila..
Jangan lupa Vote and Commentnya Readers😆😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlepas
RandomJika aku boleh menulis sesuatu. Maka akan ku tulis tentang mereka.. tentang kesedihan yg di hapus oleh senyuman. Mereka yg seakan menjadi penghibur dari sudut mana pun. Aku yg kala itu hanya bisa berbaring dan mengungkapkan tanpa satu orang pun y...