Mama Arni berjalan malas ketika pintu rumahnya diketuk kembali. Beginilah kalau punya anak gadis. Malam minggu sudah banyak cowok yang antri. Sudah seperti antri sembako saja.
Namun malasnya langsung berubah jadi semangat ketika dia mengenal pemuda yang kali ini datang. Billy. Dengan ramah dan ceria Mama Arni mempersilakan masuk. Mereka mengobrol sebentar sebelum Mama Arni memanggil Nona.
Kalau yang ini Mama Arni sangat setuju sekali. Dari pada dengan pemuda yang pertama tadi. Ganteng sih ganteng, tapi terlihat urakan dan terlalu berani. Lain betul dengan Billy. Untung saja Nona menolak pergi dengan pemuda pertama. Kalau Nona sampai keluar dengan pemuda itu, kasihan sekali Billy harus kecewa.
“Non, ada yang cari kamu lagi tuh,” panggil Mama Arni dengan suara sedikit menggoda.
“Nona nggak mau keluar sama dia, Ma,” rengek Nona masih menelungkup di atas tempat tidurnya sambil membaca buku.
“Lihat dulu, dong. Nanti menyesal lho.”
“Siapa sih?” Nona menoleh dengan dahi berkerut.
“Lihat saja sendiri,” jawab Mama Arni lalu melenggang pergi.
Nona begitu penasaran siapa temannya yang datang. Bergegas dia keluar dari kamar. Ketika baru satu langkah dia berbelok ke ruang tamu, langkahnya langsung berhenti.
“Billy.”
“Hai, Non.”
“Hai,” balas Nona ragu-ragu sambil berjalan mendekat. Matanya bergantian melihat Billy kemudian melihat lantai.
“Aku mau ajak kamu jalan,” kata Billy to the point. Dia hanya tersenyum samar-samar.
“Eh, kemana?”
“Kemana aja. Mau?”
“Iya.” entah dorongan dari mana yang membuat Nona langsung mengiyakan tawaran Billy. Padahal dia sedang tidak mood ke mana-mana gara-gara masih kesal dengan sikap Marvin.
Sepertinya Billy memang datang diwaktu yang tepat. Sebagai obat rasa jengkelnya. Dia harus mengakui bahwa bersama Billy menimbulkan hawa lain di dalam hatinya. Karena Billy sangat berbeda dengan Marvin. Mulai dari cara menatap sampai cara berbicara pun, Nona sanggup membedakannya dengan pasti. Dan disitulah, Nona mengetahui kelebihan Billy dalam hal lain.
***
Marvin mengajak Monic ke dance floor. Dia tahu gadis model apa Monic ini. Lebih liar dari Nona. Marvin sangat menyukainya. Meski sebenarnya dia masih menyayangi Nona. Yah, hanya sekedar selingan apa salahnya. Toh, dia tidak sedang berselingkuh. Tapi mau ada hubungan khusus atau tidak, seorang gadis pasti akan marah melebihi serigala jika melihat kekasihnya pergi dengan gadis lain.
Begitu pula malam ini. Nona tidak salah lihat. Baru saja dia datang dan mengobrol sebentar sambil menghirup minumannya ketika melihat dua orang yang sangat dikenalnya sedang bergoyang dengan asyiknya.
Nona harus menajamkan penglihatannya karena pencahayaan yang berganti warna. Tapi seremang apa pun keadaan di klub itu, Nona tidak mungkin lupa sosok Marvin. Dia sudah hafal ciri kekasihnya meski dalam gelap sekali pun.
Nona menelan ludah dengan sengit. Ada gemuruh yang datang tiba-tiba di dadanya. Napasnya menjadi naik turun karena menahan emosi. Perubahan wajahnya tak luput dari perhatian Billy.
Billy mengikuti arah pandang Nona. Kemudian dia melihat siapa orang yang sudah membuat Nona bad mood. Entah mengapa ada rasa aneh menggelitik perasaannya. Kesal dengan sikap Nona sekaligus... cemburu!
Dia tidak suka melihat paras Nona yang memerah karena marah. Bukankah itu berarti Nona sedang cemburu? Dan cemburu adalah tanda cinta. Sama seperti apa yang sedang dirasakannya sekarang.
Karena terbuai dengan pikirannya sendiri, Billy sampai tidak menyadari kalau Nona sudah turun dari kursinya. Gadis itu menuju dance floor lalu melabrak Marvin. Terlambat Billy mencegahnya.
Billy melihat Nona menarik lengan Marvin, sampai Marvin terhuyung kaget. Sesegera mungkin Billy mengikutinya.
“Dasar playboy! Nggak cukup satu cewek aja,” teriak Nona di tengah-tengah dentuman musik disko. Dia melirik Monic dengan kesal pula. Tidak menyangka sohibnya ini berani bermain api dengannya. Berani berupaya merebut pacar temannya.
Bukannya merasa bersalah, Monic justru menampilkan muka jutek. Dia tidak salah apa-apa, kan? Marvin saja yang datang menggodanya.
“Hei, jangan salah paham.” Marvin tertawa berusaha menggapai bahu Nona. Tapi Nona segera menepisnya.
Nah, dasar cewek. Tadi diajak tidak mau. Giliran cowoknya pergi sama cewek lain, baru kalang kabut.
“Salah paham apa? Jujur aja kalau kamu suka sama Monic.”
Nona akan menyerang Marvin ketika Billy menghalanginya. Dan melihat kehadiran Billy, Marvin mengerutkan dahinya.
“Kayaknya aku nih yang salah paham,” ucap Marvin mulai kehilangan senyumnya. Dia mengawasi Billy dengan penuh ancaman. “Kamu nggak mau pergi sama aku karena kamu mau pergi dengan dia?” lanjutnya kepada Nona.
Nona seperti menyadari sesuatu. Dia juga sedang pergi dengan cowok lain. Jadi apa bedanya dia dengan Marvin? Sebelum terjadi sesuatu yang buruk, Billy menarik Nona mundur. Tapi melihat gadisnya dibawa oleh sahabat karibnya sendiri, kemarahan Marvin meledak.
Dengan sekali tarikan gusar, Marvin menerjang memukul wajah Billy hingga membuat Billy jatuh terduduk. Beberapa orang memekik kaget saat melihat adegan itu. Termasuk Nona.
Tak menduga akan mendapat serangan mendadak itu, Billy tidak memiliki kesempatan untuk mengelak. Namun sebelum Marvin menerjangnya untuk kedua kali, Billy lebih cepat mendorong perut Marvin dengan kakinya. Kali ini Marvin yang jatuh.
Nona cepat-cepat membantu Billy berdiri setelah menguasai kekagetannya. Entah mengapa bukan Marvin yang ditolongnya. Barangkali karena Marvin yang memulai lebih dulu.
Melihat bantuan Nona pada Billy, amarah Marvin tersulut lagi. Dia segera bangkit lalu menerjang kembali, tepat pada saat Nona sudah menggapitnya. Sehingga ketika Billy jatuh, Nona ikut terjatuh.
Billy betul-betul tidak terima diperlakukan seperti ini. Apalagi melihat Nona yang ikut terjatuh. Dia sudah akan membalas pukulan Marvin ketika Nona menghalanginya dan menariknya pergi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is You (Tamat)
General FictionGadis pertama berdiri tegang melihat gadis kedua terduduk lemah di atas kursi roda. Wajah gadis kedua pucat. Ada kesakitan yang merayap di wajah gadis itu. Namun dia berusaha menyembunyikannya dengan memalingkan wajah. Gadis pertama masih shock seja...