Berpisah (2)

2.6K 161 6
                                    

Sudah satu bulan sejak kejadian di Gunung Bromo, Billy baru terpikir untuk menemui Mia. Selama sebulan itu mereka tidak berhubungan sama sekali. Tidak telepon. Tidak pula pesan. Dan sepertinya sekaranglah waktunya untuk mengakhiri hubungan mereka. Karena itu Billy mendatangi rumah Mia.

Mia menerimanya dengan tawar. Tidak bahagia. Tidak pula sedih. Dia bersikap sangat biasa. Dan Billy merasakan itu.

“Kamu sehat Mia?” tanya Billy membuka obrolan. Mia memgangguk.

“Ada apa kemari, Bil?”

Billy agak terkejut mendengar pertanyaan Mia. Pertanyaan itu memang tidak sinis, tapi tetap saja Billy merasa tidak nyaman mendengarnya. “Aku, aku pikir udah waktunya kita mengakhiri hubungan kita.”

“Hubungan kita udah berakhir satu bulan yang lalu, sejak aku dengar kamu menyatakan perasaan kamu pada Nona di rumah sakit setelah tahu bahwa Marvin-lah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Monic.”

Billy sedikit tercekat. Tidak menyangka Mia akan mendengar semuanya. Tapi rasanya lebih baik begitu. “Aku memang menyayangi Nona. Aku sungguh-sungguh minta maaf tentang hal itu. Aku nggak bermaksud membohongi kamu. Aku cuma nggak bisa membohongi diri sendiri.”

“Udahlah, Bil. Bukan salahmu sepenuhnya. Aku juga terlalu memaksakan diri.”

“Mia, aku cuma berharap semoga kamu dapat pengganti yang lebih baik.”

“Aku belum memikirkannya. Kita semua sedang terluka, bukan?”

“Iya. Kita semua terluka. Dan kesemuanya juga nggak sepenuhnya salah Marvin dan Monic. Aku juga merasa salah.”

Mia tak lagi menjawab. Dia sudah selesai dengan apa yang ingin diluapkannya. Dia memang masih menyayangi Billy. Tapi rasa sayang itu kini dikalahkan oleh logikanya terhadap pengertian kasih sayang. Dia tidak akan lagi membiarkan diri terjerumus pada cinta yang salah. Dan inilah keputusan akhir mereka. Berpisah.

Billy begitu lega sekembalinya dari rumah Mia. Dia lega karena Mia bisa menerima semuanya tanpa adegan percobaan bunuh diri yang pernah dilakukannya beberapa bulan yang lalu.

Sepertinya sekaranglah waktunya dia kembali kepada Nona. Menyulut semangat gadis itu yang masih saja terpuruk karena dikhianati. Memulai hubungan yang semestinya sudah hadir sejak dulu. Namun selalu terganjal dengan perasaan Nona pada Marvin. Tapi sekarang Marvin sudah tidak ada. Mia juga sudah tidak ada di antara mereka. Tidak ada lagi penghalang.

Mereka duduk di kursi panjang taman belakang rumah Nona. Memandang hampa dan terdiam cukup lama. Seperti terbuai oleh pikiran masing-masing. Setelah menarik nafas panjang, barulah Billy memulai.

“Aku yakin kamu bisa melupakannya.”

“Mungkin bukan sekarang.”

“Kupikir lebih baik begini. Dia tidak pantas mendapatkanmu.”

“Udahlah, aku nggak ingin bahas itu lagi. Aku masih ingin sendiri, Billy.”

Billy menoleh, mengawasinya lekat-lekat. “Kupikir kita bisa memulai dari sekarang, Non. Jangan bohongi hatimu terus-menerus. Kamu tahu ada orang lain yang sedang mengharapkanmu.”

Nona menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya. Dia menunduk semakin dalam. Belum sanggup rasanya memulai hubungan baru. Hubungannya dengan Marvin berakhir dengan cara sangat menyakitkan. Dan sepertinya dia tidak akan mudah melupakannya. Lalu apa jadinya kalau dia sudah harus memulai hubungan baru?

“Aku belum bisa, Billy. Ini terlalu cepat.”

Billy memandangnya dengan tatapan tak percaya. Ada sorot kekecewaan di dalam matanya. Dia tidak memahami apa yang dimaksud Nona.

“Aku nggak bisa menunggu lebih lama, Non,” Billy menghela nafas perlahan. “Keputusan ada di tanganmu sekarang. Kalau kamu menerimaku, aku akan tetap di sini. Tapi kalau kamu menolakku,” Billy menelan ludah dengan getir, “aku akan pergi, pergi jauh.”

Kali ini Nonalah yang memandangnya dengan sejuta rasa bersalah. Dia belum bisa memulai ini semua. Dia tidak sanggup. “Maaf, Bil. Aku belum bisa.”

Dan itulah keputusan Nona. Dia menolak. Menolak menjalin kasih yang ditawarkan oleh Billy. Menolak geletar cinta yang pernah dirasakannya namun sengaja dienyahkan dari hatinya. Menolak semuanya. Dia belum mampu menghempaskan sosok Marvin dalam ingatannya. Belum mampu menghilangkan luka di hatinya. Barangkali waktu yang akan menyembuhkannya. Dia hanya berharap semoga Billy memahami perasaannya. Dan membiarkan sendiri. Entah sampai kapan.

***

Lanjut nggak, lanjut nggak nih...?

Love Is You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang