Sakit Hati

2.9K 150 3
                                    

Tak mudah menggebah pesona cinta pertama

- Nona -

Marvin melajukan motornya sekencang mungkin. Tiba-tiba muncul rasa bersalah. Menyelinap halus di dalam hatinya. Bagaimana pun dia masih menyayangi Nona. Mereka baru pacaran enam bulan. Waktu yang cukup lama bagi Marvin. Karena biasanya dia hanya bertahan tiga bulan saja.

Bersama Nona memang terasa lain. Gadis itu meski seringkali marah namun punya stok kesabaran yang lebih. Karena itu hubungan mereka awet. Nona tidak mudah meminta putus saat mengetahui Marvin main mata degan gadis lain. Begitu pula sekarang. Marvin malah secara langsung mengagumi Monic di depan pacarnya sendiri. Barangkali apa yang dilakukannya sudah sangat keterlaluan.

Sebenarnya bukan hal yang sulit bagi Marvin mengambil keputusan. Dia bisa saja mengiyakan permintaan putus Nona lalu merenteti Monic dan merayu gadis itu supaya mau jadi pacarnya. Tapi Marvin belum rela melepaskan Nona begitu saja. Apalagi sekarang dia tahu sudah ada cowok lain yang menanti Nona.

Dia masih penasaran pada Nona. Belum ingin melepaskannya begitu saja. Rasa sayang dan takut kehilangan masih melekat dalam hatinya. Ada sebuah hal yang belum bisa dia abaikan sejak Nona mengisi kesehariannya setiap hari. Bahwa dia tidak pernah berhasil mengajak Nona berhubungan lebih jauh. Gadis itu begitu kukuh mempertahankan kehormatannya.

“Cinta nggak perlu dibuktikan dengan hubungan badan, Vin,” elak Nona kala itu.

“Tapi cinta juga lebih indah bila bukan hanya diterjemahkan melalui ucapan. Tapi juga sentuhan.”

Sayangnya segala rayuan Marvin tidak pernah mempan dalam hal ini. Penolakan itu justru membuat Marvin menyadari sesuatu. Mengenal Nona seperti menyadarkan Marvin akan kebutuhannya didampingi oleh seorang istri yang setia kelak. Seorang istri yang bisa menjaga kehormatannya.

Begitulah egoisnya Marvin. Baginya seorang lelaki boleh bergaul dengan banyak gadis. Tapi yang namanya istri haruslah tangan pertama. Apa bukan egois namanya? Karena itu Marvin belum ingin berpisah dari Nona. Dan membaca pesan PHK alias Pemutusan Hubungan Kekasih itu, Marvin menjadi kalang kabut. Dia harus menemui Nona malam ini juga.

***

Nona tahu bahwa Marvin-lah yang datang. Tidak mungkin ada tamu orang tuanya pada pukul delapan malam. Tidak biasa. Jadi sudah dipastikan bahwa itu Marvin.

Kali ini Nona langsung keluar tanpa menghindar. Bisa-bisa mamanya curiga. Kalau sudah curiga, mamanya akan mengomel bahwa yang harus jadi prioritas utama adalah menyelesaikan kuliah. Bukan pacaran!

Karena itu Nona setengah berlari menuju teras rumahnya. Dan tidak salah lagi. Marvin berdiri dengan wajah sendu. Pemuda itu mengenakan jaket kulit yang basah. Sepertinya kegerimisan. Tak urung terbersit rasa iba di hati Nona.

“Sayang.” Marvin memulai jurus pertamanya. Dia memandang lekat-lekat mata sembab gadisnya. Uh, pasti habis nangis! Tapi melihat penampilan Nona yang hanya menggunakan setelan piyama berwarna cerah berbahan satin, Marvin jadi ingin memeluknya.

“Sayang, kamu marah ya? Aku minta maaf deh ya. Tapi kita jangan putus. Please...”

Nona benci sekali melihat raut muka Marvin. Karena dia bisa menjadi luluh. Hatinya memang sakit. Tapi kalau Marvin sampai rela kehujanan untuk meminta maafnya, dia bisa lunglai begini. Bagaimanapun juga dia masih menyayangi Marvin.

“Lebih baik putus kalau kamu sudah jatuh hati sama Monic,” Nona masih berusaha mempertahankan gengsinya. Masak sekali dirayu langsung dimaafkan? Muter-muter dulu dong!

“Nggak lah. Aku nggak jatuh hati sama Monic. Cuma sekedar kagum aja. Aku jatuh hatinya sama kamu. Cuma kamu yang aku sayang.”

“Kalau sayang kok masih ngelirik cewek lain?”

Love Is You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang