Bhatara membawa Tata ke sebuah rumah makan bergaya tradisional Jawa, bagus tempatnya, Tata belum pernah ke sini.
Matanya memindai ke sekeliling resto, interior resto tersebut mirip-mirip dengan yang ada di rumah kakek Wirabhumi.Kayaknya selera kakek turun ke Kangmasku deh, eh Kangmasku ?
Duh Gusti, kok aku gini amat sih...Tata menggeleng-gelengkan kepala, ingin mengeluarkan pikiran-pikiran yang menurutnya lebay.
"Kenapa Ta, ada apa ?" tanya Bhatara seraya menyentuh jari Tata sekilas, tapi sensasinya luar biasa bagi sang pemilik jari, berasa disengat listrik tegangan rendah, agak bergetar geli-geli gimana gitu.
"Eh, oh...nggak papa, cuma sedikit pegel lehernya, banyak kerjaan tadi," masa Tata ngaku, nggak lucu dong, iya kan....kan.
"Mata juga capek yah Ta kalau kerjanya ngelihatin angka terus, harus ada jeda buat istirahat, jangan dipaksain terus, makin capek nanti..." tangan Bhatara terangkat mengelus pelan rambut Tata dan sekali lagi membuat Tata kesetrum ringan, duh.
Nih laki, eh Kangmas ding, ayo jangan nggak sopan sama calon suami Ta.
Iya, Kangmas ini, suka banget bikin Tata kesetrum sih.
Lama nggak nongol, Tata udah bete dicuekin, eh begitu nongol gombalannya mauuuuuttt...
Bukan main deh.
Tapi, ini beneran atau cuma gombalan doang, Tata ogah kalau cuma di-php, Tata nggak mau patah hati, ntar repot move onnya apalagi dari yang kayak Kangmasku ini, beraaaatttt..."Hey....kok melamun sih kamu, tuh ditanyain mau makan apa ?" tepukan di bahunya membuyarkan lamunan konyol Tata.
"Eh, maaf...ehm makan apa yah, Tata nggak terlalu suka gudeg, manis. Pesen ayam goreng sama lodeh aja deh, boleh kan Mas ?" Tata melihat buku menu.
"Yah nggak masalah, masa Mas paksa Tata makan yang Tata nggak suka...oke Mbak, itu aja pesenannya, makasih."
Tata kembali diam, bingung mau ngapain.
Kebawelannya mendadak lenyap, berganti gelisah campur kikuk."Ta....kenapa nggak bilang kalau nggak suka gudeg, kan kita bisa cari makanan lain."
"Eh, nggak apa kok Mas, Tata bisa makan yang lain."
"Ehm...sepertinya kita memang harus lebih sering berkomunikasi, supaya bisa lebih saling mengenal.
Maaf yah Ta, Mas sibuk banget sampai bikin Tata bete..." Bhatara melirik Tata dengan sedikit rasa bersalah."Eh...siapa bilang, Tata nggak bete kok...hoax itu, jangan percaya Mas," Tata mendelik kaget dibilang bete karena Bhatara, malu-maluin aja.
"Masa Papamu bikin berita hoax tentang putrinya sendiri sih ?" lelaki itu tersenyum sedikit jahil, dia sudah tahu semua dari Papa Tata yang menelponnya tadi siang.
"Eh, oh....iiisssh Papa bikin malu Tata deh, sebel ...." Tata menutup wajah dengan kedua tangannya.
Bhatara tertawa geli melihat Tata yang malu itu, kayaknya malunya melebihi mereka yang tertangkap dalam OTT-nya KPK.
"Mas malah seneng tuh Tata bete, Tata perlu tahu kalau ........" dia sengaja menggantung ucapannya, ingin melihat respon sang gadis.
Tata menurunkan tangannya, mengerjapkan mata menatap Bhatara, lalu berkata," Kalau apa ?"
Respon yang sesuai dengan harapan Bhatara.Bhatara mendekatkan wajahnya ke telinga Tata, lalu berbisik," Kalau seperti itu lah rasanya jadi Mas selama 7 tahun ini ....."
Tata diam terpaku, tak berani menggerakkan kepala, untung saja dia tidak begitu saja reflek menoleh mendengar gombalan yang satu ini, tahu kan apa yang bakal terjadi kalau sedikit saja Tata menoleh ke arah Bhatara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suhitta, Memeluk Takdir Dalam Kutukan?
Ficción GeneralDia, Suhitta Gayatri gadis usia 24 tahun yang tak ingin terjebak dalam kutuk keluarga besarnya. Konon, sejak beberapa generasi kutuk menghantui keluarga mereka. Di tiap generasi pasti akan ada 1 perawan tua di masing-masing keturunan dari garis ibu...