8. Inilah Aku, Bisakah Kau Paham?

2.1K 168 59
                                    


Pagi itu, Tata izin tak masuk kerja. Ada pertemuan dengan pihak WO yang harus dia lakukan bersama Bhatara.
Mestinya nggak perlu mengorbankan pekerjaannya, kalau saja jadwal Bhatara nggak sesibuk sekarang.

Nanti sore, Bhatara harus terbang ke Batam untuk meninjau persiapan launching perumahan super elite yang akan dilaksanakan minggu depan.
Bisa jadi, dia mungkin bahkan tak kan pulang sampai selesai launching.
Nah, kalau terus ditunda pertemuan dengan pihak WO, bisa-bisa pernikahan mereka yang harus mundur dari jadwal, apalagi jadwal tanggal pernikahan yang mepet dengan masa advent, kalau lewat dari Rabu Abu di awal Maret, mereka baru bisa menikah setelah Paskah, di minggu terakhir bulan April atau awal Mei.

Semua jadi ribet karena karakter  Bhatara.
Dia tipe bos yang menuntut kesempurnaan, begitu selentingan yang Tata dengar.
Semua pekerjaan benar-benar dipantau sampai sedetail-detailnya.
Selama ini Tata tak terlalu banyak ingin tahu urusan kantor, belum jadi istri nggak boleh kepoin kerjaan calon suami, begitu kata Mama.

Beginilah adanya, Tata terpaksa ijin dari kantor dan membuat wajah Pak In terlihat jengkel karena deadline laporan pajak yang makin dekat.
Tapi Pak In juga tak bisa melarang Tata. Alasannya, Tata anak buah yang kompeten meskipun masih harus selalu diingatkan soal ini atau itu tapi dia tahan banting, meskipun sering diomelin, dia tak pernah jatuh mental, padahal Pak In tahu siapa ayah gadis itu.
Kalau saja Tata manja, sudah dari awal dia hengkang dari kantor itu dan memilih kerja di kantor ayahnya saja.

Dan, pagi ini untuk pertama kalinya dia menginjakkan kaki di kantor  Bhatara dengan status resmi sebagai "calon istri Dirut Wirabhumi Konstruksi".

Selama mereka berhubungan hampir 8 bulan ini, Tata jarang mendatangi Bhatara ke kantor, bahkan setelah pertunangan mereka 4,5 bulan yang lalu.
Selain karena alasan Tata bekerja, juga rasa segan di hati Tata. Baru calon kan, rasanya kok nggak etis sering-sering menjambangi tempat kerja calon suami yang notabene owner perusahaan tersebut. Tata nggak mau dianggap kecentilan menunjukkan posisinya di mata para karyawan di kantor itu.
Biarlah mereka tahu dengan sendirinya, bukan karena Tata yang unjuk diri.

Tata sampai di lobby kantor sekitar pukul 10.15, janjinya sih jam 11, yah mending kecepatan daripada telat.

"Eh, Bu Tata. Udah datang, langsung aja naik Bu," Mbak Evi, resepsionis merangkap operator telepon menyapa Tata ramah.
Tata mengangguk sambil tersenyum lalu melangkah ke lift di samping meja Mbak Evi.

Ruangan Bhatara ada di lantai 8 gedung yang total berlantai 10 itu.
Lantai 1 sampai 7 dipakai staf kantor, lantai 9 ada ruang pertemuan besar menyerupai hall, biasa digunakan kalau ada presentasi gabungan.
Dan lantai 10, adalah ruang arsip besar, tempat menyimpan data-data lama.

Tiba di lantai 8, suasana sedikit hening, maklum ini lantai yang dikhususkan hanya untuk Direksi dan ruang rapat.
Paling hanya ada sekretaris dan asisten di depan ruangan masing-masing.

Tata melangkah ke ruangan Bhatara.
Adisty sedang sibuk dengan laptopnya.

"Selamat pagi Mbak Adisty..."

"Eh copot eh kaget....oalaaah Mbak Tata, kok nggak kedengeran langkahnya, tahu-tahu udah di depan saya," Adisty memang suka latah kalau lagi kaget, Tata suka geli melihat ibu 2 anak itu.

"Mbak Adis, kagetan mulu. Ini kan ruangan berkarpet, yah nggak kedengeran langkahku. Mas Bat ada ?" tanya Tata sambil terkekeh.

"Sebentar Mbak Tata, masih ada yang menghadap Bapak. Sini duduk di sampingku aja. Mau ketemu WO yah Mbak ? Ribet yah kalau mau nikah gini, mana calon sibuk berat...." kalimat terakhir diucapkan sambil berbisik, matanya melirik ke pintu ruangan sang Bos.

Suhitta, Memeluk Takdir Dalam Kutukan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang