9 - Teman Lama

119 9 1
                                    

¤~¤

Semenjak hari itu, serupa wajah mulai memasuki indera pikirku. Wajah yang waktu itu menaungiku saat hujan. Malah, kini aku berharap bisa bertemu lagi dengannya. Lucu. Awalnya, aku sangat tidak suka padanya. Namun, kalau dipikir-pikir dia tidak pernah melakukan kesalahan. Dia bahkan mengembalikan flashdisk ku yang jatuh waktu itu. Aku hanya terlalu egois.

Hari ini aku dan Ranti memutuskan untuk pergi ke Festival Payung yang sering diadakan di Bogor. Terlalu penat dengan kehidupan kampus yang kadang bikin bosen, akhirnya kami berada di sini.

Memang sih, Bogor tidak seperti Bandung yang begitu banyak dipenuhi tempat-tempat wisata, kafe-kafe terkenal dan restoran yang makanannya serba lezat dan unik. Tapi menurutku, di sini tidak kalah menyenangkan.

Aku sering berkunjung ke Taman Safari Indonesia, dan itu adalah sesuatu yang berbeda. Senang aja melihat beragam binatang-binatang saling bercengkrama. Seperti rusa, merak, singa, gajah, dan lain-lain.

Kebun Raya Bogor juga menarik minatku. Awalnya karena Rahani yang mengajakku. Ternyata di sana, aku sering berjumpa dengan perempuan-perempuan bergamis, berkerudung lebar bahkan bercadar. Pantas saja Rahani senang banget kalau ke sana. Banyak temannya. Lalu, sesekali aku memotret mereka dari jauh. Bukan untuk apa-apa, hanya aku senang saja memfoto sesuatu yang natural. Dan aku nikmati sendiri. Tidak untuk disebarluaskan. Lagipula, ini hanya hobi.

"Vit, fotoin gue dong!" tiba-tiba Ranti meneriakiku.

"Enak aja. Foto berdua dong!" gerutuku.

Ranti mendengus. "Ih bentar aja. Gue kan nggak bawa kamera. Pake punya lo dulu. Ya, ya ya?"

Aku tertawa kecil. "Iya deh iya. Dasar!" Aku pun mulai mengarahkan kameraku pada objek Ranti. Gadis itu tersenyum lebar dengan ceria. Rambut panjangnya bergerak dimainkan angin. Dia memang cantik. Tapi kasihan, Ranti ditinggal menikah oleh pacarnya tiga bulan lalu. Makanya sekarang dia jomblo. Masih dalam tahap move on.

"Oke. Makasih, Vitaku. Sekarang kita selfie!" teriak Ranti kini sambil mengarahkan kamera ponselnya. Namun tiba-tiba kejadian kecil terjadi.

"Woi jalan liat-liat dong!" bentak Ranti saat seseorang tak sengaja menyenggolnya sampai ponselnya jatuh dari genggaman.

"Gue minta maaf banget, nggak sengaja. Gue juga lagi buru-buru nih," balas orang itu. Tapi aku belum melihat jelas karena terkejut dan langsung berjongkok untuk memungut ponsel Ranti. Syukurlah masih bisa dinyalakan. "Udah, Ran, ponsel lo masih hidup kok. Belum almarhum," ucapku menenangkan Ranti.

"Loh, Vita?"

Aku mendongak pada siapa yang barusan menyebut namaku. Mataku membulat. "Hei, Arya!"

Arya. Temannya Piqni. Cowok yang pernah dekat denganku. Maksudnya akrab sebagai teman. Meski kita tidak sekelas. Kami kenal waktu pembuatan film pendek buatan Piqni. Dari sanalah, aku dan Arya jadi akrab.

"Lo kuliah di sini, Vit?" tanya cowok itu.

"Iya. Lo sendiri ngapain di sini?"

"Refereshing, dong"

"Kok kalian malah ngobrol sih? Nih gimana nasib hp gue?"

Hijrah BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang