Taehyung👻 55

1.1K 144 16
                                    

Dari kejauhan Chae Rim mengamati kedua temannya yang kini tengah asyik berkejar-kejaran di tepi pantai tanpa peduli ombak menerjang tubuh mereka hingga basah kuyup. Pancaran wajah mereka menyiratkan kebahagiaan teramat sangat; mata mereka berbinar sementara senyum membingkai wajah rupawan mereka.

Chae Rim terdiam di tempat. Sepertinya, tidak tepat jika dia datang di saat seperti ini. Dia hanya akan membuat canggung suasana. Lantas, dengan sekantong kresek berisi minuman dingin dan beberapa makanan ringan, Chae Rim memutuskan untuk pergi ke parkiran. Dia memilih untuk menunggu mereka saja di mobil bersama Jin. Meski dia memang tak begitu dekat dengan Jin. Namun, itu jauh lebih baik daripada kembali ke pantai kemudian menganggu pasangan kekasih yang sedang kasmaran itu. Itu jauh lebih baik.

Di parkiran, Jin terlihat sedang duduk di kap depan mobil dengan lintingan tembakau di jari panjangnya. Dia menghisap jarum itu dan tak lama kepulan asap keluar dari dalam mulutnya. Terkadang, Chae Rim tak mengerti mengapa sebagian orang memilih merokok hanya agar tidak dianggap rendah oleh orang. Padahal faktanya rokokmemperpendek hidup hingga sepuluh tahun. Orang harus sadar bahwa merokok adalah aktivitas berbahaya. Tidak ada batasan aman dalam merokok. Tidak ada istilah merokok 'sekali-kali'. 

Jin yang sedang termenung, entah memikirkan apa, langsung membuang rokok yang tengah dihisapnya ke aspal saat sadar akan kehadiran Chae Rim. "Sial. Gue kira Taehyung," umpatnya sambil mengatur napas akibat kepanikannya yang sia-sia.

"Kenapa memangnya kalo Taehyung?"

Jin mengangkat jempol tangannya dan membuat garis horizontal di udara dekat batang lehernya. "Dia paling gak suka ngeliat orang ngerokok."

Chae Rim tak berkomentar lebih lanjut; tidak peduli juga tak ingin tahu. "Mau minum?" tawarnya seraya mengacungkan kantong kresek di tangannya.

"Tau aja gue haus nunggu di sini sendirian dari tadi," ucap Jin lalu mengambil sekaleng minuman isotonik dari dalam kantong kresek yang Chae Rim bawa dan langsung menenggaknya sampai habis.

Chae Rim berniat duduk di samping Jin, tapi tubuhnya yang terbilang pendek membuatnya kesulitan untuk naik ke kap depan mobil. Dia terus mencoba sampai akhirnya ketika dia hendak menyerah, sebuah tangan tiba-tiba saja melingkar di perutnya dan mengangkatnya hingga terduduk manis di atas. Pemilik tangan itu tak lain tak bukan adalah Jin. Dia mengangkat Chae Rim bagai mengangkat sebuah bulu, tak terlihat kesulitan sama sekali.

"Emm ... gomawo, Jin," ucap Chae Rim. Semburat kemerahan mewarnai pipinya yang berisi.

"Chae Rim, dari pagi gue penasaran. Lo beneran bisa liat masa depan?" tanya Jin penuh keraguan. "Coba liat masa depan gue."

Sejenak Chae Rim ragu karena akhir-akhir ini vision yang biasanya selalu tampak bagai sebuah potongan film, kini tak setajam sebelumnya. Dulu saat beradu tatap dengan seseorang, dia bisa tahu apa yang akan terjadi nanti pada orang itu. Akan tetapi, sekarang berbeda, kemampuannya telah banyak berkurang. Kadang meski ia telah memusatkan pikiran, ia tak kunjung dapat melihat vision. Ini aneh. Terlebih beberapa kali ia justru melihat vision di dalam mimpi. Entahlah apa yang sedang terjadi, yang jelas, Chae Rim menjadi tak tenang jika jatuh tertidur.

Chae Rim mendeham demi mengenyahkan segala pikiran. Perlahan dia memutar tubuhnya menghadap Jin, menatap mata Jin tepat di manik matanya, dan sebuah vision pun muncul. Dia melihat samar adegan Jin yang tengah memegang kamera. Jin tampak fokus menatap viewfinder, melihat hasil jepretannya. Namun, tak selama sebelum-sebelumnya, vision tersebut hilang. Hanya sekelebat yang dapat ia lihat.

"Apa yang lo liat?" tanya Jin tak sabar. Setengah meragukan dan setengah mengecek kejujuran Chae Rim mengenai dirinya yang mengaku bisa melihat masa depan. Jin mengganggap itu tak masuk akal. Konyol. Tidak mungkin ada yang seperti itu.

"Aku lihat kamu menjadi seorang fotografer."

Jin terkesiap. Hebat. Bagaimana dia tahu kalau dia ingin menjadi fotografer? Namun, tetap saja Jin ragu akan kemampuan Chae Rim. "Mustahil. Gue gak mungkin bisa jadi fotografer."

"Bisa. Setelah kamu melawan ayahmu, kabur dari rumah, dan membuktikan kamu bisa sukses dari hobimu itu."

Untuk kedua kalinya Jin kembali terkesiap. "Oke, anggep aja lo emang bisa liat masa depan, tapi gue akui lo hebat. Gue emang gak boleh jadi fotografer, gue harus nerusin usaha appa, dan gue sering berpikir untuk kabur. Lo hebat."

💘💘💘

Di lain tempat pada waktu yang bersamaan. Taehyung tampak mengelus lembut rambut hitam pekat milik Ji Eun. Mereka masih duduk di tepi pantai ditemani sang mentari yang mulai melepas senja.

"Nuna, tau gak?" ucap Taehyung. "Bahkan seisi semesta pun gak bisa menggambarkan rasa cintaku pada, nuna."

Ji Eun membisu. Mendengar ucapan Taehyung tidak membuat hatinya berbunga, dan malah membuatnya ingin muntah. Serius. Baru kali ini dia mendengar ungkapan perasaan yang sangat menjijikkan. Terlebih itu Taehyung yang mengatakannya. "Kamu belajar dari mana, Tae?"

"Apaan?"

"Kalimat itu."

"Dari Kim Seok Jin," Taehyung menyengir, "kenapa emangnya?"

"Jijik. Jangan ngomong gitu lagi."

"Kenapa? Aku suka. Saran Jin selalu jitu. Nuna, mau denger yang lain?"

"Engga, makasih."

"'Aku tanpamu, bagai ambulan tanpa uwiw-uwiw, terasa kurang.'."

"Taehyung, geumanhae"

"Kenapa? Aku masih punya banyak."

"Kim Taehyung!"

"'Gak mungkin aku berenti mencintaimu. Aku hanya bisa belajar hidup tanpamu.'"

Ji Eun bangkit dari duduknya dan berlari menjauh dari Taehyung sambil menutupi kedua telinganya. Pemuda itu ternyata mudah dicuci otak. Kalimat menjijikkan seperti itu dia turuti. Parahnya, Jin justru menggunakan kepolosannya itu, dan memberitahunya hal-hal yang menyeleweng. Jika Jin tahu Taehyung mengikuti segala saran darinya, dia pasti tertawa terpingkal-pingkal.

Ji Eun berhenti berlari. Dia lupa salah satu sepatunya hilang terbawa ombak karena ulah Taehyung tadi. Dia memberenggut kesal menatap pemuda yang berada tak jauh dari tempatnya itu.

"Kan, aku udah minta maaf, nuna," ungkap Taehyung sadar arti tatapan kesal dari Ji Eun.

Ji Eun menghela napas kasar, lalu kembali berjalan menuju parkiran tanpa menghiraukan Taehyung yang masih merasa bersalah. Sebenarnya, ini bukan salah Taehyung sepenuhnya. Ji Eun pun tahu akan hal itu, tapi ada perasaan senang tersendiri jika menjaili pemuda itu. Mungkin ini alasan mengapa Jin sering mengerjai Taehyung. Ji Eun yakin kini Taehyung sedang memanyunkan bibirnya. Dia selalu begitu jika sedang merasa bersalah atau merasa bosan.

Ji Eun nyaris terjatuh saat Taehyung tiba-tiba melepas sebelah sepatunya yang masih dipakai, dan membuangnya ke tempat sampah.

"Nuna, naik ke punggung aku."

Taehyung berjongkok memunggungi Ji Eun. Ji Eun sempat menolak namun Taehyung terus memakasa. Akhirnya Ji Eun pun menurut, mereka melenggang menuju parkiran, dan kembali ke Seoul. Sejenak Ji Eun lupa akan ketakutan yang tadi malam dia rasakan. Dia tidak sadar bahwa beberapa jam ke depan dia akan menangis meraung-raung akibat rasa takut yang terus menyiksanya tiada ampun.

Bersambung...

[13 September 2018]

My Perfect Happy VirusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang