"Hei, kau Hot mama yang kemarin kan?" Alis Jimin menukik, ia menoleh menatap lelaki yang tengah meneguk martini dengan seringaian yang terpasang di wajah (yang sialnya) terlihat tampan itu.
"Siapa yang kau sebut dengan Hot mama? Apa aku pernah mengenalmu?" Jimin memicing bingung, mencoba mengingat - ingat apakah ia pernah bertemu dengan lelaki didepannya atau tidak. Sedangkan lelaki malah itu menyungging senyum, menampakkan dua bilah gigi depannya yang terlihat besar.
'Lucu.' Batin Jimin.
"Wah, aku tersinggung kau tidak mengingatku." Lelaki tinggi itu berdecak, jelas bahwa gesturenya terasa flirty dan tidak terasa seperti percakapan wajar yang seharusnya. Lagipula, apa yang dapat diharapkan dengan pertemuan di bar memangnya?
"Jangan main – main denganku bocah." Jimin mendengus tak suka, ia meneguk cocktailnya dalam sekali teguk.
"Memang sepertinya ibu – ibu susah sekali diajak bercanda." Lelaki itu terkekeh, lalu membuat gesture seperti sedang mengendarai motor. Tautan alis Jimin langsung menghilang, ia mengingatnya.
"Ah, kau Jeon Jungseok kan? Yang tempo hari memberiku tumpangan ke sekolah anakku." Jimin menjentik jari, ia tersenyum puas. Pipinya memerah, efek alcohol yang mulai menghangatkan dirinya.
"Tebakanmu benar, tapi namaku Jungkook, Jeon Jungkook. Mulai dari sekarang ingatlah itu ya?" Lelaki itu berbisik rendah di telinga Jimin. Menghantar impuls – impuls yang membuat bulu kuduknya berdiri.
Jimin menoleh, menatap lelaki yang kini tersenyum lebar didepannya. Terlihat polos dan tidak bersalah, berbeda dengan apa yang dilakukannya tadi. Jimin menghela nafasnya, ia menggoyangkan gelas cocktailnya yang kosong sebelum mengangkat tangannya dan berteriak. Bermaksud untuk kembali memesan.
Jungkook meraih tangan Jimin, menurunkannya sembari melihatnya dengan pandangan iseng. Memerangkapnya dalam tangannya yang lebih besar dan meremasnya main – main.
"Kau mau mabuk? Sepertinya harimu kurang menyenangkan ya hari ini, Hot mama?" Jimin mendengus, ia melepas genggaman tangan Jungkook sambil menggumam.
"Bukan urusanmu."
Jungkook terkekeh mendengar ucapan sinis Jimin. Ia mengangkat tangannya, mencoba meraih perhatian bartender.
"Aku mau segelas sex on the beach dengan ekstra vodka untuk si seksi ini." Ia mengerling, menatap Jimin dengan pandangan yang membuat si manis berdebar.
"A – ada apa? Kenapa kau mentraktirku." Jimin bertambah was – was, Jungkook tersenyum lebar saat remang cahaya tak berbohong padanya. Ada semu kemerahan yang semakin tampak di pipi bulat Jimin.
"Tidak ada, hanya sedang ingin mentraktir makhluk cantik yang ada didepanku. Aku penasaran, tidakkah jatuh itu terasa sakit?" Jungkook menyodorkan cocktail yang tadi pemuda itu pesan pada Jimin. Jimin langsung meneguknya tanpa basa basi.
"Apa maksudmu dengan sakit?"
"Jatuh dari surga, apakah itu sakit? Malaikat cantik sepertimu sudah pasti datang dari surga bukan?" Jimin dapat mendengar cuitan ataupun seruan seruan iseng orang orang disekeliling mereka. Lelaki itu mengulum senyum sebelum menumpukan dagu pada tangannya, bersandar dimeja dengan tanpa memutuskan pandangannya pada lelaki yang ia sebut bocah ini sedari tadi.
"Hmm , entahlah aku juga tidak yakin dengan rasanya jatuh dari surga itu seperti apa. Karena rasanya aku tidak terjatuh dari surga." Ia tersenyum nakal, matanya memaku Jungkook dalam.
"Tetapi jika kau bertanya bagaimana rasanya merangkak dari neraka, dengan senang hati aku akan menceritakannya padamu." Jimin mendekat, berbisik lirih ditelinga Jungkook yang terlihat membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Good Wife
Fanfiction[ Tamat ] Semua mata memandang Park Jimin, sebagai seorang istri yang sempurna. Seorang anak perempuan yang pandai, suami yang tampan juga pintar dan mencintainya dengan tulus. Serta paras menawan juga limpahan harta yang seolah tak ada habisnya. T...