Yang lupa sama jalan cerita ff ini saking dianggurin lama, coba balik dulu ke chapter sebelumnya yah...
********
Kamasehun POV
Merintis sebuah usaha cafe bersama Yeolie di kota Bandung udah aku awali sejak setahun kepergianku dari Jakarta. Yeolie cuma sekedar menanam saham dan menyerahkan segala urusan cafe ke aku, dimana aku juga sering dibantu Kai atau Baekhie yang sesekali datang berkunjung.
Cafe bernama Hunrene ini aku ambil dari nama belakangku dan Rene. Meski tanahnya masih ngontrak tapi bangunan dan seluruhnya bener-bener aku yang mendesign. Aku gak perlu minta persetujuan Yeolli untuk kepentingan ini dan itu karena dia juga nggak mau kerjasama kita diketahui oleh Tiffany. Jelas kalau Tiffany tahu, dia bakal koar-koar ke Mama dan Papa yang berujung aku disuruh pulang balik ke Jakarta. Nggak akan aku pulang sebelum aku sukses, mungkin ini bisa dibilang sebuah dendam yang memberiku inspirasi untuk bisa hidup lebih maju. Bukan demi aku, tapi demi Irene dan dedek Sean, dua orang yang paling aku rindukan sampai sekarang.
Aku cuma tinggal di rumah kost nggak jauh dari cafe, tepatnya di kost milik Bapak Haji Harun. Kamarnya cuma ukuran 3x4, gak ada AC tapi ada kamar mandi dalamnya. Bukan sebuah kost mewah karena disitu cuma ada kasur lantai sama lemari baju plus meja komputer. Aku juga datang ke Bandung nggak bawa banyak barang-barang dan hidup seadanya disini.
Pak Harun itu punya anak gadis usia masih remaja- yang maaf- kurang beruntung karna gadis itu tuna rungu sama tuna wicara, sepaket gitu. Dan itu mengingatkan aku waktu pertama kali ketemu Rene. Namanya Lina, mukanya cantik kaya berbie dan dia sering aku suruh buat beres-beres kamar. Dikasih upah 20 ribu aja udah kesenengen dia.
Sore ini Lina baru selesai beresin kamar waktu aku baru balik dari cafe untuk sekedar istirahat sebentar.
Lina nunjuk - nunjuk bingkai foto Rene yang aku pasang di atas meja sambil ngomong pake bahasa isyarat. Serius aku nggak begitu ngerti maksudnya apa jadi aku cuma respon singkat."Nggak apa-apa fotonya taruh situ aja," ucapku dengan mulut yang bergerak-gerak biar dia paham. Habis itu aku kasih Lina duit tapi jarinya masih nunjuk ke arah bingkai foto Rene. "Iya udah keluar aja sana, makasih ya," nggak mau ambil pusing berkomunikasi sama Lina, aku langsung tutup pintu dan selonjoran di kasur.
Sebentar lagi sholat Ashar dan biasanya aku ke Mushola sebelah sambil ngajarin ngaji anak-anak kecil kalau sempet. Tapi nggak tahu kenapa rasanya hari ini aku capek banget, mataku udah panas dan semua tulang rasanya nyeri. Nggak apa-apa deh bolos sholat saking udah nggak tahan mata maunya merem aja. Lagian cafe udah ada si Latif yang handle jadi bisa aku tinggal-tinggal sekarang. Kalau dulu semua masih aku yang kerjain, dari belanja, sampai racik bumbu sama bikin cilan-cemilan kecil. Syukur alhamdulillah privat masak selama 3 bulan nggak sia-sia dijabanin.
Sebelum bener-bener merem aku lirik jam dinding dan berharap jam 5 sore nanti aku kebangun biar nggak telat nyusul sholat Ashar sebelum maghrib tiba. Mana perut laper lupa belum makan siang, bodo ah.
----
Irene PoV
Papa lagi nginep di rumah tante Nia dan itu jadi kesempatan aku buat titipin dedek Sean ke Bik Ijah untuk pergi ke Bandung. Mama mertua sama Mba Teppi sebenarnya juga beberapa kali menawarkan biar sesekali dedek Sean nginep disana, tapi nggak enak aja takut Papa nanyain malah jadi nambah masalah. Pokoknya setelah menghilangnya Mas Sehun dari hidupku, aku justru semakin dekat dengan keluarganya secara diam-diam.
Dan kenapa aku bisa sampai di Bandung, ini semua berkat Klee, istri Mas Kai yang nggak sengaja ketemu aku di Mall waktu lagi belanja baju anak. Kita udah lama nggak ketemu jadi begitu ketemu langsung cipika-cipiki sambil ngobrol sementara Malika sama dedek Sean sibuk nyusu di kereta dorong masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam Tanpa Kata (Hunrene)
РазноеGimana ceritanya kalau ada cowo tengil ketemu sama cewe cantik tapi gak bisa ngomong? Inilah kisah Kamasehun, cowo super duper pede yang harus berhadapan dengan seorang cewe spesial yang telah membuatnya jatuh cinta. Dan bagaimana perjuangan mereka...