Chapter 27.

1.8K 221 188
                                    

Irene PoV

Pagi ini suasana rumah heboh. Bukan karena dedek Sean yang jerit-jerit kegirangan dapet hadiah mobil remote control dari calon Pakdenya, tapi karena Mba Teppi datang dan langsung tangisnya pecah begitu tahu Mas Sehun pulang dalam keadaan lagi sakit.

"Bocah ngeyel, udah ngilang setahun, pulang-pulang kurus jelek gini. Hidup dibelahan bumi bagian mana kamu hah? Udah merasa jadi superhero sampai nggak butuh siapa-siapa?Dasar bulukukuk bego, gila, nggak tahu diri!" habis dipeluk, Mas Sehun langsung kena tabokan berkali-kali di kedua lengannya sampai meringis kesakitan. "Kamu nggak kasihan sama Papa Mama, mereka cariin kamu kaya orang linglung, tau! Sebel ih sebel punya adek kaya kamu."

Mas Sehun nggak banyak merespon karena yang pasti dia juga menyadari kalau keputusannya menghilang dari Jakarta itu salah, walaupun niatnya sih memang baik. Dia juga nggak perlu repot-repot beralasan, menjelaskan ini itu karena sama seperti yang aku pikirkan, yang berlalu biarlah berlalu. Lagipula menjelaskan sampai mulutnya monyong semeter juga pasti tetep akan dinyinyirin.

"Apa ini tulang dimana-mana, muka kusem, dekil, kamu nggak jadi petani yang nyangkul di sawah kan? Atau kamu kerja jadi sales panci yang door to door gitu? Serius kalau kamu nggak ganteng aku males ngakuin kamu itu sodara aku."

Mengabaikan keributan Mba Teppi di kamar, aku menyuruh Bik Ijah buatin dua gelas minuman buat pasangan nyentrik yang pagi-pagi udah bikin heboh di rumah. Senyumin aja waktu lihat Mas Yeollie sama dedek Sean gulang-guling di lantai nggak tahu lagi bercanda apa. Kemeja kerjanya sampai kusut tapi dia nggak perduli, persis kaya Mas Sehun yang Daddy able banget.

"Ihiiir Papanya dedek udah pulang nih yeee," Mas Yeollie bercandain sambil bokong si dedek di tepuk-tepuk gemes. "Mama Papa dedek udah kumpul lagi di rumah, mamam-mamam yuk dek?"

"Mas Yeolli awas aja ya, udah sekongkol sama Mas Sehun tapi innocent banget," aku deketin sambil bibirku mencembik pura-pura dongkol.

"Nanti kalau aku kasih tahu kamu, Kamasehun bakal nebas kepalaku. Nggak apa-apa aku mati, tapi kan kasihan Mba Teppi nanti jadi janda, orang dia udah cinta mati sama aku, Ren."

Aku jadi mikir, apa iya orang ganteng itu selalu narsis? Kadang Mas Sehun aja merasa kegantengannya itu sangat hakiki, ditambah Mas Yeollie yang pedenya selangit. Butuh pengakuan banget ya mereka.

"Terus Papa kamu udah tau belum Kamasehun pulang?" Mas Yeollie membiarkan dedek Sean duduk dipangkuannya selagi Mas Yeollie menatapku penasaran.

"Papa masih di rumah tante Nia, belum tau Mas. Tapi ini juga kan rumah Mas Sehun, jadi nggak ada salahnya kalau yang punya pulang kan?"

"Dibenci seseorang itu sakit Ren, bukan aku berpihak sama Kamasehun karena dia sahabat aku. Tapi seeanggaknya biarkan dia melakukan sesuatu yang bisa menghibur hati dia. Dan itulah kenapa aku dukung apapun keputusan dia meski di sisi lain aku kasihan sama kamu dan dedek Sean," kepala dedek Sean dicium berapa kali habis itu Mas Yeollie usap - usap pipi si dedek yang penuh dengan iler. "Jangan marahan lagi, jangan benci dia, jangan memojokan dia, dan kamu sebagai istri harus pengertian sama dia."

Responku cuma tersenyum tipis, sama seperti janjiku waktu nekad pergi ke Bandung. Aku nggak akan lagi membuat perasaan Mas Sehun sedih, nggak akan lagi membahas pertengkaran kita dulu, ngak akan lagi jadi istri yang manja dan menyusahkan. Bagaimanapun, baik dan buruknya Mas Sehun adalah pilihanku, lelaki yang akan menjadi sandaran hidupku selamanya.

"Ren, kita buru-buru mau pergi ke kantor nih, kalian berdua sempetin pulang ke rumah Mama Papa ya?" Mba Teppi  keluar dari kamar dengan mata yang sembab. "Aku nggak bisa kasih kabar ke mereka, aku nggak sanggup ngomongnya."

Diam Tanpa Kata (Hunrene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang