Aliana sedang berjalan sendirian ketika tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat didepannya.Ia memperhatikan mobil itu dan menunggu si pengemudi turun.
Seorang laki-laki mengenakan jas hitam turun dari mobil dan menghampiri Aliana.Awalnya ia mengira laki-laki itu ingin bertemu dengan seseorang disana,maka Aliana kembali berjalan dan tidak menghiraukannya.
"Tunggu!"Aliana berbalik dan menatap laki-laki itu yang kini sedang menatapnya.
Aliana menengok kekiri dan kekanan serta kebelakangnya,mungkin saja ada oranglain disana.
Namun disana tidak ada siapapun kecuali kendaraan yang berlalu lalang.
"Kamu temannya Melan kan?"tanya laki-laki itu.
Aliana menatap laki-laki itu kemudian menunjuk hidungnya.
"ohh,om lagi bicara sama saya?"tanyanya kemudian.
"Iya."kata laki-laki sambil berjalan mendekat.
"Ada apa ya om?"
"Kamu temannya Melan kan?"
"Melan yang mana ya om,soalnya teman saya yang namanya Melan banyak om."
"Melan Andrinal wijaya."
Aliana menatap laki-laki itu sekali lagi dan mencoba mengingat keluarga Melan yang mana?.Ia kemudian menjawab dengan nada curiga.
"Iya saya sahabatnya om..Om siapa ya?"
"Saya Ayahnya Melan."
"Tapi kok saya gak pernah lihat ya om."kata Aliana yang masih belum percaya.
"Karna selama ini saya ada diluar negeri"
"ohh gitu.."Aliana menganggu-anggukan kepalanya mengerti.
Tanyanya kemudian.
"Terus Om ada urusan apa ya sama saya?..kalau mau nanya soal Melan,percuma,sebab Melan sudah pergi keluar negeri sama ibunya."ada nada kecewa terdengar saat Aliana menyebut nama Melan.
"Saya sudah tahu..Kamu tentu kecewa sebab Melan pergi tanpa mengabari kalian sahabat-sahabtnya bukan.?jika kamu ingin tahu alasannya,kamu ikut saya."tanpa menunggu jawaban Aliana,laki-laki itu sudah lebih dulu masuk kedalam mobil.
Aliana termenung.Ia ragu untuk ikut masuk kedalam mobil bersama laki-laki yang mengaku ayah Melan.Ia tidak mengenal laki-laki itu.Bagaimana jika laki-laki itu hanya penculik yang hendak menculiknya.Tapi jika benar dia penculik,apa gunanya ia menculik gadis miskin sepertinya yang tidak memiliki apa-apa.Begitulah pikiran-pikiran aneh terus bermunculan didalam otaknya.
"Woi Aliana,ngapain bengong disitu?.kesambet setan tau rasa lo"Aliana kaget ketika kaca jendela mobil terbuka dan melihat Devan ada didalam mobil laki-laki itu.Bahkan bukan hanya dia,tapi Arland juga ada disana dan sedang memberi isyarat pada Aliana untuk segera masuk kedalam mobil.
"Lu berdua kenapa bisa ada disini juga?"tanya Aliana begitu ia masuk mobil dan duduk disamping Arland.Devan sendiri duduk didepan ,disamping laki-laki itu.
"Saya yang memanggil mereka."jawab laki-laki itu.
Aliana menatap Arland dengan wajah bingung seolah bertanya 'ada apa' namun yang ditanya hanya menaikkan bahu tidak mengerti.
Laki-laki itu membawa ketiganya kesebuah restoran.
"Jadi om mau ngomong apa soal Melan."tanya Aliana dengan tidak sabar.
"Sabar dulu.Sebaiknya kalian makan dulu agar kita bisa mengobrol dengan tenang."
"Aku gak lapar om."jawab Aliana cepat.
"Tapi kedua temanmu sudah lapar sepertinya."
Aliana melihat kedua temannya yang makan dengan lahap seperti orang kelaparan yang tidak pernah makan selama sebulan.Dengan menahan kesal gadis itu terpaksa bersabar.
"Sebelumnya aku ingin bertanya padamu."kata ayah Melan sambil menatap Aliana.
"Sudah berapa lama kamu mengenal putri saya?"
"Saya dan Melan sudah bersahabat semenjak kelas 1 SMP."
"Berarti kamu sering melihat dia mimisan?"
"Iya.Bahkan saya yang sering membawanya pulang ketika ia mimisan."jawab Aliana.
Laki-laki itu berdiam diri sejenak,
"Melan menderita kanker otak,itu sebabnya ia di bawa ibunya pergi ke luar negeri untuk berobat walau kemungkinan Melan tidak akan sembuh lagi."Aliana,Devan dan juga Arland seketika diam mematung dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Aku dan ibunya Melan sudah bercerai dan ibunya melarangku untuk menemui Melan lagi,namun aku diam-diam selalu mengawasi dan mencari tahu tentang Melan,itu sebabnya aku tahu bahwa ia menderita kanker."
Laki-laki itu diam sejenak dan menatap Aliana sekalian lalu matanya mengawasi Aliana dengan tajam.
"Aku juga tahu bahwa beberapa hari yang lalu Melan mengajakmu ke sebuah restoran dan mengacaukan segala yang ada di sana bukan?"
Aliana hanya mengangguk dan tidak tahu harus menjawab apa karna masih syok mendengar tentang Melan.Sejujurnya ia merasa ia sangat dekat dengan Melan hingga segalanya ia tahu,namun nyatanya Ayahnya dan bahkan penyakit yang di derita sahabtnya itu tidak satupun di ketahuinya.
Kembali laki-laki itu menarik nafasnya seolah dengan begitu barulah ia bisa bersuara.
"Restoran itu milik saya,dan saya melihat semua yang kalian berdua lakukan namun saya mendiamkannya."Kembali Aliana diam mematung seolah apapun tidak di dengarnya.Devan maupun Arland hanya bisa melihat Aliana seolah minta penjelasan.Namun yang di tatap tetap menundukkan kepalanya.
Beberapa menit keadaan menjadi sunyi,hanya suara para pengujung restoran lain yang terdengar.Tidak lama kemudian Devan menyadari sesuatu dan menatap laki-laki di depannya.
"Om"panggilnya pelan
"Jadi maksudnya om ngajak kami bertemu seperti ini selain untuk memberitahukan keadaan Melan,Apa.....om juga bermaksud meminta Aliana untuk mengganti rugi.Tapi yang meminta Aliana kan anak om sendiri jadi saya rasa om tidak....."
"Tidak."jawaban itu membuat Devan maupun Arland menarik nafas lega.
"Lalu kalau bukan itu.."
Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan Arland melainkan mengeluarkan sebuah kartu nama dari dalam dompetnya dan menyimpannya di meja di depan Aliana.
"Di sini ada nomor telepon saya,saya tidak bisa berlama-lama karna ada urusan.Saya harap dalam minggu ini kamu menelpon saya sebab ada sesuatu yang ingin saya bicarakan berdua dengan kamu."setelahnya laki-laki itu beranjak dan meninggalkan mereka bertiga.
"Eh tunggu dulu om!"panggil Devan.
"Ya ada apa?"
"Mmmmmm...anu om..ngngng yang bayar semua makanan ini siapa?"
"Hahaha tenang saja,saya yang akan membayarnya."
Seberlalunya laki-laki itu Arland menyikut lengan Devan yang menurutnya sudah membuat malu.Lalu keduanya mengajak Aliana pulang.Di perjalanan Aliana lebih banyak diam,jadi Arland maupun Devan tidak berani bertanya ataupun mengusik sahabatnya itu.
Aliana memandang kartu nama yang ada di tangannya.Disana tertulis nama Herman Ahmadijaya.Selama ini ia benar-benar tidak tahu Ayah Melan.Diapun pernah menanyakannya pada Melan namun gadis itu malah marah.Jadi seterusnya ia tidak berani lagi untuk bertanya.
Selanjutnya ia tertidur karna terlalu lelah.