"Gue maafin lo... tapi jangan pernah diulang kesalahan yang sama" aku memegang tangannya dan menuntunnya duduk ke atas ranjang.
Mungkin ini sudah cukup, Suri sudah menerima balasan atas perbuatannya. Kehilangan anak dan suami sudah cukup membuatnya menderita. Aku sebagai sesama wanita juga bisa merasakan hal yang sama.
"lo istirahat saja dulu, bicarakan dengan dokter keadaan bayi lo, lo pertahanin atau lo gugurin, semua terserah apa keputusan lo, gue balik dulu" kataku
"makasih Run" katanya dan aku tersenyum melihatnya.
Aku meninggalkannya diruang rawat dan aku menyusul Chika. Jadi gak enak gini ninggalin dia sendirian disini.
Aku melihat dia duduk sendirian di ruang tunggu dengan kepala menunduk, apa hasilnya jelek makanya dia kelihatan sedih gitu.
"Chika gimana hasilnya" kataku cemas.
"gue... gue..." dia gugup dan menunjukkan hasil tesnya.
Aku mengambil surat itu dari tangannya dan melihat dengan cepat.
Astaga...
"gue telepon abang dulu" kataku
"jangan...." katanya menahan tanganku.
"gpp dia harus tau"
Aku menghubungi bang Radya dan menyuruhnya datang menjemput istrinya.
"kata dokter apa?, kok lo bisa gak tau selama ini lo lagi hamil? emangnya lo gak pernah tes pake alat tes?, bodo banget masa udah 2 bulan gak tau kalo udah isi" aku menjitak kepalanya.
"haid gue emang gak teratur kadang datang kadang gak, dulu awal2 gue sempat beli alat tes banyak dan hasilnya selalu negatif, terakhir2 ini malam gak pernah gue sentuh takut kecewa" katanya
"ckckckck kalo gak ke dokter tadi nih pasti bakal gak tau lo hamil kan" kataku lagi
"iya hehehehehe kok bisa ya gue gak tau lagi isi, gak ada tanda2 sih mual, ngidam atau apapun" katanya
"sama... padahal gue pengen banget merasakan ngidam" kataku sedih
"btw busway si Suri sakit apa?" tanyanya ketika kami berjalan ke Lobby dimana bang Radya sudah menunggu.
"hamil"
"astaga jadi kita bertiga ini bumil semua?" katanya dengan histeris.
"iya" jawabku
"ckckckckc kok bisa ya kita hamil barengan gini"
"tau dah, dan yang bikin kasian suami dan anaknya pergi entah gimana ninggalin dia sendirian yang lagi hamil" kataku mengingat nasib Suri.
"mungkin itu karma buat dia" jawab Chika lagi.
"lo pulang sama laki lo aja, gue mau ke kantor Revon"
"gpp lo jalan sendiri?"
"gpp"
"oke bye... makasih ya udah nemenin tadi" katanya kearahku
"sama2 apa sih yang gak buat kakak ipar, bye bang jaga ya ponakan gue" kataku berlalu dari pasangan itu.
Aku melihat Chika di angkat bang Radya saking bahagianya. dan aku hanya bisa berbahagia melihat abang dan sahabatku bahagia.
"baby mau ketemu ayah ya, sabar ya bunda akan ajak kamu ketemu ayah" aku mengemudikan mobil ke arah kantor suamiku.
Sesampainya di lobby aku bertanya dengan resepsionis.
"mbak Bapak Revon lantai berapa"
"sebentar bu" jawabnya ramah.
"lantai 20"