Bab 25

115K 4.7K 113
                                    

Sudah 3 hari aku dirawat di Rumah Sakit setelah melahirkan Rumaika, dan hari ini dokter telah mengizinkanku untuk pulang.

“Maika sayang, kamu udah gak sabar ya pulang ke rumah? Bunda juga nih, bosen disini gak ada yang bisa di ajak ngomong, mending di rumah” kataku menyindir suamiku.

Ya, semenjak aku bilang aku terpaksa menikah dengannya, suami ku mendiamkanku, tanpa kata tanpa bicara, kalaupun ada kata yang keluar dari mulutnya itu hanya buat anaknya, tidak untukku. Aku tau sih aku sudah kelewatan mengeluarkan kata – kata yang tidak sesuai dengan hatiku, tapi sumpah aku benar – benar cemburu, kenapa yang dipikirannya hanya Maika Maika dan Maika. Baru juga lahir tapi kedudukanku sudah tergeser.

Aku ini Ibu yang aneh, masa sama anak sendiri perhitungan, tapi gak tau kenapa, pengennya suamiku itu adil, jangan hanya Maika saja tapi aku juga, apa dia gak tau aku susah payah melahirkan anaknya, tapi yang ada di otaknya hanya anaknya.

“Maika sayang, Bunda kesepian nih, kamu cepat besar ya, orang yang dulu katanya cinta, sayang dan gak bisa tanpa Bunda udah lupa sama Bunda, sedih bangettt deh” aku kembali menyindirnya dan menatapnya dengan tajam.

Dan tau apa reaksinya? Gak ada Cuma diam dan sibuk baca Koran. Dasar gak peka dan gak tau mau istrinya apa.

Siang harinya….

Aku membereskan barang – barang Maika dan barangku.

“Yah, bisa gendong Maika sebentar, aku mau susun barang – barangnya” kataku kearahnya.

Tanpa menjawab pertanyaanku, dia mengambil Maika dari gendonganku dan menggendongnya ke luar.

Aku menghela nafas, sampai kapan sih dia mendiamkanku. Apa segitu marahnya dia.

Setelah melihat suami dan anakku keluar, aku mulai menyusun barang dan mataku tertuju pada sebuah kotak yang terletak di samping ranjang. Perasaan kemarin kotak ini gak ada, aku mengambilnya dan membuka bungkus kadonya.

Sebuah cincin berlian dan kalung berlian.

“walau kamu merasa terpaksa menikah dengan ku, aku bersyukur kamu telah mau berjuang melahirkan anak aku, ini cincin dan kalung khusus aku pesan buat kamu dan di sana tertera inisial nama kita bertiga”

Aku melihat ada ukiran R3, Runna Revon dan Rumaika…. Ah so sweet,

Aku kembali membaca note.

“kalo memang terpaksa, aku bisa apa? Aku gak mungkin memaksakan kamu untuk bertahan tinggal disisiku, sekarang terserah kamu”

Ya ampun suamiku ngambek beneran ini, aduh mampus gue, ini gara – gara mulut gak terkontrol, kalo dia berpikiran ceraikan aku gimana. Gak – gak anak baru lahir masa jadi janda. Aku harus minta maaf nanti di rumah.

“aku sudah selesai, sini Maika aku gendong, kamu bereskan administrasi supaya kami bisa pulang” aku berusaha meminta Maika dari gendongannya.

Tanpa kata tanpa suara dia mengabaikan perkataanku dan berjalan menuju kasir. Aku melongo melihat penolakannya. Ckckckkc anak – anak banget.

Setelah membayar tagihan, kami kembali ke apartemen, Maika masih di gendongnya, dan ketika di dalam mobil dia baru memberikan Maika  untuk aku gendong.

Mungkin anak ini tau orang tuanya sedang musuhan, dia gelisah dan mulai menangis.

“Maika sayang cup cup cup kenapa nangis? Mau mimik ya, atau popok kamu udah penuh?” aku meraba diapernya dan masih belum penuh. Dengan sigap aku mulai menyusuinya. Ya, ternyata dia lapar dan mulai berhenti menangis.

Aku menepuk – nepuk pantatnya supaya dia tidur. Sabar ya sayang sebentar lagi kita sampai dan kamu bisa tidur dengan nyenyak di box bayi.

Tak lama akhirnya kami sampai di apartemen, Maika masih tidur dengan nyenyak. Aku meletakkannya di box dan mulai menyusun barangnya ke dalam lemari.

5. Mencari Ayah AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang