Pertemuan Pertama

635 29 18
                                    

Hukum alam yang tidak bisa kita hindari. Ketia satu pihak mengejar maka pihak lain akan berlari , hingga pada saat waktu yang ditunggu telah tiba kita dapat meraihnya tapi tak akan mudah untuk berjalan beriringan.

✨✨

Terlalu pagi untuk memulai semuanya. Jam masih menunjukan angka 5 namun aku sudah bersiap siap untuk pergi ke kampus. Pita pita kuning yang telah dibentuk tertempel rapih di rambut yang telah dikuncir dua, kalung yang terbuat dari permen bermacam macam mengalungi leherku, tak lupa tas kardus yang terbungkus oleh koran yang bertengker di bahu , dan terakhir tali sepatu yang masing masing berbeda warna telah terpasang rapih di sepatuku.

“ Senja, jangan sampai lupa sarapan, bunda sudah menyiapkan sarapan untukmu nak ayo turun!”

“ iya sebentar bunda.” Sahutku dari kejauhan.

Setelah 10 menit kemudian, aku menuruni anak tangga karena kamarku berada di atas, berbeda dengan ayah dan bunda yang lebih memilih dibawah.

Ku lihat ada sekotak tepak nasi di atas meja makan, sudah pasti itu bekal buat aku di kampus agar tidak usah repot repot ngantri di kantin, sungguh aku beruntung sekali punya seorang ibu seperti bunda, yang selalu perhatian pada anaknya, tak sedikit ada seorang ibu yang menelantarkan anaknya, padahal hati nurani ibu sangat lembut akan kasih sayangnya, tapi mungkin karena hawa nafsu yang menguasai jiwanya.

Setelah sarapan , aku pun berpamitan kepada ayah dan bunda dan meminta do’a agar dimudahkan segala perkaraku hari ini.

“ Ayah bunda, Senja berangkat dulu ya, “ pamit Senja.

“ Eh biar kak Radit aja yang mengantarmu, tuh liat diluar masih gelap, mana hujan lagi , kamu mau basah kuyup sebelum nyampe kesekolah, nanti kamu sakit,” sang mama tercinta tak tega melihat anaknya pergi sendiri ke sekolah ketika matahari belum sepenuhnya menampakan dirinya.

“Iya kamu sama kak radit aja ya, sebenernya ayah juga mau nganter kamu, tapi ayah lagi ngga enak badan nih, sekarang juga ayah ngga pergi ke kantor.”

“Tapi yah bun kata kakak kelas harus berangkat sendiri, mulai belajar mandiri katanya.”

Meskipun aku sudah menolak namun kak Radit sudah bersiap-siap untuk mengantar. Ia tidak tega melihat adik kesayangannya pergi ke sekolah sendirian saat matahari belum sepenuhnya menampaki diri. Dan aku juga tidak tega menolak ajakan sang kakak.

“Udah Senja, kakak anterin aja, tenang gabakal dimarahin orang sekarang lagi hujan nanti basah kuyup gimana terus sakit,kan siapa yang repot? Pasti kakak ,yang nantinya jadi baby sister buat kamu,” sembari membuka pintu mobil yang sudah siap.

“Ih apa sih kak Radit ,itukan emang tugas kakak ngejagain Senja,” Aku melotot marah. Mencubit kesal tangan kanan kak Radit.

“ Yaudah ayo kak, udah siap nih,” lanjutku.

“ Berangkaatttt.”

“Eh bentar, Senja belum pamitan sama ayah bunda,” tegur ayah.
“eh iya lupa hehe, Assalamulaikum ayah bunda, Senja sama kak Radit berangkat dulu ya,” sambil mencium tangan ayah dan bunda.

“ Waalaikumsalam hati hati,belajar yang rajin ya nak,” jawab Ayah dan Bunda.

“ Siap laksanakan komandan,” sambil tanganku hormat kepada ayah bunda.

Senja dan Hujan [Tahap REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang