Serpihan Hati (1)

690 36 5
                                    

“Karena hujan bisa menghapus air mataku kak, dan dunia tidak akan pernah tahu bahwa aku menangis,”
“Biarkan dia larut dalam dunianya sendiri,dan sepertinya aku tidak termasuk kedalam dunianya  bahkan bukan salah satunya, cukup larut dalam dunia kami masing-masing,”
“Dia seakan lupa denganku,lupa dengan keberadaanku saat ini, aku harus bagaimana? Bahkan untuk mengingatkan jika masih ada aku disini pun aku tidak berhak,”
“Biarkan dia berusaha dulu untuk mencariku, jika memang dia berusaha aku akan kembali,”

-Senjani Sabiya Shazfa

“Yashh bagus, terimakasih Senja,” ku lihat senyum manis terukir di wajahnya.

Seakan-akan mata ini enggan terpejam walau sedetik. Sepertinya rasa bahagia telah menyelimuti hatinya, dan begitu juga denganku.Rasa yang akhirnya bisa dirasakan oleh dua hati, bukan satu hati yang akan terluka nantinya.

Matanya menatap ke arahku, “ Terimakasih untuk apa ?” Perlahan ku balas tatapannya, lagi lagi hati ini tidak bisa berkompromi.

“Terimakasih kamu udah ngebantuin aku,” dia tersenyum kecil ke arahku.

“Aku bantu apa? Tadi aku malah diem aja deh,” sambil ku angkat jari telunjuk ke arah dagu mencoba untuk mencerna apa yang Arka katakan.

“Suprise yang ku buatkan untukmu dan juga ungkapan ku padamu tadi itu hanya sekedar latihan, semua itu akan ku tunjukan pada seseorang yang telah berani masuk ke dalam hatiku, dia adalah Luna. Kamu pasti tahu dia seangkatakan sama kamu, kamu pasti kenal kan? Dia sangat cantik.”

Deg, Aku tak mampu berkata, hatiku benar-benar sakit mendengar semuanya. Sampai aku merasa begitu percaya diri akan sikapnya selama ini. Sebelumnya aku tak pernah merasa sesakit ini mendengar perkataan orang lain, yang ku anggap hanya angin lalu. Tetapi kali ini, perkataan itu begitu menusuk di hatiku.

Tahan.. jangan menangis

Tahan.. jangan menangis

Ku hafalkan kata-kata itu di memori kepala, berharap tidak ada tetes air mata yang berhasil jatuh di wajah ini.

Aku terpekur. Tanpa dicegah tangis luruh membasahi pipi. Ketakutan yang selama ini membelenggu hati hilang tersapu oleh apa yang barusan ku dengar.

“Kamu kenapa Senja? Apa aku udah nyakitin kamu?” wajahnya begitu khawatir ketika melihat aku menangis.

Perlahan dia menyeka pipiku yang basah oleh air mata, bahkan perlakuannya saat ini kepadaku semata-mata rasa kasihan hal itu yang membuat aku semakin sakit dan semakin terjatuh.“Nggak papa, aku pulang duluan nanti dicariin,” ku langkahkan kakiku meninggalkannya, berat rasa hati ini setelah apa yang telah terjadi, aku bodoh.

“Senja tunggu dulu, aku anterin aja , udah hampir malem nggak baik kamu pulang sendiri dalam kondisi seperti ini,” aku beranjak pergi meninggalkan Arka, buru-buru ia menahan tanganku sebelum aku pergi darinya.

Arka membalikkan badanku yang tengah menunduk, ia heran dengan sikapku sekarang, pasti dia sedang berpikir bukankah aku biasa-biasa saja tadi, kenapa sekarang menjadi muram begini.

Dilihatnya diriku yang sedang menunduk, ia meraih daguku namun aku menolak, membuat Arka semakin terheran-heran.

“Kamu kenapa sih?” pertanyaan itu meluncur dari bibir Arka.

Senja dan Hujan [Tahap REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang