BAB 3
SORE itu, langit yang menaungi Helian Woods sedang tidak bersahabat. Gumpalan kapas putih yang menggantung di angkasa berubah kelabu, petir bersahut-sahutan dengan nyaring. Setelah bel pulang sekolah berbunyi, banyak murid-murid yang memilih langsung pulang ke rumah masing-masing sebelum hujan turun.
Kejadian canggung di depan ruang siaran membuat Namjoon tidak lagi percaya diri akan yang ia lakukan. Ia merasa bodoh telah menyampaikan pesan melalui radio, terlebih tidak menyangka jika perempuan itu langsung datang begitu saja setelahnya. Karena itu, ia tidak datang untuk bertemu di depan pintu masuk bukit seperti yang ia katakan di siaran. Namjoon memilih untuk mengunjungi sebuah restoran kecil yang terletak di depan bukit, dan menunggu di sana.
Siapa tahu Hyewon akan ke sana, dan ia akan berpapasan dengan pura-pura tidak sengaja.
Namjoon duduk di tepi restoran, karena seluruh sisinya terbuat oleh kaca bening sehingga ia mudah untuk melihat ke luar. Ia memesan sebuah wafel beri dan teh hijau hangat, lalu hujan mulai turun. Airnya menetes perlahan, tidak terlalu deras, tetapi cukup membuat kaca di sampingnya basah dan berembun.
Hyewon masih belum datang.
Lagipula, apa yang diharapkannya? Mengingat reaksi Hyewon sebelumnya, tidak ada alasan bagi gadis itu untuk datang ke depan pintu masuk bukit. Untuk apa menuruti perkataan orang asing seperti Namjoon, yang secara terang-terangan menyatakan gadis itu bagaikan pelangi?
Namjoon menghabiskan wafel berinya tanpa sisa, dan menyesap teh hijaunya perlahan-lahan. Matanya masih awas melihat ke arah bukit, menanti meskipun pikirannya tahu itu hal yang sia-sia. Sekecil apapun kesempatan itu, tidak ada masalah jika masih ada satu persen, bukan?
Setengah jam berlalu, dan hujan masih belum berhenti.
Wafel beri dan teh hijaunya sudah masuk ke dalam lambung tanpa sisa sedikit pun.
Namjoon mengeluarkan sejumlah uang yang pas untuk membayar, lalu meninggalkannya di atas meja. Setelah itu, ia keluar restoran dan berdiri di depan pintu. Bagian atasnya terdapat tepian atap sepanjang satu meter sehingga ia tidak langsung kebasahan jika berada di sana.
Sepertinya ia harus menerobos hujan. Namjoon baru saja berpikir demikian, tetapi satu sekon berikutnya berubah pikiran karena melihat Hyewon berjalan melewati pintu masuk bukit dan sedang menuju ke arahnya. Gadis itu melalui hujan dengan sebuah payung biru bermotif paus di tangan. Terus terang, itu lucu dan mengingatkan Namjoon pada adiknya yang masih di bangku taman kanak-kanak.
“Hei!” Namjoon memanggil, persis ketika Hyewon sudah akan melewati tanpa melihatnya sama sekali. Tentu saja, ia tidak takut untuk menyapa meskipun dirinya merasa gugup.
“Oh, kau.” Hyewon berhenti dan menoleh. Payungnya ikut sedikit berputar. “Sedang apa di sini?”
Namjoon mengangkat kedua bahunya dan menoleh sekilas ke arah restoran. “Seperti yang kau lihat, tadi aku jajan dulu.”
“Padahal kau bisa langsung pulang sebelum hujan turun,” komentar Hyewon.
“Aku suka hujan.”
“Kenapa?”
“Karena sesudahnya akan ada pelangi.”
Hyewon memicingkan mata, menatap Namjoon curiga selama sekian detik. “Kau tahu pelangi tidak akan bertahan lama, kan? Fenomena pelangi hanya berlangsung selama beberapa menit.”
Namjoon tahu itu. Pelangi akan datang dan memudar dengan cepat, tergantung seberapa lama partikel air berada di udara. Namun, pelangi di depannya seperti akan berlangsung selamanya. Mengapa ia selalu melihat Hyewon bersinar?
“Boleh aku menumpang payung denganmu?” tanya Namjoon, mengalihkan pembicaraan.
Hyewon melongo, terlihat tidak menyangka dengan ucapan Namjoon. Ia berjalan mendekati lelaki itu dan berdiri di hadapannya. “Hah? Payungku tidak terlalu besar untuk memuat kita berdua. Salah satu dari kita akan kebasahan meskipun hanya sedikit.”
“Tidak apa-apa, itu bukan masalah bagiku.” Namjoon berujar, ia meraih gagang payung milik Hyewon dengan gerakan cepat, beralih memayungi gadis itu.
“Kenapa kau melakukan ini?”
Namjoon hanya tersenyum penuh arti, manis sekali. Kedua lesung pipitnya sampai terlihat, seolah menekan ke dalam pipinya. Ia sendiri tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan yang timbul di hati. Namun, suka bukanlah kata yang tepat untuk saat ini, terlebih cinta. Mungkin ia hanya tertarik atau penasaran.
Kemudian Hyewon di mata Namjoon semakin bersinar, karena terpaan cahaya matahari yang mulai berpendar. Namjoon mendongakan kepala, langit sudah tidak segelap sebelumnya. Semua di sekitarnya terlihat lebih terang. Hujan telah berlalu, menyisakan aroma tanah basah yang lembap.
“Kita tidak perlu payung lagi,” kata Namjoon.
“Siapa juga yang mengijinkanmu satu payung denganku?” tanya Hyewon.
Namjoon berdeham. Ini kali kedua hatinya merasa patah dalam waktu kurang dari 24 jam. Namjoon membiarkan gadis itu kembali mengambil payungnya, dan memayungi diri sendiri sekalipun hujan telah berhenti.
“Lagipula, sebaiknya aku segera ke halte bus.” Hyewon mengeluarkan ponselnya dari saku tas di bagian depan selama beberapa detik, hanya untuk mengecek waktu sekarang.
“Ya. Berhati-hatilah.”
Ucapan Namjoon diabaikan begitu saja. Lelaki itu membiarkan Hyewon berjalan menjauh dengan payung birunya yang masih terbuka, memunggunginya menuju arah barat seolah mengejar matahari. Itu adalah pemandangan paling menakjubkan yang pernah Namjoon lihat, terlebih ia menyadari bahwa ada bias warna pelangi yang melengkung di angkasa.
Namjoon mengeluarkan ponsel, ingin mengabadikan momen itu meskipun tidak biasanya ia memotret. Hal ini lebih sering dilakukan Taehyung, tetapi kali ini ia mau melakukannya.
Sayangnya, atensi Namjoon menemukan presensi manusia lain di layar datar ponsel. Ada seorang lelaki yang ditemui gadis itu, di pertigaan jalan di mana terdapat sebuah halte bus dengan pondasi tiang berwarna hijau terang. Hyewon bergerak, berdiri menyamping sehingga ia bisa melihat bahwa gadis itu tertawa, dan ia juga bisa memandang siapa sosok lelaki yang ada di sana.
Namjoon bahkan tidak sanggup untuk menekan tengah layar untuk mengambil foto. Menurunkan ponsel, dengan kedua mata yang masih jernih, lelaki itu menangkap sebuah insiden.
Hyewon memeluk erat dan berciuman dengan Park Jimin.
*
trivia: saya mendeskripsikan hyewon yang bersinar di mata namjoon terinspirasi dari webtoon Winter Woods. karakter winter juga melihat jane dengan cara seperti ini.
23 September 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT
FanfictionKim Namjoon Fanfiction - Di atas bukit tempat Kim Namjoon melakukan aksi bolos, ia menemukan sesosok pelangi. Namun, kau tahu bahwa pelangi tidak pernah bertahan lama, bukan? Iridescent (adj): producing a display rainbow like colours. Sejak Septembe...