bab 11

112 21 1
                                    

BAB 11

MEREKA bertemu di salah satu sudut pusat pembelanjaan, dekat toko roti yang terlihat sibuk. Namjoon datang sedikit terlambat, tidak sengaja karena terlalu seru bermain game dengan Seokjin. Lelaki memang seperti itu.

Namun, Hyewon tidak memusingkannya. Gadis berambut panjang itu segera meraih tangan Namjoon, menggenggamnya tanpa malu, dan menariknya untuk segera beranjak dari situ.

“Aku bisa kehabisan pakaian diskon yang bagus. Cepatlah,” kata Hyewon, mendahului langkahnya dari Namjoon. Gadis itu terlihat tergesa-gesa. Padahal yang ia inginkan adalah merasakan hangatnya tangan Hyewon lebih lama, menikmati gairah yang muncul ketika mereka bersentuhan.

“Wah! Ramainya!” pekik Hyewon ketika akhirnya mereka telah tiba di toko pakaian. Tulisan sale dengan diskon besar membuat perempuan mana saja tertarik untuk masuk. Bahkan bukan hanya gadis seumuran Hyewon yang ada di sana, tetapi juga wanita berusia di atas dua puluhan.

Namjoon tidak pernah berbelanja dengan gadis sebelumnya, tetapi ia pernah membaca beberapa novel picisan di perpustakaan. Bukankah saat seperti ini harusnya ia sebagai lelaki membantu membawa barang belanja Hyewon nanti? Itu bukan sesuatu yang menyenangkan, bahkan membosankan—hanya saja Namjoon ingin bersikap manis di depan Hyewon.

Hyewon menoleh ke arah Namjoon, kemudian bertanya, “Apa kau mau ikut denganku ke dalam? Atau jika kau sungkan, kau bisa menunggu di sini.”

Lagipula, apa gunanya menemani jika ia berakhir dengan menunggu gadis itu di luar toko?

“Aku akan ikut ke dalam,” jawab Namjoon, final.

Dan, Hyewon memberikan hadiah sebuah senyuman yang manis, sampai-sampai Namjoon merasa Cupid sedang memanah hatinya. Membuat ia jatuh cinta. Sebuah perasaan yang tidak pernah ia duga, bahkan ia rasakan sebelumnya. Namjoon terlalu fokus pada dunianya sendiri, mengabaikan perasaan dan hanya mengandalkan pikirannya. Perasaan ini membuat ia merasa bodoh, tetapi ia menyukainya.

Karena menjadi pintar itu melelahkan.

Hyewon melangkah masuk ke dalam toko, dan Namjoon mengikutinya dari belakang. Padahal gadis ini tidak berdandan secantik di pesta natal, atau semanis dengan seragam sekolah. Sungguh, apa yang menarik dari kaus putih dan jins panjang serta converse merah? Ah, jangan lupakan juga sehelai jaket tebal yang resletingnya tidak tertutup—terpadu untuk melindungi rasa dingin. Sangat terlalu biasa, sekaligus menggoda dan membuat Namjoon menginginkannya.

Apa kau suka padanya? Itu pertanyaan Seokjin sebelum ia bertemu dan bergenggaman tangan dengan gadis itu. Sekarang ia memiliki jawabannya, bahkan satu hari belum berlalu.

Hyewon melewati sekeranjang besar pakaian yang sedang diskon dan dikerumuni oleh wanita berusia empat puluhan, menuju rak-rak yang menggantung berbagai model pakaian musim panas yang lalu. Tulisan diskon empat puluh persen terlihat jelas di atas rak, dicetak dengan tinta warna merah menyala. Lebih sepi daripada keranjang besar sebelumnya.

“Mereka ramai sekali di sana,” gerutu Hyewon, mulai menarik satu demi satu pakaian yang terlihat bagus di matanya. Kebanyakan adalah baju pendek tanpa bagian lengan yang akan memperlihatkan pusar apabila mengangkat tangan, dengan warna-warni yang cerah. “Padahal memilih di sini lebih bagus daripada berebut.”

“Bukankah ini model pakaian musim panas yang lalu?” tanya Namjoon sambil melihat beberapa helai yang digantungkan. “Wah, mungkin ini barang yang tidak laku sehingga dijual murah untuk menghabiskan persediaan.”

Hyewon memukul lengan Namjoon kuat, hingga lelaki itu meringis merasakannya. Memang ada yang salah dari perkataannya barusan?

“Mungkin ini barang murah yang dijual untuk menghabiskan stok, dan aku bisa saja membeli dengan mahal setiap awal musim. Tetapi bagiku, yang terpenting adalah bagaimana memadupadankan pakaian model baru maupun lama sehingga terlihat bagus. Berpakaian yang menarik itu penting sekali.”

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang