bab 4

180 47 32
                                    

BAB 4

“APAKAH kau sedang jatuh cinta?” Itu adalah pertanyaan pertama yang diutarakan Taehyung ketika lagi-lagi Namjoon meminta bantuannya. Ia menerima beberapa lembar uang dari tangan lelaki itu, sedikit menggerutu sambil memasukan kertas-kertas itu ke dalam saku seragam kemejanya.

“Kenapa kau bertanya seperti itu?” Namjoon balik bertanya. Ia bekerja paruh waktu di akhir pekan bukan untuk mendapatkan interogasi. Ia perlu jawaban atas apa yang dilihatnya dua hari yang lalu.

Apakah Park Jimin dan Moon Hyewon benar-benar berpacaran?

“Kau tahu, orang-orang yang biasanya melakukan ini beralasan cinta. Itu membuatku muak, tetapi bayarannya lumayan.” Taehyung tersenyum, lalu berjalan menuju belakang gedung sekolah dan Namjoon mengikutinya. Ia sering menentukan tempat yang acak, tetapi sepi selama masih di sekitar lingkungan sekolah untuk memberikan informasi.

“Aku tertarik padanya, sedikit.” Akhirnya Namjoon menjawab dengan penekanan di kata terakhir. Meskipun sedang berjalan di belakang Taehyung, jarak mereka cukup dekat untuk tetap berkomunikasi. Lorong yang mereka lewati semakin sunyi dari siswa-siswi yang berkeliaran, dan mereka berkelok ke bagian belakang gedung yang dihiasi jajaran pot beraneka ragam jenis tanaman. Oh, jangan lupakan juga sebuah pohon besar yang biasa Namjoon gunakan untuk membolos. “Dan, sebagai teman seharusnya aku tak perlu membayarmu.”

Taehyung tertawa, lalu menyandarkan punggungnya pada dinding gedung. “Aku tak memintamu, kau yang dengan senang hati memberikan uang kepadaku.”

“Beritahu saja, oke? Jangan berlama-lama.” Namjoon mengesah, mulai merasa jengkel karena Taehyung mulai bercanda.

“Mana yang ingin kau tahu lebih dulu? Tentang gadis itu? Atau Park Jimin?” tanya Taehyung.

“Keduanya.” Namjoon menjawab pendek.

“Moon Hyewon seangkatan denganku, seperti yang kau sudah ketahui. Aku jarang sekelas dengannya selama sekolah, hanya sekali saat di kelas enam dan juga bersama Jimin. Kami bertiga sekelas saat itu.”

“Lanjutkan.”

Taehyung memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana, lalu menghela napas pelan. “Mereka cukup dekat di kelas enam, begitu pun saat SMP karena mereka terus sekelas. Aku sering melihat mereka berdua jalan bersama setiap liburan musim panas. Dan ya, mereka berpacaran sejak masuk SMA.”

“Kenapa kau tidak memberitahukannya kepadaku dari awal?” tanya Namjoon, mulai kesal.

“Kau hanya memintaku untuk mencari Hyewon, bukan menceritakan tentangnya.” Taehyung menjawab, berusaha tidak ikut terbawa emosi Namjoon yang mulai meluap. Teman dekatnya yang satu ini berbahaya jika sudah mulai berperasaan.

“Kau benar. Aku yang salah.” Namjoon menghela napas, menyandarkan punggungnya juga pada dinding seperti yang Taehyung lakukan sehingga mereka berdiri bersebelahan.

“Lalu apa yang akan kau lakukan?”

“Menyerah. Sebelum aku benar-benar mencintainya.”

“Benarkah?”

“Ya.”

“Ternyata kau bisa tertarik juga pada seorang gadis,” ujar Taehyung sambil tertawa, lalu mendorong bahu Namjoon pelan dengan kepalan tangannya. “Kukira kau hanya suka perempuan-perempuan yang kau tonton di film biru.”

“Sialan.” Namjoon mengumpat, tetapi ia tertawa. Ia sendiri tidak terlalu mengerti mengapa Hyewon terasa begitu istimewa.

Bel sekolah berdering dengan nyaring hingga hampir menulikan telinga. Namjoon selalu heran kenapa belnya tidak dibuat bernada yang lebih enak didengar daripada kriiingg yang bising dan bisa membangunkan orang mati. Mengingat setelah ini merupakan kelas fisika, ia memutuskan untuk membolos saja.

Namjoon pun bergerak menuju pohon dan memanjatnya. Taehyung melihat itu dan tergelak.

“Membolos lagi?” tanya Taehyung.

“Iya.” Namjoon duduk di salah satu dahan yang kuat dan besar, menatap Taehyung dari atas pohon. “Sesudah ini kelas fisika dan itu tidak menarik.”

“Oh ya, satu hal lagi sebelum kau kabur.” Taehyung tersenyum miring kepada Namjoon. Bagi kebanyakan orang, pasti senyum itu terlihat menarik. Akan tetapi, bagi Namjoon yang sudah lama berteman dengannya, senyuman itu memiliki makna iblis—ingin menjebak seseorang. Dan kali ini, orang itu adalah dirinya. “Jika kau tertarik untuk membuat Hyewon menjadi milikmu, kau bisa mengajak So Haerin yang berada di kelas yang sama dengan mereka.”

Namjoon mengenal Haerin. Ketika di festival sekolah bulan lalu, gadis itu menjadi kasir di kelas yang dirombak menjadi host and maid café. Lucunya, ia tidak pernah menyadari presensi Hyewon sejak dulu sedangkan gadis berambut pendek bernama Haerin itu masih diingatnya dengan jelas.

“Ada apa dengannya?” tanya Namjoon.

Taehyung masih tersenyum dengan gaya yang sama, sebelum kembali berujar, “So Haerin menyukai Park Jimin sejak masih kanak-kanak, tetapi lelaki bantet itu tidak pernah sadar.”

“Bagaimana kau juga bisa mengetahui hal itu?!” Sedetik kemudian Namjoon tahu bahwa ia telah salah bertanya.

“Apa sih yang tidak kuketahui?”

Tuh, kan.

Taehyung berbalik, melambaikan tangannya di udara dan berjalan menuju kelas. “Aku tunggu kabar darimu, Hyung.”

Kim Taehyung yang suka mencari berita.

Dan Kim Taehyung juga yang suka pertikaian untuk diliput.

Namjoon menolak untuk terjebak dalam permainan temannya sendiri. Atau memang dirinya saja yang mulai bermain-main?

Kalau ia membiarkan dirinya ke dalam dunia gadis itu, entah berita apa yang akan Taehyung tulis di mading sekolah.

*

1 Oktober 2018

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang