bab 5

176 45 16
                                    

BAB 5

“PERNAHKAH kau berpikir untuk melihat dunia yang lebih luas, di luar pulau kecil Helian Woods kita?” tanya Ibu Namjoon sambil menyiapkan sarapan di hari itu. “Kau pintar, Namjoon-ah, kau layak untuk bertemu lebih banyak orang, mencari pengalaman yang lebih menarik, dan mengembangkan talenta di luar sana.”

Ayah Namjoon menutup koran pagi yang ia baca, lalu memandang putra sulung yang duduk di seberang meja makannya. “Ibumu benar. Kau bisa berkuliah di luar negeri, Ayah akan membiayainya untukmu.”

Namjoon mengulum bibirnya, terlihat ragu. Sedikit pun ia tidak pernah berpikir untuk menuntut ilmu di luar pulau yang sudah ditinggalinya sejak lahir ini. Helian Woods mungkin sebuah pulau terpencil yang ada di daerah Asia yang jarang terjamah peta, bahkan hanya kapal yang bisa membawanya keluar dari pulau kecil ini. Namun, kota ini memiliki segalanya.

“Jadilah orang besar, Namjoon-ah.” Ibu Namjoon meletakan semangkuk besar sup kaldu dengan uap tipis yang masih mengepul di atas meja. Senyumannya serupa dengan sang anak yang memiliki lesung pipi.

“Kau masih memiliki waktu beberapa bulan untuk memikirkannya, oke? Tenang saja.” Ayah Namjoon berujar, mencicipi sup yang tersaji. “Enak, seperti biasa.”

Namjoon tersenyum tipis. Seperti biasa. Jika ia pergi, ia tidak akan merasakan makanan buatan ibunya lagi. Tidak akan mendengar suara sang ayah. Tidak akan melihat adik kecilnya yang terbangun dengan wajah mengantuk.

“Uwah, hari ini sup ya.” Adik perempuan Namjoon yang masih TK pun beringsut duduk di kursi sebelah Namjoon. Lelaki itu mengusap kepala adiknya lembut.

Ia akan merindukan momen ini.

“Kau harus pergi ke ruang konseling sekolahmu, oke? Cobalah untuk pertimbangkan berbicara dengan guru di sekolahmu.” Ibu Namjoon berkata seraya duduk di sebelah sang ayah. “Sekarang mari kita sarapan.”

Namjoon hanya menganggukan kepala sebagai jawaban.

*

SEPARUH dari waktu istirahat telah Namjoon habiskan di bukit Koya belakang sekolah. Sengaja mengulur waktu, sebelum akhirnya ia berakhir di tempat ini, depan ruang konseling. Raut wajahnya terlihat meragu, tidak yakin apakah keputusan untuk mengikuti saran ibu adalah hal yang tepat. Tangan Namjoon terulur untuk membuka kenop pintu, bersamaan dengan ada yang lebih dulu menarik pintu dari baliknya sehingga ia terjungkal beberapa langkah ke depan.

Mungkin semesta sedang mempermainkannya.

Namjoon bertemu pandang dengan So Haerin dalam jarak yang sangat dekat secara tak sengaja. Sampai-sampai ia bisa melihat iris cokelat gelap di balik lensa kacamata yang dikenakan gadis itu.

Secara spontan Haerin melangkah mundur dan menjauhkan diri dari Namjoon. Tatapan yang semula terlihat antisipasi pun melunak dalam beberapa sekon, lalu ia tersenyum tipis dan menyelinap ke luar melalui samping kiri Namjoon.

Alih-alih masuk ke dalam ruang konseling, Namjoon justru menyusul langkah gadis itu. “Hei!”

Haerin menoleh, terlihat bingung. “Aku?”

Padahal tidak ada siapapun selain mereka di sekitar situ. Lorong sekolah selalu sepi di sekitar ruang konseling, dan hanya orang-orang yang perlu sesuatu atau dipanggil guru terkait yang pergi ke sana.

“Iya, kau.” Namjoon berusaha berbasa-basi, padahal yang diinginkannya hanya mencari tahu tentang kebenaran yang disampaikan Taehyung. Mengapa sulit sekali untuk menekan rasa penasarannya? “Apa yang kau lakukan di ruang konseling tadi?”

“Tentu saja konsultasi. Apa lagi yang kulakukan selain itu, Kak?” balas Haerin. Tangannya saling memilin di belakang punggung, tampak risi dengan pertanyaan Namjoon.

“Benar juga. Yah, apa yang kau bicarakan?” tanya Namjoon.

“Rahasia.” Haerin mulai tak sabar dengan pembicaraan ini. “Mengapa kau sangat ingin tahu, sih?”

“Aku tak pernah melakukan konsultasi sebelumnya.” Namjoon menjawab asal. Ia tahu ucapannya sama sekali tak sinkron dengan pertanyaan gadis itu. Tidak mungkin ia langsung berkata, karena aku ingin tahu apakah kau benar menyukai Park Jimin atau tidak!

Haerin mengernyit, raut wajahnya berubah keruh. “Kalau begitu lakukan saja. Guru konseling kita tidak akan memakanmu juga, kok.”

“Aku butuh saran, sebaiknya …”

“Kau meminta saran untuk konseling, padahal konseling itu bimbingan yang bisa menyarankanmu segala sesuatu yang kau butuhkan. Jangan berbelit-belit, katakan apa maumu atau aku akan pergi.” Haerin menyela ucapan Namjoon dan mulai mengomel.

Melihat sikap Haerin yang seperti ini, Namjoon heran mengapa Taehyung bisa memiliki informasi rahasia tentangnya. Kemampuan mengumpulkan informasi yang Taehyung miliki benar-benar menakutkan.

“Kau pasti mengenal Taehyung,” kata Namjoon, tersenyum manis hingga lesung pipitnya terlihat. Dengan sengaja supaya suasana sekitar mereka tidak terlalu mencekam. “Darinya aku tahu kau menyukai Park Jimin, benarkah itu?”

Haerin memalingkan wajah, melipat kedua tangan di depan dada dengan ekspresi sinis. “Itu tidak benar. Siapa yang menyukai bocah pendek seperti Jimin? Tingginya bahkan hanya 173 senti.”

“Wow, kau bahkan tahu tinggi badannya.” Namjoon berusaha untuk memancing gadis itu.

“Aku bisa mengukur tinggi badan hanya dengan melihatnya.”

“Kalau begitu, berapa tinggi badanku?”

“Kenapa aku harus menjawabnya?”

“Karena kau bisa.”

Haerin melirik Namjoon sekilas, lalu mencicit pelan, “180 senti.”

“Kau salah, tinggi badanku 181 senti,” kata Namjoon cepat.

“Ish, itu karena kau menggunakan sepatu!” kilah Haerin. “Dan juga, perkiraanku hanya berbeda 1 senti saja!”

Namjoon mulai tertawa. Gadis ini sangat keras kepala, walaupun sudah kalah telak. Bagaimana mungkin Haerin bisa menebak tinggi badan Park Jimin dengan begitu akurat sedangkan dirinya tidak? “Kalau karena sepatu, seharusnya itu membuatku lebih tinggi dan kau akan menebaknya lebih dari 180 senti.”

Suara bel mulai melengking nyaring. Namjoon mengesah karena begitu cepatnya waktu berlalu, dan ia merasa belum selesai mengerjai Haerin. Di tengah suara bel panjang itu, Haerin mendengus dan berujar pendek.

“Aku pergi.”

Haerin segera berlalu dari hadapan Namjoon. Tidak mau berlama-lama terjebak dalam perdebatan konyol yang memalukan dirinya sendiri, dan lelaki itu juga tidak mencegah lagi.

Namjoon benci mengakuinya, tetapi yang Taehyung katakan selalu benar. Bahkan mengenai gadis seperti Haerin sekalipun. Ia mulai terlibat di antara ketiga manusia yang saling menyukai itu hanya karena merasa puas menggoda Haerin barusan dan melupakan tujuan utamanya untuk ke ruang konsultasi.

Sepertinya permainan ini akan terus berlanjut.

*

8 Oktober 2018

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang