5. Bengkel Behel

32 2 0
                                    

Naila mengekori langkah Zidan yang berjalan mendahuluinya. Dia diam - diam merutuki keputusannya untuk pulang bersama Zidan. Namun, jika dia tidak pulang bersama Zidan, entah bagaimana nasibnya berdiri sendirian didepan gerbang sekolah yang sejak tadi mulai sepi. Sementara Zidan, diam - diam menyunggingkan senyum samar yang hampir tidak terlihat.

Naila berjalan menunduk hingga kepalanya membentur punggung Zidan.

"Aww..." Naila meringis mengusap keningnya.

Zidan terkekeh sebentar lalu merubah ekspresinya datar.

"Makanya kalo jalan lihat depan, jangan nunduk."

Naila memutar matanya malas. Terkadang Naila heran, kenapa Zidan memiliki mood yang berubah - ubah setiap detiknya. Terkadang dia manis. Namun, ketika bersama Naila, sifatnya berubah 180 derajat menjadi menyebalkan.

"Naik!" Perintah Zidan.

Naila menatap Zidan ragu.

"Kenapa?"

"Gue... duduk dimana?"

Zidan menepuk keningnya lalu membenarkan posisinya.

"Lo duduk disini?" Ucap Zidan menunjuk bagian depan sepedanya.

Naila melotot kearah Zidan dengan ekspresi ingin memukul Zidan.

"Idih ogah, dasar modus!" Hardik Naila sambil memukul pundak Zidan.

"Yaudah sana jalan kaki, terus lewat perempatan, terus diculik sama preman tadi, terus dibuang disu-"

"Iya iya!" Potong Naila yang sukses membuat senyum smirk andalan Zidan terulas sempurna.

"Pegangan. Ntar jatuh." 

"Iya iya..." jawab Naila ketus.

"Dasar, najis." decih Naila pelan.

"Apa lo bilang?" Zidan melotot kearah Naila.

"Hehe enggak Jidannnn!"

"Nama gue Zidan pake Zed bukan pake Je." Protes Zidan yang berhasil membuat Naila tertawa kencang.

Zidan mulai melajukan sepeda nya dan melewati preman yang berada di perempatan itu sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah preman tersebut. 

Zidan melajukan sepedanya dengan kencang dan sesekali berteriak kencang hingga membuat Naila tidak bisa berhenti mengomel. 

Entah apa yang membuat Zidan terlihat sangat bahagia, yang jelas, perlu diakui bahwa hari ini Zidan sangat bahagia melihat Naila tertawa kencang bersamanya.

"Eh Dan, kok lurus? kompleks kita kan belok..."

"Gue tau lo gamau ketemu sama kakak lo. Jadi dari pada lo bingung mau kemana, mending lo anterin gue ke bengkel."

Naila mengernyit heran. "Ngapain ke bengkel?"

Zidan menyunggingkan senyum lebarnya kearah Naila yang sejenak membuat Naila terpaku.

"Benerin gigi."

Naila kembali menautkan kedua alisnya.

"Lo sehat kan Dan?" 

Zidan kembali tersenyum kearah Naila dan berbisik pelan "Jantung gue lagi gak sehat sekarang."

Naila heran, benar - benar heran dengan laki - laki yang biasanya membuat dia sebal. Zidan melajukan sepedanya dengan cepat dan fokus menatap jalanan sambil tetap memamerkan senyumnya.

Naila menatap wajah Zidan lekat, jantungnya mendadak berdetak lebih kencang. Entah apa yang Naila rasakan saat ini, mungkin ini adalah efek karena Naila tidak pernah berada dalam posisi sedekat ini dengan laki - laki sebelumnya. Atau benar kata Rere, Naila mulai termakan ucapannya sendiri. Apakah Naila mulai menyukai Zidan? 

Naila menggeleng pelan dan menepis semua hal yang ada dipikirannya saat ini. Mana mungkin dia menyukai Zidan. Orang yang selalu merusak harinya karena kelakuan Zidan yang lebih dari sekedar menyebalkan.

Zidan menarik rem dan berhenti di klinik Dokter Gigi.

"Turun La..." 

Naila turun dari sepeda Zidan dan menatap aneh nama Klinik yang ada didepannya.

"Klinik Gigi Bengkel Behel? Lo mau pasang behel?" Tanya Naila.

"Ikut aja. Jangan bawel." Jawab Zidan ketus.

'Dasar ambigu.' Batin Naila.

***
Zidan

ZIDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang