Prolog

7.3K 329 2
                                    

Sudah terlalu lelah dengan semuanya. Namun, kata lelah bukan berarti ingin berhenti memperjuangkan. Sudah terlalu sering merasakan sakit, tapi bukan berarti ingin berhenti untuk mencinta. Ini hanya lika-liku sebuah hubungan. Penguat hubungan itu sendiri.

Arti Perjuangan yang sesungguhnya bukan dimulai saat kita mengejar dia untuk menjadi milik kita. Tapi, dimulai saat kita saling mempertahankan. Berjuang untuk saling mengerti, berjuang untuk saling percaya, berjuang untuk tetap bertahan meski salah satu atau bahkan keduanya tersakiti. Berjuang untuk mempertahankan hubungan itu.

Titik berhasil sebuah hubungan, bukan ketika tak ada pertikaian dalam sana, bukan ketika mereka selalu kelihatan harmonis di mata dunia. Tapi, ketika banyak sekali cobaan datang silih berganti, namun tali pengikat itu malah semakin kuat. Tak dapat diputus siapapun, kecuali Tuhan.

Ketika rasa egois di antara keduanya tak dapat ditahan dan dibiarkan mengambil alih akal sehat. Pelan rasa sakit itu mengikis sedikit demi sedikit kasih sayang dan cinta di antara mereka. Rasa cemburu, kurang sempurna, tak puas, ingin mengakhiri segalanya.

Kata teman-teman, seharusnya mereka berhenti. Kata teman-teman, ini semua sudah toxic. Kata teman-teman, harusnya berakhir di sini. Peduli apa? Dalam dada masing-masing masih terukir dengan tinta permanen nama keduanya yang saling melengkapi.

Seharusnya mereka paham, cinta tak selamanya harus memiliki. Jeda mungkin perlu, atau mungkin perpisahan sekalian.

🌻🌻🌻

Sudah puluhan kali pria itu menekan tombol panggil pada nomor yang sama di layar ponselnya. Hingga lelah, mungkin tangannya nyaris patah. Kalang kabut, tak kunjung mendapatkan jawaban dari orang yang dihubungi. Hanya nada menyebalkan si operator yang selalu menyahuti, hingga ia nyaris membanting ponselnya ke lantai.

Entah dengusan yang keberapa puluh kali. Berulang mengacak rambut frustrasi, hingga helaian yang semula tertata rapi itu mulai tak karuan. Sama seperti keadaan hatinya. Keano mulai merasa sangat muak.

Pintu terbuka membuatnya menolehkan kepala. Mendapati seorang wanita paruhbaya dengan kebaya berdiri ambang sana. "Kyla sudah bisa dihubungi?" Sungguh, ia sudah lelah mendengar pertanyaan itu sejak satu jam yang lalu. Berputar-putar di otaknya sangking terlalu sering mendengar, dapat dihitung dalam lima detik sekali.

"Belum." Masih jawaban yang sama. Terlalu singkat hingga membuat Mamanya di seberang mendengus kasar. Keano hanya terlalu lelah menjawab lebih panjang. Dia pun masih berharap panggilannya dijawab. "Sudah ada yang menemukan dia?" Dia balik bertanya. Menatap penuh harap pada sang ibu. Walau ia tahu, jawaban Mamanya itu akan tetap sama seperti menit sebelumnya.

"Seharusnya kamu tahu hal seperti ini bisa saja kembali terjadi." Mama mendekat. Menatap putra semata wayanynya yang sudah rapi dengan setelan tuxedo. Seharusnya wajah tampan itu berhias senyum cerah khas pengantin, bukan kekecewaan seperti ini. "Dia tetap saja-"

"Aku sedang tidak ingin berdebat, Ma." Keano memotong. Sudah merasa cukup lelah untuk menanggapi hal tak berguna disaat dia berusaha mengenyahkan kemungkinan buruk dalam otak.

Mama menghela napas. Berusaha mengerti perasaan Keano. Meski jujur ingin mengumpati keadaan. "Mama, Papa, Penghulu dan para undangan sudah menunggu lama."

Keano terdiam. Ia tahu itu. Bukan hanya para tamu di luar yang menunggu pengantin perempuan untuk hadir, tapi juga Keano sendiri. Ia bahkan nyaris lelah berharap Kyla tiba-tiba muncul di sini. Kemana gadis itu di hari pernikahan mereka? Apa dia akan kembali menyakiti Keano? Lebih parah dari sebelumnya.

"Pak Ken, Ijab kabul harus segera berlangsung." Seorang gadis muncul di ambang pintu. Memberi tahu bahwa tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Atau lebih baik semua batal dengan malu yang harus ditanggung keluarga. Lagi.

Ken menatap gadis itu lamat-lamat. Si cantik di ambang pintu kelihatan khawatir. Tak tenang karena takut semua tidak terjadi sesuai keinginan. Keano menyeringai sebelum akhirnya kakinya mulai melangkah. Mendekati gadis itu.

"Ken, apa semua akan batal? Apa tidak perlu ada pernikahan hari ini?" Mama mengikuti langkah Keano.

"Gak. Aku akan tetap menikah. Dengan atau tidak dengan dia." Keano menarik tangan gadis itu keluar ruangan. Menggenggamnya erat. Membisikkan sesuatu janji dalam hatinya, bahwa pilihannya kali ini benar. Ia melangkah mantap menggandeng si cantik. Menuju tempat ijab kabul dilangsungkan.

DARAH GAUN PENGANTIN [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang