Chapter 11

1.9K 148 21
                                    

Papa dan Mama. Kedua kata itu seharusnya menjadi kata yang penuh makna jika ditanyakan pada anak lain. Langsung terbesit dalam benak kalian, pastilah sosok yang penuh kasih sayang dan perhatian melimpah untuk anak-anak mereka. Sosok yang akan menjadi orang pertama yang akan merengkuh kita ketika terjatuh dan lemah. Sosok yang akan menjadi orang pertama yang akan menangis haru ketika kita meraih sukses. Juga sosok pertama yang akan sakit hati ketika kita tidak diterima oleh dunia. Namun, tidak bagi Sebastian Andriano. Ketika ditanya tentang sosok Papa dan Mama, mendadak semuanya gelap. Pikirannya kosong. Tak menemukan apa yang ia cari tentang mereka.

Sebastian. Siapa yang tahu kehidupan semacam apa yang dialami model terkenal sepertinya dibalik semua kesempurnaan yang terlihat di depan publik? Bukankah terlalu sempurna jika Sebastian terlahir berparas tampan, kaya, berbakat dan dari keluarga yang harmonis? Bukankah tidak adil rasanya jika Tuhan menciptakan makhluknya sedemikian sempurna? Tentu saja Tuhan adil. Ini dunia nyata, bukan fiksi, dimana kita yang akan mengarang skenarionya.

Sejak membuka mata pertama kali di dunia, yang menyambutnya hanya Mama. Tidak ada Papa. Ia bahkan tak pernah tahu bahwa ia memiliki Papa. Sejak kecil, ia selalu bertanya pada Mama, kenapa Papa tak pernah datang? Kenapa Papa tidak tinggal dengan mereka seperti Papa teman-temannya? Kenapa Sebastian berbeda dari anak lain? Dan Mama hanya akan menangis setiap kali Sebastian bertanya. Maka, Sebastian memutuskan untuk tak pernah bertanya lagi. Agar Mama tidak menangis.

"Papamu mana, Bas? Kenapa gak pernah jemput? Kenapa gak pernah terlihat?" Pertanyaan semacam itu sudah biasa keluar masuk gendang telinga. Jangankan teman-temannya, ia saja masih belum mendapatkan jawaban untuk pertanyaan itu. Mama belum memberitahu jawabannya.

Belum juga Sebastian bertanya lagi pada Mama, wanita itu sudah pergi lebih dulu meninggalkannya. Mama memutuskan mengakhiri hidup dengan meminum obat penenang hingga overdosis. Tergeletak tak bernyawa dengan mulut berbusa di atas ranjang ketika Sebastian baru pulang sekolah.

Saat itu usia Sebastian baru 10 tahun. Kejadian itu cukup memukulnya telak dan menghancurkannya. Pegangan hidupnya hilang. Mendadak dunianya terasa gelap dan hancur seketika.

"Mama gak sayang sama aku."

Sebastian tidak menangis. Tak ada yang keluar dari matanya sebagai ungkapan kesedihan. Ia hanya berdiri kaku di depan pusara Mama dengan tatapan kosong. Meski tetangga-tetangganya meneteskan air mata, merasa sangat bersimpati pada nasib yang menimpa Sebastian, ia sama sekali tak merasakan apa-apa. Semua gelap. Selain karena mati rasa, ucapan Mama tentang tidak boleh menangis masih menggema di telinganya.

"Jangan pernah menangis. Papa gak suka anak lelakinya cengeng."

Entah kenapa ia malah benci wanita yang telah melahirkannya itu. Batu nisan Mama seolah sedang mengolok-olok nasibnya yang demikian buruk. Sejak kecil tak pernah tahu seperti apa Papa, dan sekarang Mamanya lebih memilih meninggalkannya sendirian di dunia yang penuh ketidakadilan ini.

Perlahan, tetangga-tetangga mulai pergi satu-persatu. Meninggalkan Sebastian yang masih berdiri di dekat pusara Mama. Tak peduli rintik hujan yang jatuh semakin deras, membasahi tubuh kurusnya. Ia masih kaku tak ada niat ingin beranjak dari sana. Hingga ketika berbalik, tatapan matanya terhenti pada sosok yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Sosok yang saat ini nanar menatapnya dari jarak 5 meter.

"Ini Papa."

Runtuh. Sebastian merasa tak dapat berdiri tegak di atas tanah basah yang kini dipijaknya. Suara itu asing, dingin, sama sekali tak bersahabat di telinga. Wajah tampan yang yang dialiri air hujan itu begitu mirip dengannya. Diam-diam membuat tubuhnya bergetar. Bukan karena kedinginan. Ada rasa rindu yang menggebu. Tapi Sebastian ingin memaki. Kenapa pria ini muncul ketika Mama sudah terkubur dalam tanah? Padahal selama ini Mama tersiksa karena pria ini. Mama mengakhiri hidup karena pria ini tak kunjung datang. Lantas muncul disaat maaf sudah tak mampu Sebastian tampung.

DARAH GAUN PENGANTIN [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang