04. Ingin Kembali

360 39 18
                                    

Seperti biasa, absen dulu. Kalian dari provinsi mana aja?

💔💔💔

Nana menghela napas. lagi.
Sudah tidak terhitung berapa kali ia menghela napas dalam 10 menit terakhir ini. Ia melakukannya bukan tanpa alasan. Penyebap utamanya adalah seorang yanga kini sedang duduk di sebelahnya sambil menulis dan mengerjakan tugas yang diberikan pak Bagus.

''Ada yang kamu nggak ngerti? Sini aku yang ngerjain soal-soalnya.''

Gavin. Orang yang duduk di sebelah Nana menggantikan posisi Amanda kini bertanya padanya.

Dari sekian banyak orang di kelas ini kenapa dirinya harus satu kelompok dengan Gavin? Orang yang paling ia hindari. Sekarang Nana hanya bisa menerima perintah mutlak wali kelasnya itu. Bahkan sekarang mereka menjadi pusat perhatian teman-teman kelas karena duduk dalam satu bangku yang sama. Rasanya begitu canggung.

''Na... dari tadi kamu diem terus. Aku kayak nggak punya kelompok.'' Gumam Gavin lagi, berusaha memancing Nana.

''Ini aku ngerjain.'' Jawab Nana seadanya. Ia tidak mau memperpanjang percakapan mereka. Nana pun kembali menulis.

Sekilas Gavin tersenyum. ''Emang kamu ngerjain nomor berapa?''

''Semuanya.''

''yah... kok gitu? Gak kerja sama dong itu namanya.'' Tiba-tiba Gavin mengmbil buku Nana. Ia sengaja memperdekat jarak di antara mereka. Modus. ''Kamu ngerjain yang nomor satu sampai lima. Sedangkan aku dari nomor enam sampai duapuluh-''

''Kok gitu?'' potong Nana tidak mengerti. ''Kenapa aku cuma dikasih dikit sedangkan kamu banyak?'' lanjutnya tak terima.

''Biar kamu gampang ngerjainnya-''

''Kamu ngeremehin aku kan?'' Tuduh Nana. ''Kamu pikir aku nggak bisa gerjain semua soal-soal ini?'' Nana tidak terima Gavin meremehkan dirinya seperti ini. Nana tahu Gavin cerdas. Tapi Nana juga bisa.

Gavin yang mendengarnya mulai gelagapan. ''Bukan gitu maksud aku, Na...''

Nana tidak peduli Gavin sekarang telah berubah menjadi lebih baik atau apapun. Nana tidak peduli sekarang Gavin lebih banyak bicara dan menjadi lebih lembut padanya. Karena meskipun cowok itu berubah, Gavin tetap tidak bisa mengubah fakta bahwa dulu dia telah menyakitinya. Nana akan selalu ingat semua perbuatan jahat Gavin padanya. Akan selalu Nana ingat sampai kapanpun. Dan Nana tidak akan pernah bisa melupakannya.

Gavin hanya bisa tersenyum miris melihat sikap Nana padanya. Gadis itu kembali mengerjakan tugas dalam diam tanpa mempedulikan keberadaan Gavin disampingnya.

Tapi tentu saja Gavin tidak akan menyerah.

''Pulang sekolah nanti aku anter ya?'' Gavin berucap tenang meski dalam hati ia deg-degan. Tentu saja, karena ia mengatakannya sedikit keras hingga membuat beberapa temannya memeperhatikannya. Terutama Rian, Bobby dan Surya. Jika Nana menolaknya, Gavin akan menjadi bahan ejekan ketiga temannya itu. tapi masa bodoh lah.. namanya juga perjuangan.

''Nggak usah. Makasih.'' Jawab Nana sambil terus mengerjakan tugasnya tanpa menatap Gavin sedikitpun.

Gavin tertolack

Gavin meringis dalam hati. Dia dapat melihat ketiga temannya dari kejauhan sedang menahan tawa sambil diam-diam memperhatikannya.

Temen-temen Dakjal. Maki Gavin dalam hati.

Oke jangan hiraukan tiga mahluk tak berguna itu. sekarang pikirkan sebuah alasan agar Nana mau pulang bersamanya.

Gavin berdehem. ''Em... kamu tau nggak tempat masakan padang paling enak? Kemarin aku dengar kalo papanya Amanda punya rumah makan padang. Aku pengen banget ke sana tapi nggak tau jalannya." Kata Gavin tak habis akal. ''Mamaku lagi pengen masakan padang udah dari kemarin. Kamu mau nggak tolongin aku buat tunjukin jalannya?"

GAVIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang