Finally

10.7K 1.2K 334
                                    








***

"Ibu, ini Minji. dan Minji, ini Ibuku." kata Jihyun saling mengenalkan keduanya.

"Annyeonghaseyo, Jeon Minji imnida." ucapnya takut-takut, pasalnya Jimin sejak tadi menatapnya intens tanpa berkedip.

"Ibu! Kenapa Ibu diam saja sih?" geram Jihyun menyadarkan Jimin.

"Ah-ya, Minji-ah, aku Ibunya Jihyun –Ibumu juga." balasnya sambil tersenyum, menyembunyikan sesak di dadanya karna belum bisa mengatakan kebenarannya pada kedua anak di depannya.

"Ibuku cantik 'kan, Minnie?"

"Hm, sangat cantik." responnya cepat seraya menganggukan kepalanya.


Jimin tersenyum miris, setetes air matanya jatuh tanpa di duga. Minji yang melihatnya pun sontak menyentuh pipi Jimin untuk menyeka air matanya.

"Kenapa Bibi menangis?" tanyanya.

"Ibu, menangis?" timpal Jihyun khawatir.

Jimin menggeleng pelan. "Tidak, Ibu tadi hanya kelilipan, sayang." kilahnya. "Apa boleh, Bibi memelukmu?" pinta Jimin sedikit memelas.

"Ne?" Minji melirik ke arah Jihyun yang tersenyum padanya seraya mengangguk. "Ge-urae."

Tak butuh waktu lama bagi Jimin untuk merengkuh tubuh kecil itu masuk ke dalam dekapannya. Menghirup rakus aroma tubuh Minji yang sudah bercampur keringatnya, tetap tak mengurangi harum tubuhnya. Jimin kembali menangis dalam diam, tak ingin di tangkap basah opeh kedua anak itu.

Minji balas mendekap Jimin, kedua tangannya mengalung di leher Jimin erat. Entah mengapa, tapi Minji suka perasaan ini. Nyaman dan hangat.

Pelukan keduanya berlangsung cukup lama, sebelum Jimin melepaskannya lebih dulu. "Mau pulang bersama?" tanyanya menawarkan, setelah tadi sempat menghapus air matanya.

"Tidak usah, Bibi. Nanti aunty dan ayah akan menjemput Minnie. Sebentar lagi pasti datang." tolaknya halus.

"Sungguh? Tidak ingin kami antar?"

"Iya, Bibi dan Jihyun tidak usah khawatir." ujarnya lagi meyakinkan.

"Baiklah." Jimin mengangguk kecil kemudian mengusak surai Minji yang terasa lembut. "Hati-hati, ya sayang."

Jimin masih berdiri di ambang pintu mobilnya, memperhatikan gadis kecil itu yang masih menatapnya dengan senyum lebar. Rasanya Jimin ingin berlari ke arahnya, memeluknya erat dan membawanya pergi dari sana. Namun itu tak bisa di lakukannya sekarang.

Dengan berat hati–setelah tadi membalas senyum Minji tak kalah lebar–Jimin pun masuk ke dalam mobil. Lagi pula Jimin belum siap jika harus bertemu Jungkook setelah apa yang di lihatnya malam itu.

.

.

Jimin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan maksimal. Di pikirannya hanya satu, bertemu dengan suami yang sudah sangat ia rindukan. Air mata mengiringi senyumnya.

Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang