***
Pandangan Jungkook tak bergeser sesenti pun dari punggung sempit di depannya. Hawa panas melingkupi mulai penglihatannya. seluruh tubuhnya terasa bergetar membuat genggamannya pada setir mobil melemas, pun dengan tungkainya. Jungkook berdebar, jantungnya memompa aliran darah dua kali lebih cepat, menyesakkan sekaligus menyenangkan.
Minji masih diam dengan wajah polos seraya menatap sang ayah yang membeku di tempat dengan pandangan lurus dan pipinya yang basah.
"Jungkook-ah, temui Jimin." Irene membuka suara saat di rasa Jungkook tak kunjung mengambil inisiatif.
Jungkook yang merasa pundaknya di tepuk menoleh, ia mengangguk kecil sembari menghapus cepat air matanya dan bergegas turun.
Sosok yang dia rindukan ada di depan sana, membelakanginya tanpa menyadari keberadaannya. Jungkook terus melangkah mendekat, sangat pelan, seakan menitih lumpur pekat. Sangat bertolak belakang dengan detak jantungnya yang berpacu tak karuan.
"Jimin?" cicit Jungkook lirih hampir berbisik.
Dalam hitungan detik si empunya nama berbalik. Kedua manik berbeda pemilik itu bersiborok. Dari jarak sedekat ini Jungkook bisa melihat tubuh Jimin yang menegang di tempat dengan bola mata melebar.
"Ju-Jungkook?"
Suara lirih yang mengalun itu bagai hujan di musim panas bagi Jungkook. Hatinya berdesir menyenangkan. pertahanan yang di bangunnya kembali runtuh. Buliran bening itu dengan cepat meleleh kian deras ke pipinya.
Masih saling tatap dalam diam, keduanya tenggelam dalam kelereng masing-masing yang sudah tertutupi kabut. Menyampaikan rasa rindu yang teramat besar lewat buliran air mata.
Jungkook terseok, mendekat pada Jimin yang masih betah mematung di tempatnya. Tangan besarnya yang bergetar menangkup kedua pipi Jimin dengan cepat, mengusap air matanya perlahan. Jimin menahan nafasnya saat itu terjadi.
"Jiminku." Tubuh mungil Jimin di tarik paksa, masuk ke pelukannya dalam waktu sepersekian detik. Jungkook terisak di sana, semakin kencang di tiap detiknya. kedua tangannya mempererat dekapan seolah tak ada hari esok. Jungkook benar-benar merindukan aroma yang menguar dari tubuh ini. rindu kehangatan yang di berikan tubuh ini saat dia peluk.
"Jimin-ah, ini benar-benar dirimu?" suara parau Jungkook yang lirih menyapa indra pendengaran Jimin. Bahunya terasa basah karna Jungkook masih menangis di sana.
Jimin tak membalas, pun tak menolak saat Jungkook memeluknya semakin erat. Jimin tak ingin munafik, dia juga rindu sebenarnya, sangat. rindu dekapan ini, rindu dengan harum maskulin dari tubuh prianya. Jimin rindu segala tentang mereka hingga dadanya sesak, teremat oleh sebuah tangan yang tak kasat mata. Air mata terus keluar dengan semaunya kala suara tangis Jungkook semakin memakakan di telinganya.
Tangan Jimin perlahan terangkat, mencoba membalas perlakuan prianya. Namun detik berikutnya hanya menggantung di udara saat maniknya bertemu pandang dengan seorang wanita yang baru saja keluar dari mobil yang dia yakini milik Jungkook bersama Minji.
Ingatannya kembali berputar pada malam itu, maka dengan sekuat tenaga Jimin melepaskan diri dari kungkungan Jungkook. Melangkah mundur kala pria itu semakin mendekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [END]
Fanfiction[Jikook-Kookmin] Seseorang mungkin bisa merubah nasibnya, tapi tidak dengan Takdirnya. Warn; ↪ Boyslove, Yaoi. ↪ Mpreg! ↪ Adult(+) ↪ Drama! P.s; tidak suka silahkan pergi!