Eunbi memejamkan mata, memijat keningnya untuk menghilangkan rasa pening akibat ulah dua siswa yang sudah duduk di hadapannya. Sebagai wali kelas selama dua minggu, ia tidak menyangka jika anak SMA jaman sekarang adalah pembuat masalah. Meski tidak semua.
Dua siswa yang kini tertunduk perlahan mengangkat kepalanya ketika Eunbi meminta mereka bicara, kasus yang mungkin familiar tapi selalu terjadi dan pastinya akan dilakukan oleh para siswa. Mencuri jawaban ujian, bukan ujian sekolah. Hanya ujian bulanan yang memang Eunbi adakan untuk mengetes kemampuan siswanya.
Siapa sangka jika flashdish yanh merupakan wadah data soal beserta jawabannya berpindah tangan dengan mudah, "apa ini yang kalian dapatkan selama bersekolah? Mencuri jawaban? Dengan begitu kalian bisa masuk perguruan tinggi?" Eunbi masih menahan emosinya sejak melihat dua siswi itu, "maaf..."
"Kembali ke kelas, buat surat permohonan maaf lalu bersihkan halaman sekolah selama seminggu. Jangan diulang lagi, mengerti?" Dua siswa itu mengangguk, Eunbi yang sebenarnya tidak tega mulai menyodorkan dua susu pisang.
Membuat siswa laki-laki tersebut saling bertatapan, "kalian pasti haus karena sudah lima belas menit disini, kita akan bertemu nanti di kelas. Jadi jangan lupa habiskan susu kalian" Eunbi tersenyum mengusap ujung kepala salah satu siswanya dengan hangat.
Sebelum memulai kelas, Eunbi mengamankan flashdish yang tadinya sebagai barang bukti. Mungkin ini tidak sepenuhnya kesalahan murid, jujur saja sebenarnya Eunbi adalah orang yang cukup ceroboh. Kadang lupa dimana dia menyimpan barang..
Setelah jam makan siang ada pertemuan wali murid untuk membahas soal kegiatan belajar mengajar di sekolah, juga lingkungan yang baik untuk anak yang masih di masa mencari jati diri. Itu cukup membuat Eunbi gugup.
...
"Tidak datang lagi?" Tanya Daehwi yang hanya dibalas anggukkan singkat Somi, "appa mengutus sekretarisnya lagi, bisa-bisa aku jadi anak Pak Kim jika terus begini" komennya.
Semua siswa terlihat antusias ketika para orang tua mulai memenuhi koridor sekolah, sangat jelas perbedaan status sosial di bangunan itu. Somi yang tidak lain adalah salah satu anggota dari kasta tertinggi tersebut hanya bisa duduk di atap seorang diri.
Ia meninggalkan Daehwi ketika anak itu mulai di hampiri oleh seorang wanita, eomma nya. Itu yang Somi hindari, ketika banyak anak seusianya yang bisa merasakkan indahnya suasana keluarga yang seutuhnya, Somi hanya bisa melihat dengan dada yang sesak.
Ia berjanji tidak akan menangis hanya karena hal sepele seperti itu, setidaknya ia masih bisa memiliki teman. Meski hanya Daehwi yang bertahan sampai saat ini, itu sudah cukup. Satu teman dari pada memiliki banyak orang teredekat tapi akhirnya pergi begitu saja.
"Apa aku harus mencobanya? Kudengar rokok bisa menghilangkan stress" gumam Somi menggenggam satu batang rokok yang ia dapatkan dari meja di ruang guru.
Ketika batang silindris itu hampir sampai ke mulutnya, tiba-tiba benda tersebut jatuh, tidak hanya itu tapi kini sudah tak berbentuk karena telah diinjak berkali-kali. "Jangan sekali-kali mencoba racun itu" Somi hanya memutar bola matanya dengan malas, kembali mendengar nasehat yang sudah membuat lubang telinganya memanas.
"Saem tidak tau apapun jadi jangan larang aku seakan kau mengerti"
"Kalau begitu ceritalah, bagaimana orang akan tau masalahmu jika kau sendiri tidak membaginya? Dengan mengeluarkan masalahmu, semua akan jadi lebih mudah" Somi mengepalkan tangan, muak dengan kalimat yang sudah familiar baginya. "Kalau begitu, putar waktu dan buat aku tidak terlahir di dunia ini"
"Jeon Somi!" Panggil Eunbi mencoba mengejar siswinya. Yah, Eunbilah yang mencegah Somi untuk merokok, karena hanya anak itu yang tidak terlihat di ruang kelas maupun ruang pertemuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Sweet Home
Teen Fiction[COMPLETE] 5 Okt 2018 - 25 Des 2018 Ketika seseorang bisa mendapatkan apapun yang ia mau, tapi di sisi lain ia tidak bisa mendapatkan kebahagiaan yang dimiliki orang lain #1sinkook #3sinkook #3somi